Rabu, 24 Februari 2021 4:18:47 WIB

Bedah Data 7 Tahun Banjir Jakarta dan Dampaknya ke Warga
Tiongkok

Kinar Lestari

banner

Foto udara banjir menggenangi wilayah Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (20/2/2021). (Foto: ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)

Gubernur DKI Jakarta silih berganti tapi banjir masih saja menjadi masalah langganan yang saban tahun melanda Ibu Kota.

\

 

Tahun ini pun demikian. Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mencatat, banjir pada Sabtu (21/2) lalu itu berdampak pada 113 RW. Jumlah ini menurun sehari setelahnya seiring surutnya luapan air.

Bertolok pada data dari laman Pantau Banjir Jakarta yang dikelola Pemprov DKI, sepanjang tujuh tahun terakhir, kondisi banjir tercatat fluktuatif. Hal tersebut ditunjukkan berdasarkan data daerah terdampak, ketinggian air, lama genangan hingga, jumlah korban.

Areal terdampak yang pada 2014 masih menembus lebih 500 RW, dari tahun ke tahun trennya menurun. Meski, pada 2020 kembali merangkak naik sekitar 500an RW terdampak banjir.

Intensitas curah hujan yang berbeda pada masing-masing tahun juga jadi salah satu yang mempengaruhi besaran banjir. Pada 2014 dan 2020 tercatat curah hujan di DKI Jakarta tergolong tinggi dibanding tahun-tahun lainnya.

Berdasarkan data dari laman Pantau Banjir Jakarta yang dikelola oleh Pemprov, sepanjang tujuh tahun terakhir setidaknya ada bulan-bulan di mana banjir cukup tinggi. Data menunjukkan kondisi itu terjadi pada tengah tahun awal.

Pada 2014 misalnya, banjir terbesar terjadi pada Januari dan Februari. Saat itu dampak tertinggi tercatat akibat banjir pada Januari. Luapan air antara 10 hingga 400 cm merendam setidaknya 634 RW 125 kelurahan dari 37 kecamatan di Ibu Kota.

Evakuasi warga Pondok Jaya Mampang Prapatan yang terendam banjir hingga 180cm, Jakarta, 20 Februari 2020.\Evakuasi warga Pondok Jaya Mampang Prapatan yang terendam banjir hingga 180cm, Jakarta, 20 Februari 2020. (Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat curah hujan pada bulan itu 154,1 mm/hari. Bencana awal tahun itu mengakibatkan setidaknya 122.417 warga mengungsi di 434 titik dan 23 orang meninggal dunia.

Banjir yang menggenangi sejumlah daerah di Ibu Kota itu baru surut setelah 20 hari.

Setahun kemudian pada 2015, data banjir terbesar tercatat pada Februari. Setidaknya ada 615 RW di 133 kelurahan dari 38 kecamatan terendam banjir.

Rata-rata ketinggian air mencapai sekitar 10-200 cm dengan lama genangan hingga tujuh hari. Saat itu, curah hujan tertinggi mencapai 277,5 mm/hari. Setidaknyaa 41.202 orang mengungsi di 337 titik dan lima orang menjadi korban meninggal dunia dalam banjir.

Bergeser ke tahun berikutnya pada 2016, banjir terbesar terjadi pada April dengan lama genangan air terhitung dua hari dan ketinggian antara 5 hingga 360 cm. Saat itu BMKG mencatat curah hujan 124,5 mm/hari.

Setidaknya 134 RW di 44 kelurahan dari 18 kecamatan. Sementara 20.945 orang mengungsi di 40 titik dan tercatat tidak ada korban meninggal.

Setahun berselang pada 2017, banjir kembali menyambangi Ibu Kota. Data dampak tertinggi tercatat pada Februari dengan lama genangan lima hari dan ketinggian air antara 10 hingga 250 cm.

BMKG saat itu mencatat curah hujan tertinggi 179,7 mm/hari. Setidaknya 216 RW di 67 kelurahan dari 31 kecamatan terendam banjir. Sebanyak 5.858 jiwa mengungsi di 45 titik dan enam orang meninggal selama bencana.

Puluhan mobil terendam banjir akibat di jalan kemang raya, Jakarta, Sabtu, 20 Februari 2021. CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono\Puluhan mobil terendam banjir akibat di jalan kemang raya, Jakarta, Sabtu, 20 Februari 2021. (Foto: CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono)

Pelbagai bencana itu berlangsung di bawah kepemimpinan gubernur yang berbeda. Kepala daerah berurutan dijabat mulai dari Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok hingga, Pelaksana http://cnnindonesia.comtugas Gubernur Soni Sumarsono--yang saat itu ditunjuk Kementerian Dalam Negeri karena Ahok maju Pilkada.

Pada 2018 saat estafet kepemimpinan beralih dari Ahok ke Anies Baswedan, masalah banjir tetap awet membayangi Ibu Kota. Tahun itu banjir dengan dampak terbesar terjadi pada Februari.

