Jumat, 29 Januari 2021 9:53:48 WIB

Greenpeace: Bukan Hujan, Izin Eksploitasi Hutan yang Sebabkan Banjir Kalsel
Tiongkok

Kinar Lestari - Bharata Radio

banner

Warga menggunakan sepeda melintas di dekat puing-puing rumah akibat banjir bandang di Desa Waki, Kecamatan Batu Benawa,Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Rabu (20/1/2021). [ANTARA FOTO/Bayu Pratama ]

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Arie Rompas menyanggah pernyataan Presiden Jokowi, yang menyebut banjir di Kalimantan Selatan diakibatkan oleh curah hujan tinggi.

Menurut Arie Rompas, banjir yang terjadi itu disebabkan keberlangsungan ekosistem alam Kalsel sudah berada di tahap kritis atau buruk.

"Dalam konteks ini (penyebabnya) tak tunggal. (Faktor penyebab) bencana banjir ada beberapa hal, pernyataan Jokowi hanya menyalahkan curah hujan tentu tak bisa diterima," kata Arie dalam diskusi bertajuk Dosa Oligarki secara daring, Jumat (29/1/2021). 

Arie menjelaskan, wilayah Kalimantan menjadi semakin sensitif terhadap kekeringan dengan areal yang luas terbakar, serta curah hujan tinggi.suara.com

Hal itu dikarenakan perubahan tutupan hutan, yang kekinian banyak menjadi perkebunan kelapa sawit serta hutan tanaman industri. 

Arie mengajak untuk melihat kondisi area hutan yang dibandingkan dengan luas daerah aliran sungai (DAS) Barito.

DAS Barito memiliki luas 6,2 juta hektare. Sedangkan  luas tutupan hutannya pada 2019 tercatat seluas 3,5 juta hektare atau setara 49 persen. 

"Sementara luas DAS Maluka yang wilayahnya terdampak banjir itu 88 ribu hektare, dengan tutupan hutannya seluas 854 Ha atau sekitar 0,97 persen." 

Pembangunan yang dilakukan perusahaan-perusahaan di Kalimantan itu, kebanyakan berkonsentrasi pada komoditas kayu alam, sawit, dan tambang.

Proyek pembangunan yang merusak alam tersebut, kata dia, nyatanya selalu diberikan izin oleh pemerintah. 

"Yang mendapat keuntungan perusahan besar dan oligarki yang terhubung erat dengan para bisnis-bisnis perusahaan yang melakukan aktivitas di Kalimantan," ujarnya. 

"Produksi cadangan batubara terbesar berada di Kalimantan, baik untuk kebutuhan ekspor maupun kebutuhan batu bara nasional. Komoditas-komiditas ini telah mengubah bentan alam, dan itu berimbas pada bencana yang ada di depan mata kita."

Komentar

Berita Lainnya