Minggu, 5 Februari 2023 9:59:49 WIB

Muktamar Fikih Peradaban di Harlah NU Bahas Piagam PBB
Indonesia

AP Wira

banner

Foto: Pradito Rida Pertana/detikJateng

JAKARTA, Radio Bharata Online – Terkait dengan peringatan Harlah 1 Abad, Nahdlatul Ulama (NU) menginisiasi Muktamar Internasional Fikih Peradaban yang bakal digelar di Hotel Shangri-La Surabaya, Jawa Timur 6 Februari 2023 mendatang. Forum ini menghadirkan 15 pakar sebagai pembicara kunci, baik dari dalam negeri maupun mancanegara.

Para pakar tersebut akan mengulas beragam persoalan kontemporer dari sudut pandang Islam. Salah satunya adalah pembahasan tentang posisi Piagam PBB di mata syariat Islam.

Wakil Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Najib Azca menjelaskan urgensi forum akbar ini membincangkan pandangan syariat terhadap piagam PBB setidaknya pada dua aras, yakni di lingkungan internal umat Islam dan di lingkungan pergaulan internasional.

Najib mengungkapkan pada aras pertama, Muktamar Fikih Peradaban merupakan ajakan dan dorongan kepada para ulama dan fuqaha untuk membangun konstruksi fiqhiyyah yang solid serta diterima luas perihal legitimasi syariahnya, bagi konstruksi sekaligus kesepakatan negara-bangsa dalam bentuk kelembagaan dan piagam PBB.

"Hal ini penting dilakukan karena perbincangan perihal tersebut absen dalam kanon-kanon fiqih yang ditulis para ulama yang memang sebagian besar disusun pada masa konstruksi politik berbasis khilafah," ujarnya dalam

Pada aras kedua, sambung Najib, ajakan untuk memperkuat legitimasi terhadap Piagam PBB merupakan bagian dari ikhtiar untuk memperkuat multilateralisme dalam pergaulan internasional.

"Belakangan ini terjadi penguatan terhadap pendekatan unilateralisme di mana krisis politik antar negara diselesaikan secara unilateral, seperti perang Irak, Afghanistan, juga Rusia-Ukraina yang masih terjadi hingga kini," paparnya.

Najib menyebut langkah yang diambil PBNU ini bisa dilihat sebagai bagian dari ikhtiar besar untuk memperkuat multilateralisme dalam resolusi konflik dan penyelesaian krisis pergaulan internasional.
Mencari Pijakan

Di sisi lain, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf menyoroti tentang tata dunia damai baru muncul setelah Perang Dunia II dengan lahirnya Piagam PBB. Sebelum itu, masyarakat dunia masih diliputi sektariaisme yang syarat konflik, termasuk di internal umat Islam sendiri.

Pria yang akrab disapa Gus Yahya ini menerangkan apabila hendak mengembangkan wacana syariat tentang perdamaian dan toleransi maka harus bermuara dari Piagam PBB. Untuk itu, hal pertama yang harus disepakati adalah soal kejelasan kedudukan Piagam PBB di mata syariat.

"Ini perjanjian sah atau tidak (di mata syariat)? Karena ini perjanjian di antara pemimpin-pemimpin politik. Kalau ini sah di mata syariat, ini urusan pertimbangan fikih, dengan disiplin yang sangat kompleks. Tapi rumusan itu yang bisa dijadikan pijakan dan mengikat bukan hanya bagi anggota PBB, tapi bagi warga negara masing-masing," ungkapnya.

Gus Yahya mengatakan kalau dinyatakan sah oleh para ulama dunia di Muktamar Internasional Fikih Peradaban I, maka Piagam PBB itu akan menjadi pijakan untuk mengembangkan wacana yang lebih lugas dalam kerangka syariat Islam tentang perdamaian, toleransi, dan tentang Hak Asasi Manusia (HAM) universal.

"Karena kalau kita tengok referensi abad pertengahan, tidak ada juga HAM universal. Kafir dzimmi itu dilindungi tapi tetap warga negara kelas dua. Di Inggris, orang-orang Anglikan dari Irlandia menjadi warga negara kelas dua. Mereka tidak bisa jadi pegawai negeri, kalau tentara mentok hanya jadi sersan," tandasnya.

Detikcom

 

 

Komentar

Berita Lainnya

Memperkuat Ketahanan Pangan Nasional Indonesia

Rabu, 5 Oktober 2022 17:33:33 WIB

banner
Pertemuan P20 di Buka Indonesia

Kamis, 6 Oktober 2022 14:20:55 WIB

banner