Rabu, 18 September 2024 15:23:16 WIB

Pameran di Harbin Tampilkan Dokumen Sejarah Langka yang Buktikan Fakta Agresi Jepang terhadap Tiongkok
Tiongkok

Eko Satrio Wibowo

banner

Liu Qiangmin, Direktur Memorial Hall of Northeast China Revolutionary Martyrs (CMG)

Harbin, Radio Bharata Online - Memorial Hall of Northeast China Revolutionary Martyrs di Harbin, ibu kota Provinsi Heilongjiang di timur laut Tiongkok, memamerkan peninggalan budaya nasional kelas satu, Peta Imigrasi Pertanian Manchuria milik para agresor Jepang tertanggal 1939, untuk memperingati 93 tahun Peristiwa 18 September.

Dokumen tersebut mengungkap tindakan kriminal para agresor Jepang di timur laut Tiongkok, yang sebelumnya bernama Manchuria, yang mengingatkan rakyat Tiongkok untuk tidak melupakan sejarah dan penghinaan nasional.

Peta tersebut dengan jelas mencatat imigrasi besar-besaran yang direncanakan dan terorganisasi setelah pendudukan Jepang di wilayah timur laut Tiongkok. Ini adalah dokumen fisik langka tentang invasi Jepang ke Tiongkok dan imigrasi yang direncanakannya, serta bukti sejarah upaya Jepang untuk menduduki timur laut Tiongkok dalam waktu yang lama.

"Melalui imigrasi, mereka ingin mengubah proporsi penduduk di wilayah timur laut, sehingga dapat mencapai tujuan mereka untuk menduduki wilayah timur laut Tiongkok secara menyeluruh dan jangka panjang," kata Liu Qiangmin, Direktur balai peringatan tersebut.

Pada bulan Februari 1933, gelombang pertama imigran bersenjata dari Jepang, sebagian besar veteran, menetap di Kota Yongfeng, Kota Jiamusi, Heilongjiang, dan mendirikan desa imigran pertama di timur laut Tiongkok, yang disebut Desa Mirong.

Kemudian, penjajah Jepang menyita dan merampas tanah petani Tiongkok di Heilongjiang, dan mengusir mereka sebanyak lima kali dengan paksa.

Pada tahun 1939, penjajah Jepang mengubah nama "kelompok imigran" menjadi "kelompok perintis" untuk menutupi niat mereka yang sebenarnya. Pada tahun 1945, lebih dari 800 "kelompok perintis" dari Jepang telah memaksa masuk ke timur laut Tiongkok dan merampas lebih dari 1,5 juta hektar lahan pertanian dari penduduk setempat.

Di 47 daerah di Heilongjiang saat itu, terdapat 137.000 pemukim Jepang yang datang ke Tiongkok dengan kedok "kelompok perintis".

"Masing-masing pemukiman imigran pada peta tersebut menggambarkan kehidupan menyedihkan penduduk Tionghoa setempat yang telah dirampas tanahnya dan dipaksa mengembara," kata Liu.

Setelah Jepang menyerah pada bulan Agustus 1945, sebagian besar pemukim Jepang dipulangkan. Peta tersebut telah menjadi bukti kuat agresi imperialis Jepang terhadap Tiongkok, yang mengingatkan orang-orang Tiongkok untuk tidak melupakan penghinaan nasional dan menghargai perdamaian.

Insiden 18 September menandai dimulainya Perang Perlawanan Rakyat Tiongkok terhadap Agresi Jepang dari tahun 1931 hingga 1945. Selama bertahun-tahun, Tiongkok terus memperingati Insiden 18 September.

Komentar

Berita Lainnya