Senin, 12 Juli 2021 6:40:46 WIB
Pakar UGM Kritik Vaksin COVID Berbayar: Berbisnis dengan Rakyat!
Tiongkok
Angga Mardiansyah
Ilustrasi vaksin (Foto: Getty Images/iStockphoto/chayakorn lotongkum)
Program vaksinasi COVID-19 berbayar atau vaksinasi gotong royong individu mendapat kecaman dari publik. Pakar politik UGM, Prof Wahyudi Kumorotomo, menyebut langkah pemerintah itu tak bisa dibenarkan, karena bisa dikategorikan berbisnis dengan rakyatnya.
Pengamat kebijakan publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Wahyudi Kumorotomo menyebut kebijakan ini bisa menimbulkan kesan negara tengah berbisnis dengan rakyat.
"Syukur kalau sudah dicabut (ditunda, red), tapi kalau belum, ya kita perlu teriak lantang itu. Bahwa itu negara sudah nggak benar ini, berbisnis dengan rakyatnya," kata Prof Wahyudi saat dihubungi wartawan, Senin (11/7/2021).
Wahyudi menyebut, kebijakan pemerintah yang menggulirkan vaksin berbayar tidak etis. Meskipun, kata Wahyudi, dengan dalih untuk mempercepat proses herd immunity.
"Seperti sudah sering disampaikan juga di media kebijakan untuk membuka vaksinasi berbayar entah itu namanya vaksin gotong-royong atau vaksin pelengkap atau apa itu sebenarnya seperti kita ketahui itu tidak etis dan kurang bijaksana," sebutnya.
"Karena kecenderungan pembedaan dua jalur itu mengakibatkan jangan-jangan nanti persepsi orang tentang vaksin yang berbayar ini seolah-olah lebih baik atau lebih ampuh dari pada vaksin gratis," katanya.Wahyudi berpendapat pemerintah seharusnya mempercepat proses vaksinasi gratis agar kekebalan komunal bisa segera tercapai. Dia menyebut perbedaan vaksinasi gratis dan berbayar justru akan membuat publik ragu dengan kualitas vaksin tersebut.
"Nah iya itu, malu-maluin lah. Artinya gimana pun itu, vaksin yang di negara miskin aja kemudian mereka tidak berbisnis dengan rakyat. Tidak kemudian mengambil keuntungan," Pengamat kebijakan publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Wahyudi Kumorotomo |
Dia menilai kebijakan ini justru mengindikasikan pemerintah telah ingkar terhadap konstitusi. Dalam Pasal 28 UUD 1945 disebutkan setiap masyarakat berhak mendapatkan pelayanan kesehatan, artinya negara harus menjamin kesehatan semua warganya.
"Nah saya kira ini jelas pemerintah seperti mengingkari bahwa kesehatan itu kan merupakan tugas negara ya setiap warga itu punya hak konstitusional," urainya.
"Sudah tercantum itu di Pasal 28 UUD 45 termasuk yang sudah diamandemen bahwa kesehatan itu harus diselenggarakan oleh pemerintah, oleh negara. Negara itu bertanggung jawab untuk menjamin kesehatan semua warganya," sambungnya.
Wahyudi pun menilai kebijakan vaksin berbayar ini memalukan. Terlebih di berbagai negara vaksin Corona diberikan secara cuma-cuma.
"Nah iya itu, malu-maluin lah. Artinya gimana pun itu, vaksin yang di negara miskin aja kemudian mereka tidak berbisnis dengan rakyat. Tidak kemudian mengambil keuntungan," tegasnya.Sesuai amanat konstitusi, Wahyudi meminta agar tidak ada vaksin berbayar. Apalagi jika ujungnya hanya untuk mengambil keuntungan dan memperkaya segelintir orang.
"Iya, kalau menurut saya ini kewajiban negara, tidak ada istilah vaksin kok berbayar. Jangan kemudian setelah itu masih mengambil untung lagi apalagi ini belum tentu kepentingannya masuk ke kas negara barangkali hanya sebagian dari petinggi di BUMN atau sebagian pebisnis yang akan mendapatkan keuntungan," ujar Guru Besar Fisipol UGM itu.
"Jadi kalau kemudian dibisniskan nah ini menjadi masalah. Karena dengan demikian pemerintah tidak menyelenggarakan kepentingan umum, tidak menyelenggarakan hak atau istilahnya hak asasi setiap warga negara untuk memperoleh sarana kesehatan bagi semua rakyat dan itu wajib dilaksanakan oleh negara," pungkasnya.detiknews
Komentar
Berita Lainnya
Xi Jinping: Biar Semua Orang Lansia Mempunyai Kehidupan Masa Tua Yang Berbahagia Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 14:14:40 WIB
Hasil Studi Ilmuwan Tiongkok, Minum Teh Setiap Hari Turunkan Risiko Diabetes Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 14:21:52 WIB
Tiongkok Produksi Kereta Api Hibrid yang BebasPolusi Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 14:26:6 WIB
Tiongkok Perkirakan Jual 68,5 Juta Tiket Kereta Selama Libur Hari Nasional Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 14:42:10 WIB
Tiongkok: Perlu Bersama Lindungi Fasilitas Infrastruktur Lintas Negara Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 14:48:4 WIB
Padi Hemat Air Bantu Petani Panen Melimpah di Tengah Kekeringan Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 14:51:7 WIB
Lanjutkan Balapan di Musim 2023, Zhou Guanyu Ingin Bawa Semangat dan Budaya Tiongkok Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 15:19:35 WIB
Tiongkok Larang Rokok Elektrik Rasa Buah dalam Peningkatan Regulasi Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 16:14:12 WIB
Tiongkok mendesak AS untuk mengakhiri kekerasan polisi terhadap orang kulit hitam Amerika selama sesi PBB Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 16:45:29 WIB
Setengah komunitas pedesaan di Tiongkok tercakup layanan perawatan lansia Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 16:49:6 WIB
Guangzhou: Gerbang maritim Tiongkok ke dunia sejak zaman kuno Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 17:10:22 WIB
Tiongkok kalahkan Slovenia dan AS di Kejuaraan Tenis Meja Beregu Dunia Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 17:20:34 WIB
Pemasangan Atap Beton Pertama Terowongan Jalan Raya Terpanjang di Provinsi Jiangsu Tiongkok Telah dimulai Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 17:25:54 WIB
Tiongkok ingin mengoptimalkan struktur ekonomi negara Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 17:30:30 WIB
Sinopec Tiongkok ingin hapus daftar ADS dari London Stock Exchange Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 17:50:46 WIB