Senin, 3 Januari 2022 8:10:9 WIB

Reformasi Ekonomi Deng Xiaoping, Kunci Kesuksesan MNC di Tiongkok
Tiongkok

Muhammad Rizal Rumra

banner

Penghargaan untuk mendiang pemimpin tertinggi Tiongkok Deng Xiaoping di Shenzhen, Provinsi Guangdong. (Foto: asia.nikkei.com)

Kemajuan perekonomian Tiongkok saat ini tidak lepas dari reformasi ekonomi yang dilakukan pada masa Deng Xiaoping. Deng membawa Tiongkok ke dalam reformasi ekonomi yang lebih berorientasi pada pasar (kapitalis) dengan tetap mempertahankan sistem pemerintahan komunisnya.

\r\n\r\n

Reformasi perekonomian Tiongkok oleh Deng Xiaoping yang menerapkan sistem ekonomi campuran (sistem ekonomi kapitalis sosialis) membuat Tiongkok menjadi salah satu tujuan utama Foreign Direct Investment (FDI) dunia. Bahkan sejak tahun 2006-2011, investasi asing atau FDI yang masuk ke Tiongkok selalu meningkat dan berjalan stabil. Tentu hal itu sangat dipengaruhi oleh peran pemerintah Tiongkok dalam mengupayakan langkah-langkah diantaranya:

\r\n\r\n

Pertama, Sistem politik Tiongkok yang terpusat satu komando (hanya satu partai pemerintah yang berkuasa). Dimana pemimpinnya diangkat berdasarkan prestasi serta kredibilitasnya. Kelebihan sistem satu komando adalah solidnya keputusan yang diambil untuk dijadikan kebijakan politik.

\r\n\r\n

Hal ini menjadikan kondisi politik kondusif dan solid terkendali. Dalam konteks Investasi Asing, pemerintah Tiongkok sangat mendukung FDI untuk masuk ke Tiongkok, dengan didukung oleh sistem politik Tiongkok yang stabil, serta hukum dan kebijakan pemerintah Tiongkok yang juga mendukung adanya FDI, membuat Tiongkok menjadi tujuan utama FDI di kawasan Asia bahkan dunia.

\r\n\r\n

Kedua, Pemerintah Tiongkok melakukan pembangunan berbasis pedesaan, dimana semua sumberdaya dan modal dikerahkan untuk kemajuan seluruh desa, dengan menjadikan desa-desa tersebut sebagai desa industri yang memiliki spesialisasi tertentu, sehingga dalam konteks arus FDI yang masuk, para investor diuntungkan dengan adanya spesialisasi yang ada untuk menekan biaya produksi. Akhirnya, FDI yang masuk ke Tiongkok selalu meningkat setiap tahunnya.

\r\n\r\n

Dengan alasan tersebut, para investor asing banyak yang melakukan investasi langsung di Tiongkok. Semakin banyaknya FDI yang masuk ke Tiongkok berakibat pada semakin banyak pula perusahaan multinasional (MNC) yang beroperasi di Tiongkok. Sejak reformasi ekonomi Tiongkok yang menerapkan ekonomi campuran (sosialis kapitalis) pertumbuhan ekonomi Tiongkok berkembang sangat pesat.

\r\n\r\n

Tiongkok saat ini menjadi kekuatan ekonomi baru yang mampu menyaingi AS, Jepang dan negara-negara Eropa lainnya. McKinsey mencatat, pada tahun 2020, total nilai kekayaan global meningkat menjadi sekitar 514 triliun dollar Amerika, dari tahun 2000 yang hanya sebesar 156 triliun dollar Amerika. Dari jumlah tersebut, Tiongkok berkontribusi terhadap sepertiga peningkatan nilai kekayaan dunia. Total nilai kekayaan Tiongkok mencapai 120 triliun dollar Amerika dari hanya 7 triliun dollar Amerika sejak tahun 2000.

