Senin, 18 Agustus 2025 20:17:11 WIB
Opini: GEAIR Buktikan Tiongkok Lebih Siap dari AS dan Barat dalam Memenangkan Perang Pangan Berbasis AI
Teknologi
Muhammad Rizal Rumra

Tim peneliti berpose untuk foto bersama robot pembiakan cerdas “GEAIR”
Ketika Kecerdasan Buatan (AI) dan robotika masih menjadi perdebatan moral dan ekonomi di banyak negara, Tiongkok justru melangkah lebih jauh dengan menunjukkan bagaimana kedua teknologi tersebut dapat diintegrasikan secara konkret dalam sektor yang selama ini dianggap tradisional yakni pertanian. Melalui pengembangan GEAIR, robot berbasis AI pertama di dunia yang mampu melakukan proses pemuliaan tanaman secara penuh, Tiongkok menunjukkan bahwa inovasi teknologi tidak hanya relevan untuk ruang digital, industri, atau pertahanan, tetapi juga untuk menjawab tantangan fundamental manusia yakni ketahanan pangan.
GEAIR, yang dikembangkan oleh Institut Genetika dan Biologi Perkembangan (IGDB) dari Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok (CAS), adalah bukti nyata dari akselerasi integrasi antara bioteknologi, AI, dan robotika. Robot ini mampu secara presisi mengidentifikasi bunga, melakukan penyerbukan silang, dan menyelesaikan keseluruhan proses pemuliaan hibrida tanaman.
Kemampuan ini sebelumnya hanya bisa dicapai melalui keterampilan manual manusia dalam proses yang memakan waktu, penuh risiko gagal, dan membutuhkan tenaga kerja yang besar. Dengan GEAIR, proses tersebut diselesaikan dengan efisiensi tinggi, presisi preskriptif, dan waktu yang lebih singkat.
Inovasi ini muncul di tengah konteks global yang kritis. Krisis iklim, degradasi lahan, populasi yang terus meningkat, serta disrupsi rantai pasok akibat konflik geopolitik mendorong negara-negara besar untuk mencari solusi berkelanjutan dan cerdas dalam produksi pangan, makanya pertanian presisi menjadi salah satu jawaban. Bagi Tiongkok, GEAIR bukan hanya tentang produktivitas, melainkan juga tentang kemandirian dan ketahanan pangan nasional.
Dengan populasi lebih dari 1,4 miliar jiwa dan keterbatasan lahan subur, transformasi menuju pertanian cerdas adalah keniscayaan strategis. Maka, teknologi seperti GEAIR menjadi bagian dari kebijakan negara untuk memastikan keberlanjutan pangan sekaligus memperkuat posisi geopolitik.
Dalam kerangka studi hubungan internasional, pendekatan seperti ini dapat dipahami melalui lensa realisme struktural dan neo-merkantilisme, di mana teknologi merupakan alat utama dalam menegaskan kekuatan negara. Negara-negara tidak hanya bersaing dalam hal kekuatan militer atau diplomasi ekonomi, tetapi juga dalam penguasaan teknologi strategis.
Dengan mengembangkan sistem pemuliaan tanaman berbasis AI, Tiongkok menegaskan ambisinya untuk tidak hanya mengejar ketertinggalan dari Barat, tetapi juga memimpin di medan kompetisi teknologi masa depan. Ini merupakan bagian dari visi besar “Made in China 2025” dan strategi jangka panjang Beijing untuk menjadi kekuatan teknologi global.
Sebagai perbandingan, Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat sejauh ini masih lebih banyak bertumpu pada sektor swasta dalam mengembangkan teknologi pertanian. Perusahaan-perusahaan seperti John Deere, Bayer Crop Science, dan startup dari Silicon Valley telah mendorong pertanian presisi ke arah yang lebih adaptif dan digital. Namun, belum ada sistem terintegrasi seperti GEAIR yang mampu menjalankan seluruh proses pemuliaan tanaman secara mandiri dari awal hingga akhir. Pendekatan Barat cenderung modular dan terfragmentasi, sementara pendekatan Tiongkok bersifat sistemik dan institusional, yang didukung penuh oleh negara.
Data menunjukkan peningkatan pesat dalam investasi dan paten AI di Tiongkok. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan Tiongkok jauh lebih maju dibandingkan negara-negara lain dalam penemuan AI generatif seperti chatbot, dan mengajukan paten enam kali lebih banyak dibandingkan pesaing terdekatnya yaitu AS.
Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) menemukan lebih dari 38 ribu penemuan GenAI diajukan oleh Tiongkok antara tahun 2014-2023 dibandingkan 6.276 yang diajukan oleh AS pada periode yang sama. Ini menggambarkan perbedaan bukan hanya dalam volume inovasi, tetapi juga dalam niat strategis jangka panjang. Tiongkok tampaknya tidak sekadar bereksperimen, melainkan sedang membangun ekosistem pertanian cerdas yang menyeluruh.
GEAIR, dalam konteks ini, bukan hanya mesin penyerbuk bunga. Ia adalah simbol dari transformasi pertanian global dan bukti dari kemampuan Tiongkok untuk mengembangkan teknologi yang mampu bersaing bahkan melampaui pencapaian Barat. Ia juga merupakan alat diplomasi baru, yang mana Teknologi pertanian berbasis AI seperti GEAIR dapat ditawarkan Tiongkok kepada negara-negara berkembang di Asia, Afrika, dan Amerika Latin sebagai bagian dari kerja sama pembangunan atau ekspansi pengaruh lewat jalur teknologi.
Ini menjadi instrumen dari apa yang dapat disebut sebagai “soft power teknologi,” di mana pengaruh suatu negara ditegakkan bukan melalui tekanan politik atau ekonomi, tetapi melalui penyebaran solusi teknologi yang efektif dan dibutuhkan.
Namun, inovasi ini juga menimbulkan pertanyaan etis dan strategis. Ketika otomatisasi menyentuh sektor yang sangat sensitif seperti pertanian, bagaimana nasib para petani kecil? Apakah ini akan menciptakan ketergantungan baru terhadap teknologi asing, atau membuka jalan bagi kemandirian pangan melalui teknologi terbuka? Pertanyaan-pertanyaan ini akan menjadi tantangan bersama komunitas global.
Apa yang jelas saat ini adalah bahwa pertanian tidak lagi sekadar soal cangkul dan pupuk. Ia telah masuk ke dalam pusaran inovasi teknologi tinggi, menjadi bagian dari strategi keamanan nasional, instrumen diplomasi, dan panggung kompetisi antar negara adidaya. Tiongkok, melalui GEAIR, sedang menunjukkan bahwa kekuatan suatu negara di abad ke-21 tidak hanya diukur dari jumlah senjata atau kekayaan, tetapi juga dari siapa yang mampu memberi makan dunia dengan cara yang paling cerdas.
GEAIR adalah bukti bahwa pertanian masa depan akan ditentukan oleh siapa yang paling cepat mengintegrasikan ilmu hayati dengan kecerdasan buatan. Dan dalam perlombaan itu, Tiongkok tampaknya telah mengambil langkah pertama yang signifikan. Dunia harus bersiap, karena perang masa depan mungkin tidak hanya terjadi di medan tempur, tetapi juga di antara ladang-ladang digital dan rumah kaca cerdas.
Komentar
Berita Lainnya
Duta Besar Tiongkok untuk ASEAN Deng Xijun: “Ekonomi Tiongkok kembali tumbuh 3 Teknologi
Selasa, 3 November 2020 9:37:56 WIB
“Memperkuat Pemulihan Ekonomi Regional di Tengah COVID-19†Teknologi
Selasa, 3 November 2020 9:42:13 WIB
Seperti kita ketahui bahwa semua Negara saat ini tengah dihadapkan dampak pandemi dan problem lainnya Teknologi
Selasa, 3 November 2020 9:58:24 WIB
CMG Siap Beritakan CIIE ke-3 Ekspo Impor Internasional Tiongkok (CIIE) ke-3 dibuka 4 November hari ini Teknologi
Rabu, 4 November 2020 1:22:22 WIB
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Wang Wenbin kemarin (4/11) di depan jumpa pers menyatakan Teknologi
Kamis, 5 November 2020 0:59:28 WIB
Shanghai yang berkapasitas menjadi tuan rumah CIIE ke-3 kian menjadi sorotan dunia Teknologi
Sabtu, 7 November 2020 0:45:28 WIB
Metamorfosis Wuhan dari Pusat Corona menjadi Primadona Wisata Teknologi
Sabtu, 7 November 2020 0:51:48 WIB
BEIJING - Laju cepat terus ditunjukkan oleh teknologi komputasi awan atau cloud hampir di seluruh dunia Teknologi
Minggu, 8 November 2020 20:0:28 WIB
Jakarta - Festival belanja terbesar di dunia yang diselenggarakan setiap 11 November yang merupakan hari raya\ bagi warga lajang Teknologi
Selasa, 10 November 2020 19:55:39 WIB
Menurut informasi dari Biro Pos Nasional Tiongkok Teknologi
Rabu, 11 November 2020 22:3:29 WIB