Selasa, 24 Agustus 2021 5:12:51 WIB

BI Bakal Borong SBN hingga Rp439 T dalam Dua Tahun
Tiongkok

Dewi Kinar Lestari

banner

Bank Indonesia (BI) berencana membeli surat berharga negara (SBN) hingga Rp439 triliun untuk membantu keuangan negara dalam penanganan covid-19. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Andry Novelino).

Bank Indonesia (BI) berencana membeli surat berharga negara (SBN) untuk membantu keuangan negara dalam penanganan covid-19. Rencananya, bank sentral akan membeli SBN hingga Rp439 triliun, terdiri dari Rp215 triliun pada 2021 dan Rp224 triliun pada 2022.

Kesepakatan itu tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) III yang diumumkan kepada publik hari ini.

"SKB III ini tetap mengadopsi prinsip-prinsip yang selama ini kita jaga antara BI dengan pemerintah, yaitu bahwa kami masing-masing akan menjaga agar fiskal dan moneter tetap menjadi instrumen yang kredibel di dalam menjaga perekonomian," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers, Selasa (24/8).

Ia menjelaskan penerbitan SBN tersebut dibagi menjadi dua kluster. Pertama, bank sentral akan berkontribusi atas seluruh biaya bunga SBN untuk pembiayaan vaksinasi dan penanganan kesehatan dengan maksimum batas (limit) penerbitan yakni Rp58 triliun di 2021 dan Rp40 triliun di 2022.

Dengan demikian, pemerintah tidak menanggung pembayaran bunga sama sekali, alias bunga nol persen.

Adapun bunga penerbitan SBN itu mengacu pada tingkat suku bunga reverse repo BI tenor 3 bulan. Suku bunga itu di bawah suku bunga pasar.

"BI akan berkontribusi atas seluruh biaya bunga untuk pembiayaan vaksinasi dan penanganan kesehatan dengan jumlah maksimum limitnya Rp58 triliun 2021 ini, dan untuk 2022 adalah Rp40 triliun, sesuai dengan kemampuan keuangan dan neraca BI agar tetap terjaga," jelasnya.

Kluster kedua, pemerintah akan menanggung suku bunga dari penerbitan SBN sebesar Rp157 triliun tahun ini dan Rp184 triliun tahun depan. Namun, bendahara negara memastikan pembayaran suku bunga tidak menjadi beban lantaran suku bunga reverse repo BI tenor 3 bulan berada di bawah suku bunga pasar.

Dana dari penerbitan SBN itu akan digunakan untuk bantuan sosial (bansos).

"Meski pemerintah menanggung suku bunga, namun suku bunganya di bawah pasar, jadi sangat meringankan," jelasnya.

Dengan demikian, pada 2021 ini total pembelian SBN oleh BI berjumlah Rp215 triliun. Terdiri dari Rp58 triliun untuk penanganan kesehatan yang bunganya akan ditanggung oleh BI. Sedangkan, sebesar Rp157 triliun untuk bansos di mana pemerintah akan menanggung bunganya.

"Jadi, tahun 2021, jumlah yang akan ditanggung dalam SKB III ini adalah sebesar Rp215 triliun, Rp58 triliun dengan seluruh bunga akan ditanggung BI, dan sisanya Rp157 triliun adalah dengan tingkat bunga sebesar reverse repo BI tenor 3 bulan (bunga ditanggung pemerintah)," ujarnya.

Sedangkan, total SBN yang akan dibeli bank sentral pada 2022 yakni Rp224 triliun. Terdiri dari Rp40 triliun untuk sektor kesehatan yang bunganya akan ditanggung oleh BI. Sedangkan, sebesar Rp184 triliun dialokasikan untuk bansos yang mana bunganya ditanggung oleh pemerintah.

"Pada 2022 BI akan ikut berkontribusi sebesar Rp224 triliun, Rp40 triliun dengan seluruh biaya bunga ditanggung oleh BI, sisanya Rp184 triliun adalah pemerintah menanggung sebesar suku bunga reverse repo BI tenor 3 bulan," imbuhnya.

SBN tersebut memiliki tenor jangka panjang, yakni 5 tahun hingga 8 tahun, serta bersifat tardable dan marketable. Penerbitan SBN akan dilakukan di pasar perdana dengan skema private placement.

Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menegaskan kerja sama tersebut tidak akan mengurangi independensi bank sentral. Pembelian SBN tersebut juga tidak akan mengurangi kemampuan BI dalam melaksanakan kebijakan moneter.

"Kerja sama ini tidak akan dan tidak pernah mengurangi independensi BI dan kemampuan BI untuk melaksanakan kebijakan moneter yang prudent. Bapak Presiden, Bu Menkeu, seluruh menteri, dan juga dari DPR menegaskan bahwa independensi BI itu dijamin," ujarnya.

Perry tidak menampik pembelian SBN tersebut akan memperbesar defisit keuangan BI serta menurunkan rasio modalnya. Kendati demikian, Perry menegaskan bank sentral masih memiliki kecukupan modal dalam jumlah besar untuk menjaga kesinambungan keuangan BI.

"Memang rasio modal kami di tahun lalu 8,64 persen. Tahun ini kemungkinan 8,9 persen dan juga kemungkinan-kemungkinan akan turun menjadi sekitar 5 persen atau 4 persen, tapi dari sisi modal masih besar jumlah modal BI, masih mampu untuk menjaga kesinambungan keuangan BI," tuturnya.

Komentar

Berita Lainnya