Kamis, 28 Oktober 2021 8:40:41 WIB

Tokoh Tionghoa Indonesia: Mengenal Tjan Tjoe Som Bapak Sinologi Indonesia
Tiongkok

Agsan

banner

Tjan Tjoe Som

Bolong.id - Tjan Tjoe Som (1903-1969) (Han-yu: Tseng Chu-sen) 曾祖森 adalah guru besar di Jurusan Sinologi, Universitas Indonesia, di Jakarta. Salah seorang murid bimbingannya adalah Mely G. Tan yang juga menjadi seorang Sinolog terkemuka di Indonesia.

Dalam dunia ilmu Sinologi di Indonesia, nama Prof. Dr. Tjan Tjoe Som (曾祖森) seharusnya menjadi nama besar yang dikenal oleh seluruh orang yang menekuni pendidikan Sinologi di Indonesia. Sejarah mencatat namanya sebagai orang pertama yang diminta oleh pemerintah untuk memimpin Lembaga Sinologi (漢學研究院), Fakultas Sastra, Universitas Indonesia.

Selama 50 tahun terakhir, namanya masih tetap dikenal sebagai seorang sinolog lulusan Sinological Institute Universitas Leiden, Belanda di bawah bimbingan JJL Duyvendak. Namun di Indonesia, namanya kurang dikenal oleh generasi muda, Tjan Tjoe Som pernah menduduki jabatan kepala Lembaga Sinologi Universitas Indonesia pada tahun 1953 – 1958.

Berdasarkan artikel berjudul "TJAN TJOE SOM 1903 – 1969: SEPENGGAL KISAH SUNYI DI SINOLOGICAL INSTITUTE, FAKULTET SASTRA UNIVERSITET INDONESIA" oleh Agni Malagina. Beliau sempat menjalani pendidikan HCS (Hollandsch-Chineesche School) Surakarta, kemudian melanjutkan pendidikannya di AMS (Algemeene Middlebare School) di Jogjakarta.

Sebelum sempat menyelesaikan AMS, Tjan kembali ke Solo untuk melanjutkan bisnis batik “De Bliksem” keluarganya yang mengalami penurunan sejak berakhirnya Perang Dunia I. Saat berada Solo itulah Tjan muda mempelajari Sinologi dan Islamologi secara otodidak. Ia juga tertarik kepada filsafat dan antropologi.

Kemudian ia berjumpa dengan Dr. H. Kraemer (penulis A Christian Message in a Non Christian World, kemudian menjadi kepala Oecumenical Institute) yang mendorong Tjan Tjoe Som belajar Sinologi ke Belanda untuk menjadi murid Prof. Duyvendak. Tjan tiba di Belanda pada tahun 1953 dan masuk Universitas Leiden jurusan Sinologi pada tahun 1936.

Tjan Tjoe Som - Image from Geni

Pada Tahun 1952, Tjan kembali ke Indonesia atas Pemerintah Republik Indonesia untuk datang dan menduduki jabatan sebagai ketua Lembaga Sinologi di Universitas Indonesia. Setelah 17 tahun belajar dan berkarir di Belanda, tjan yang banyak menghabiskan waktunya di perpustakaan ini pun kemudian memutuskan untuk kembali ke tanah airnya, Indonesia. Ia meninggalkan kemapanan dan nama besar sebagai seorang Sinolog di Belanda sekaligus Eropa pada masa itu.

Pada masa Demokrasi Terpimpin (1959 – 1968) Tjan Tjoe Som menjadi anggota HSI (Himpunan Sardjana Indonesia) yang dianggap sebagai organisasi bawahan Partai Komunis Indonesia. Dalam arsip catatan surat masuk dan surat keluar Program Studi China sejak tahun 1957 tercatat, Prof. Tjan melakukan lawatan ke luar negeri, diantaranya ke Rusia, Itali, dan China. Tahun 1963 – 1965 Tjan menjadi penasehat di kantor berita Warta Bakti versi bahasa China Zhong Cheng Bao.

Gerakan 30 S/PKI menjadi titik balik seorang ahli filsafat China dan hukum Islam ini. Tak dinyana tak diduga, pada tanggal 10 November 1965 berdasarkan surat Dekan FS UI No: S/18/FS/XI/Pedek.II/65 mengenai pembebasan sementara dari segala tugas dan kewajiban di FS UI bagi mahasiswa di lingkungan FS UI dan dilanjutkan dengan surat rektor No: S/17/FS/XI/65 tertanggal 13 November 1965 lampiran nama para dosen, Prof. Dr. Tjan Tjoe Som dinonaktifkan dari dunia akademis Universitas Indonesia.

Surat keputusan tersebut jelas menyebutkan bahwa atas dasar pemeriksaan yang teliti dan seksama terdapat petunjuk atau patut diduga, bahwa ia secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam gerakan apa yang menamakan dirinya ”G- 30S” dan karena ia ternyata menjadi anggota biasa dari bekas organisasi massa terlarang yang seazas/bernaung/berlindung di bawah partai terlarang PKI.

Karya Tulisnya yang berjudul PO HU TUNG - Image from internet

Karyanya besarnya Po Hu T’ung yang diterbitkan oleh Leiden Brill menjadi saksi kebesaran namanya. Beberapa karya ilmiah sempat ia tulis, seperti De Plaats van de Studie der Kanonieke Boeken in de Chinese Filosofie, Leiden: Brill (1950 dan 1952); On the Rendering of the Word “Ti” as “Emperor” (Journal of American Oriental Society Vol. 71 No.2, Apr – Jun, 1951); Sardjana Sastra dan Pembangunan Kebudyaan Nasional: Sebuah Prasaran (Jakarta, 1961); Tao de Tjing (Jakarta, 1962). (*)

Komentar

Berita Lainnya