\r\n\r\n

Dari perspektif MNC, Tiongkok adalah ‘pabrik dunia’ sehingga banyak sekali perusahaan-perusahaan dunia yang beroperasi di Tiongkok. Tiongkok memiliki peran besar dalam dinamika perekonomian global. Tiongkok merupakan salah satu tujuan utama untuk FDI global. Tiongkok secara konsisten menarik lebih dari 50 juta Dollar Amerika dari investasi luar negeri per tahunnya.

\r\n\r\n

Dalam kacamata interdepensi ekonomi, Tiongkok dianggap sebagai tempat yang strategis bagi para investor asing untuk menanamkan modalnya atau mengirimkan MNC-nya ke Tiongkok. Sedangkan bagi Tiongkok, keberadaan MNC merupakan suatu keuntungan dalam bidang ekonomi dengan semakin banyaknya FDI yang masuk ke Tiongkok.

\r\n\r\n

Seperti yang terjadi pada tahun 2006, Tiongkok menerima lebih dari 63 juta dollar Amerika dari FDI. Perusahaan-perusahaan investasi luar negeri memainkan peran dalam industri manufaktur Tiongkok, lebih dari separuh ekspor Tiongkok berasal dari pabrik investasi asing yang berproduksi di Tiongkok.

\r\n\r\n

Adanya fakta tersebut semakin memperjelas hubungan interdependensi yang terjadi antara MNC sebagai aktor transnasional dengan pemerintah Tiongkok. MNC di Tiongkok tetap mendapatkan profit yang mereka inginkan sedangkan di sisi lain pemerintah Tiongkok juga mendapatkan kesejahteraan ekonominya dengan rata-rata angka pertumbuhan ekonomi diatas 8% setiap tahunnya.

\r\n\r\n

Profit yang didapatkan Tiongkok bisa dilihat sejauhmana jumlah produksi mobil di Tiongkok mencapai angka satu juta unit pertama kali tahun 1992. Pada tahun 2000, Tiongkok sudah memproduksi lebih dari 2 juta unit kendaraan. Setelah Tiongkok masuk menjadi anggota World Trade Organization (WTO) pada tahun 2001, perkembangan industri otomotif disana semakin meningkat dengan cepat.

\r\n\r\n

Antara tahun 2002 dan 2007, angka penjualan kendaraan di Tiongkok tumbuh rata-rata 21% per tahun, atau bertambah sekitar satu juta unit kendaraan per tahunnya. Pada tahun 2006, angka kapasitas produksi kendaraan mencapai tujuh juta unit, dan pada tahun 2007, Tiongkok bisa memproduksi lebih dari 8 juta mobil.

\r\n\r\n

Sejak akhir tahun 2008, Tiongkok telah menjadi pasar otomotif terbesar di dunia Industri mobil. Pada tahun 2009, Tiongkok memproduksi 13,79 juta kendaraan, dimana 8 juta di antaranya adalah kendaraan penumpang seperti sedan, SUV, MPV, dan Crossover. Sedangkan 3,41 juta unit lainnya adalah kendaraan komersial seperti bus, truk, dan traktor.

\r\n\r\n

Diantara semua mobil yang diproduksi itu, 44.3%-nya adalah merek lokal seperti BYD, Lifan, Chang'an (Chana), Geely, Chery, Hafei, Jianghuai (JAC), Great Wall, dan Roewe. Sedangkan sisanya adalah mobil-mobil yang diproduksi secara bersama dengan perusahaan asing seperti Volkswagen, Mitsubishi, General Motors, Hyundai, Nissan, Honda, dan Toyota. Selain itu, Tiongkok juga memproduksi 13,759 juta unit kendaraan bermotor, angka tersebut melewati Amerika Serikat sebagai pasar kendaraan terbesar di dunia.