Luapan air menggenangi sejumlah daerah di Jakarta antara satu hingga 6 hari. Sebanyak 162 RW di 43 kelurahan dari 24 kecamatan tergenang banjir dengan ketinggian air rata-rata 5 hingga 300 cm

Saat itu, BMKG mencatat curah hujan tertinggi 104,6 mm/hari. Sebanyak 15.558 orang mengungsi di 60 titik dan satu orang meninggal dunia.

Bencana serupa terjadi lagi setahun berikutnya pada 2019. Dampak terbesar tercatat pada Maret dengan 119 RW tergenang banjir.

Ketinggian air rata-rata antara 10-100 cm dengan lama genangan banjir sekitar 2 hari. Padahal Maret tahun itu curah hujan tertinggi mencapai 130,3 mm/hari, melebihi curah hujan tertinggi pada Februari 2018.

Jumlah warga terdampak pun tercatat menurun, dari tahun-tahun berikutnya yang tadinya di kisaran belasan atau puluhan ribu, pada 2019 ini tercatat 1.010 orang dari 315 kepala keluarga.

Sebanyak 85 warga mengungsi dan nihil korban jiwa.

Bulan berlalu, tahun berganti ke 2020, banjir kembali menyapa daerah di DKI Jakarta. Pada pembuka tahun ada ratusan wilayah yang tergenang hingga 350 cm. Saat itu, intensitas curah hujan memang cukup esktrem, mencapai 377 mm/hari.

Banjir setinggi 100-230 centimeter melanda kawasan Kemang Selatan,\r\nKelurahan Bangka, Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, sejak Sabtu (20/2) dini hari. CNN Indonesia/ Khaira Ummah\Banjir setinggi 100-230 centimeter melanda kawasan Kemang Selatan,Kelurahan Bangka, Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, sejak Sabtu (20/2) dini hari. (Foto: CNN Indonesia/ Khaira Ummah)

Akibatnya, sebanyak 390 RW di 151 kelurahan dari 35 kecamatan Jakarta terendam banjir dengan durasi empat hari hingga air benar-benar surut. Sebanyak 83.406 terdampak.

DKI mencatat, ada 36.445 warga yang mengungsi di 269 titik dan 19 orang meninggal selama banjir.

Banjir kembali terjadi pada Februari 2020. Dampaknya tidak lebih buruk dari Januari. Meski jumlah lokasi yang terendam bertambah menjadi 581 RW di 167 kelurahan dari 42 kecamatan, genangan berangsur surut dalam satu atau dua hari.

Ketinggian air saat itu antara 5 sampai 200 cm. BMKG mencatat curah hujan tertinggi di Jakarta yakni 277 mm/hari.

Banjir tersebut membuat 43.464 jiwa terdampak. Sebanyak 13.808 orang mengungsi di 119 lokasi titik dan enam orang meninggal akibat banjir pada periode tersebut.

Pelaksana tugas (Plt.) Kepala BPBD DKI Jakarta, Sabdo Kurnianto mengakui hampir pasti bakal menghadapi bencana banjir setiap tahunnya. Penanganan banjir tergolong kompleks dan dipengaruhi pelbagai hal, mulai dari cuaca hingga topografi Jakarta.

"Siapapun pemimpinnya, tetap ada banjir, tapi bagaimana mengendalikan banjir itu. Cuaca sangat mempengaruhi. Intinya itu saja. Karena banjir hulu, banjir lokal, hujan dari hulu di Bogor, turunnya ke 13 sungai [di DKI Jakarta]," ungkap Sabdo kepada CNNIndonesia.com, Rabu (24/2).

"Hujan lokal di Jakarta juga mempengaruhi, air rob juga mempengaruhi. Jadi 3 front itu mempengaruhi topografi di DKI Jakarta, karena bagaimanapun juga, DKI ini adalah daerah pesisir," sambung dia lagi.

Itu sebab Sabdo menekankan, yang terpenting adalah strategi pengendalian banjir dan kerja sama dengan pelbagai pihak.

"[Kesiapan Pemprov DKI] Memang sudah ditingkatkan. Tetap dengan asas kolaborasi, tanpa kerja sama TNI-Polri, masyarakat, relawan, mahasiswa, perguruan tinggi, akademisi, peneliti, dan semua unsur," kata dia.

Menurut Sabdo, setidaknya ada 16 ribu personel gabungan yang digalang untuk mengatasi banjir di Jakarta. Tapi itu saja belum cukup. Perlu kerja dari seluruh pihak untuk menghadapi bencana langganan ini.

"Bicara kebencanaan, bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah semata, tapi tanggung jawab kita semua," pungkas Sabdo.

Bulan pertama di Tahun 2021, Indonesia dihantam bencana: Dari Aceh hingga Papua; dari rentetan gempa, erupsi gunung, hingga banjir.\Bulan pertama di Tahun 2021, Indonesia dihantam bencana: Dari Aceh hingga Papua; dari rentetan gempa, erupsi gunung, hingga banjir. (CNN Indonesia/Timothy Loen)

 

Komentar

Berita Lainnya