Jumat, 18 Februari 2022 0:45:6 WIB

Permintaan Maaf PM Belanda ke RI Atas Kekerasan Ekstrem 1945-1950
Tiongkok

Agsan

banner

PM Belanda (Foto: DW (News)

Jakarta - Perdana Menteri Belanda Mark Rutte meminta maaf ke Indonesia. Permintaan maaf itu disampaikan setelah ada penelitian yang menunjukkan tentara Belanda melakukan kekerasan ekstrem terhadap rakyat Indonesia dalam perang 1945-1950.
"Penelitian ini mendorong saya untuk mengulang lagi permohonan maaf, di sini dan saat ini: Atas kekerasan ekstrem yang sistematis dan meluas yang dilakukan Belanda pada tahun-tahun itu dan pandangan yang konsisten oleh kabinet-kabinet sebelumnya, saya menyampaikan permintaan maaf yang mendalam atas nama pemerintah Belanda kepada rakyat Indonesia hari ini," kata Rutte dalam keterangan resminya seperti dilansir dari situs resmi Pemerintahan Nasional Belanda (De Rijksoverheid. Voor Nederland), Kamis (17/2/2022).

Dia juga menyampaikan tanggapannya terhadap penelitian itu melalui Twitternya, @MinPres. Ini merupakan reaksi pertama dari Rutte atas nama kabinet setelah presentasi penelitian sejarah senilai 4,1 juta Euro itu.

Penelitian tersebut berjudul 'Dekolonisasi, Kekerasan dan Perang di Indonesia, 1945-1950'. Riset melibatkan 25 akademisi Belanda, 11 peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM), dan 6 pakar internasional.

Ada tiga lembaga Belanda yang menyelenggarakan riset ini, yakni Lembaga Ilmu Bahasa, Negara, dan Antropologi Kerajaan Belanda (KITLV); Lembaga Belanda untuk Penelitian Perang, Holocaust, dan Genosida (NIOD); serta Lembaga Penelitian Belanda untuk Sejarah Militer (NIMH). Mereka menyatakan bekerja sama dengan pihak peneliti Indonesia, tapi bukan bekerja sama dengan pemerintah Indonesia.
"Dalam respons pertama pemerintah kepada Parlemen hari ini, pemerintah akan bertanggung jawab penuh terhadap kesalahan kolektif mereka (pemerintah Belanda di masa 1945-1950), pemerintahan yang menjadi basis kekerasan ekstrem dalam periode yang disebutkan itu," kata Mark Rutte.

Rutte menyebut periode sejarah 1945-1950 di Indonesia sebagai 'lembaran hitam dalam sejarah kita' dan 'babak menyakitkan dalam sejarah kita'. Rutte mengatakan permintaan maaf itu mengulang kembali permintaan maaf Belanda pada 2020 lewat Raja Belanda. Saat itu, Raja Belanda meminta maaf ke Indonesia atas kekerasan 1945-1949.
Rutte melanjutkan hasil penelitian itu seperti sejarah menyakitkan yang tiba-tiba datang lagi. Akan tetapi, Rutte mengatakan pemerintah Belanda harus menghadapi fakta-fakta memalukan itu.

Dia mengatakan pemerintah Belanda saat ini berbeda dengan era Perdana Menteri Piet De Jong pada 1969. De Jong saat itu menyatakan tentara Belanda melakukan tindakan yang benar di Indonesia.
"Pada tahun 1945-1949, Belanda menjalankan perang kolonial di Indonesia, sebagaimana peneliti katakan, ada 'penggunaan kekerasan ekstrem yang sistematis dan meluas', hingga penyiksaan. Kekerasan ekstrem yang dalam kebanyakan kasus tidak diganjar hukuman," kata Rutte.

Sikap pemerintah Belanda sejak 1969 ialah tentaranya telah bertindak benar di Indonesia. Namun, penelitian ini menunjukkan adanya kekerasan ekstrem oleh pihak Belanda dalam periode perang 1945-1950 tersebut.
"Pemerintah dan pemimpin militer Belanda telah dengan sengaja melakukan pembiaran atas penggunaan kekerasan ekstrem yang dilancarkan secara sistematis dan meluas oleh personel militer Belanda selama Perang Kemerdekaan Indonesia," demikian tertulis dalam hasil akhir penelitian yang disajikan juga sebagai keterangan pers.

Belanda disebut tahu ada kekerasan melampaui batas di Indonesia yang dilakukan oleh angkatan bersenjatanya saat itu. Namun Belanda membiarkan hal tersebut.
"Penelitian ini menunjukkan mayoritas pihak yang seharusnya bertanggung jawab di sisi Belanda-politikus, pejabat, pegawai negeri, hakim, dan yang lainnya-tahu soal penggunaan kekerasan ekstrem sistematis, namun ada kesediaan bersama untuk membiarkan, menyetujui dan menutupinya, serta membiarkannya tanpa hukuman," kata peneliti.

https://news.detik.com/berita/d-5947492/permintaan-maaf-pm-belanda-ke-ri-atas-kekerasan-ekstrem-1945-1950.

 

Komentar

Berita Lainnya