\r\n\r\n

Kebanyakan mobil yang diproduksi Tiongkok terjual di Tiongkok sendiri, dan hanya 369.600 unit mobil saja yang diekspor. Pada tahun 2010, angka penjualan mobil di Tiongkok menembus 18 juta unit, dengan 13,76 juta di antaranya sudah diantarkan ke konsumen. Bahkan saat ini Tiongkok telah memproduksi mobil listrik dengan penjualan yang sangat besar. Berdasarkan data China Association of Automobile Manufacturer (CAAM), menyebutkan bahwa sejak Januari hingga September 2021, produksi dan penjualan mobil dengan energi terbarukan di Tiongkok mencapai 2,166 juta. Di saat yang sama penjualan mobil listrik malah telah mencapai 2,157 juta unit.

\r\n\r\n

Selain industri otomotif, Shenzhen Daily menyatakan bahwa jumlah ponsel yang di produksi Tiongkok secara global mencapai 780 juta ponsel. Produksi ponsel di Tiongkok itu dengan berbagai merek mencapai 300 juta ponsel. Ini artinya hampir setengah produksi ponsel dunia dilakukan di Tiongkok.

\r\n\r\n

Di Tiongkok sendiri terdapat 17 perusahaan, sudah ada 54 perusahaan dari Negara asing mendapat lisensi untuk memproduksi ponsel dan membuat pabrik di Shenzhen. Tiga vendor terkemuka di dunia seperti Nokia, Motorola dan Samsung telah melakukan perakitan produk mereka di Shenzen.

\r\n\r\n

Dengan mempelajari gerak ekonomi Tiongkok ini dapat digunakan sebagai model baru pembangunan perekonomian yang dapat menginspirasi pembangunan perekonomian bagi negara-negara lain yang ingin mengikuti jejak kemajuan ekonomi Tiongkok. Apalagi, bagi negara yang menganut sistem demokrasi liberal, tetapi berpendapatan per kapita rendah seperti Indonesia, Filipina, dan Bangladesh.

\r\n\r\n

Karena apa yang diajarkan Tiongkok tetap menyerap unsur-unsur pokok kapitalisme pasar dengan selau memelihara nilai-nilai ideologi sosialisme yang berakar urat dalam tradisi politik mereka. Para penguasa Tiongkok nampaknya paham betul mengenai hukum ekonomi kapitalisme pasar, yakni bagaimana mengakumulasi kapital dan mengeruk keuntungan bahkan untuk satu dollar investasi sekalipun.

\r\n\r\n

Selain itu, perlu diingat bahwa hubungan interdepensi yang terjadi antara MNC dan Tiongkok dalam memajukan perekonomian Tiongkok tidak lepas dari peran dan kontrol pemerintah Tiongkok terhadap jalannya proses reformasi ekonomi di Tiongkok itu sendiri. Pemerintah Tiongkok dapat dengan lihai menggabungkan sistem ekonomi campuran dimana ia tetap mempertahankan sosialis sebagai ideologi bangsanya tetapi di sisi lain memeluk kapitalis sebagai strategi baru bagi sistem ekonominya.

\r\n\r\n

Yang menjadi esensi dari pertumbuhan perekonomian Tiongkok saat ini adalah peran besar yang dilakukan oleh pemerintah Tiongkok sebagai basis utama untuk menentukan hubungan integrasinya dengan MNC dalam ekonomi campuran yang diterapkannya. Walaupun MNC memiliki peran yang signifikan dalam pertumbuhan perekonomian Tiongkok, namun yakin dan percaya MNC tersebut tidak akan masuk ke Tiongkok bila pemerintah Tiongkok tidak melindungi keberadaannya secara hukum.

\r\n\r\n

MNC juga tidak akan berani masuk ke Tiongkok kalau sistem politik dan keamanan Tiongkok tidak stabil. Sehingga sangat jelas terlihat bahwa hubungan pemerintah Tiongkok dan MNC yang beroperasi di Tiongkok merupakan hubungan interdepensi yang memiliki nilai keuntungan bersama. Dimana interaksi antara keduanya berakibat pada semakin luasnya zona damai dalam dunia internasional saat ini.

Komentar

Berita Lainnya