New York, Bharata Online - Perwakilan Tetap Tiongkok untuk PBB, Fu Cong, menekankan perlunya kerja sama internasional untuk memajukan pembangunan perempuan dalam sebuah debat terbuka yang diselenggarakan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) pada hari Senin (6/10) untuk memperingati 25 tahun Resolusi DK PBB 1325.
Menurut Fu, meskipun terdapat kemajuan signifikan dalam pembangunan perempuan global selama beberapa dekade, situasi internasional saat ini masih bergejolak, dengan tantangan yang terus berlanjut, termasuk kekerasan terhadap perempuan, diskriminasi gender, dan ketidaksetaraan ekonomi, yang membutuhkan tindakan internasional kolektif.
Fu menambahkan bahwa tahun ini menandai peringatan 30 tahun Konferensi Dunia Keempat tentang Perempuan, di mana Deklarasi dan Platform Aksi Beijing pertama kali diterbitkan, di samping peringatan 25 tahun adopsi bulat Resolusi DK PBB 1325 yang bersejarah tentang perempuan, perdamaian, dan keamanan.
"Kami menyerukan kepada komunitas internasional untuk meningkatkan rasa urgensi, mendorong penyelesaian politik atas isu-isu penting, dan menciptakan lingkungan hidup yang damai dan stabil bagi perempuan. Dewan Keamanan harus memperkuat persatuan dan kerja sama, menjalankan misi utamanya untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional, secara efektif mendorong gencatan senjata dan mengakhiri perang, memajukan dialog politik dan diplomatik, serta menciptakan lebih banyak kondisi untuk menjamin keselamatan perempuan," ujar Fu.
Perwakilan Tiongkok tersebut lebih lanjut menekankan bahwa sebagai tuan rumah Konferensi Dunia tentang Perempuan di Beijing, Tiongkok berperan sebagai advokat sekaligus praktisi dalam mendukung pembangunan perempuan global. Tiongkok kembali akan menjadi tuan rumah KTT perempuan global di Beijing dan siap bekerja sama dengan komunitas internasional untuk berkontribusi lebih substansial bagi masa depan yang lebih baik bagi setiap perempuan.
Resolusi DK PBB 1325, yang diadopsi pada 31 Oktober 2000, memiliki tonggak sejarah yang penting karena untuk pertama kalinya secara resmi mengakui peran krusial perempuan dalam pencegahan dan penyelesaian konflik, serta dalam pembangunan perdamaian, sekaligus mengamanatkan semua negara untuk memastikan partisipasi perempuan dalam proses-proses ini dan melindungi perempuan dari kekerasan dan diskriminasi selama konflik bersenjata.