Senin, 2 November 2020 6:1:38 WIB
2 Jenderal Polisi Rebutan Uang Suap, NasDem: Miris dan Memprihatinkan
Indonesia
Agsan Prawira
Ahmad Sahroni (Foto: Wilda Hayatun Nufus/detikcom)
Jakarta -
Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo disebut 'rebutan' jatah uang suap terkait kasus Red Notice Djoko Tjandra. Bendahara Umum Partai NasDem Ahmad Sahroni menilai peristiwa itu sebagai kejadian yang miris dan memprihatinkan.
"Ini jelas sangat miris dan memprihatinkan," kata Sahroni kepada wartawan, Senin (2/11/2020)
Wakil Ketua Komisi III DPR RI ini menganggap peristiwa itu dapat mengungkap banyak hal yang perlu dibenahi dalam internal kepolisian. Menurutnya, kejadian seperti itu sudah mulai menjadi budaya yang terjadi di setiap lembaga negara.
"Namun sekaligus menjadi pembuka mata kita semua bahwa begitu banyak yang harus dibenahi di internal penegak hukum. Saya tahu hal seperti ini sudah membudaya, bahkan bukan di kepolisian saja, seluruh lembaga negara yang punya kewenangan di suatu bidang pasti ada oknum-oknum seperti ini," jelas Sahroni.
Baca juga: Alur Lengkap Suap dari Djoko Tjandra, 2 Jenderal Polisi 'Rebutan' Jatah |
Sahroni pun mendesak agar sistem dan pengawasan di jajaran aparat penegak hukum perlu diperketat. Ia meminta agar setiap proses apapum di Kepolisian harus transparan agar mencegah potensi untuk korupsi.
"Jadi menurut saya, sistem dan pengawasannya yang harus diperketat. Semua proses harus transparan dan bisa diawasi publik, sehingga memperkecil celah korupsi," kata Sahroni.
Ia menilai hanya sistem yang bisa mengatasi dan mencegah tindakan dari calon aparat yang nakal. Sebab, menurutnya, sebanyak apapun oknum yang ditangkap tidak dapat membuat anggota lainnya takut.
"Mau sebanyak apapun oknum yang ditangkap dan seberat apapun hukumannya, tidak akan membuat calon-calon aparat nakal lainnya takut. Hanya sistem yang bisa mengatasinya," katanya.
Bagaimana alur suap dari Djoko Tjandra yang menjadi rebutan dua jenderal tersebut?
Diketahui, jaksa membeberkan bagaimana seorang Irjen Napoleon Bonaparte mendapatkan suap dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Bahkan, jaksa turut menyebutkan adanya 'tawar-menawar' dalam proses transaksi haram itu hingga 'rebutan' duit suap antara Brigjen Prasetijo Utomo dengan Irjen Napoleon Bonaparte.
Awalnya Djoko Tjandra, yang berada di Kuala Lumpur, Malaysia, berkeinginan kembali ke Indonesia. Namun rencananya itu terkendala statusnya sebagai buron serta red notice di Interpol dalam perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Pada April 2020, Djoko Tjandra pun menyampaikan keresahannya ke seorang kawan bernama Tommy Sumardi, yang berada di Jakarta. Tommy Sumardi kemudian meminta bantuan Brigjen Prasetijo Utomo terkait penghapusan status red notice Djoko Tjandra. Kemudian, Brigjen Prasetijo meneruskan Tommy Sumardi kepada Irjen Napoleon.
Dalam kasus red notice Djoko Tjandra, Irjen Napoleon meminta imbalan Rp 3 miliar melalui Tommy Sumardi. Djoko Tjandra pun memberikan USD 100 ribu ke Tommy Sumardi.
Namun, Brigjen Prasetijo melihat uang yang dibawa Tommy Sumardi kemudian ikut meminta jatah. Ia pun mengambil sebagian jatah uang untuk Irjen Napoleon dari Tommy Sumardi.
Karena jatah uang sudah 'dipotong' Brigjen Prasetijo maka Tommy Sumardi hanya membawa USD 50 ribu untuk Irjen Napoleon. Namun jenderal bintang dua itu menolaknya dan meminta jatah uang lebih besar.
Keesokan harinya, Tommy Sumardi menerima SGD 200 ribu dari Djoko Tjandra yang ditujukan untuk Irjen Napoleon. Beda dari sebelumnya, kini SGD 200 ribu itu, disebut jaksa, diterima Irjen Napoleon.
Dalam kasus ini, Napoleon didakwa menerima suap dengan nilai sekitar Rp 6 miliar dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Suap itu diberikan Djoko Tjandra agar Napoleon yang berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen) mengupayakan penghapusan status buron.
Sementara, Brigjen Prasetijo didakwa menerima suap USD 150 ribu dari Djoko Tjandra. Jika dirupiahkan uang itu senilai Rp 2,1 miliar. Perbuatan Prasetijo disebut jaksa dilakukan bersama-sama dengan Irjen Napoleon Bonaparte yang kala itu menjabat Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri.
Komentar
Berita Lainnya
Inflasi September 2022 1,17 Persen, Tertinggi Sejak Desember 2014 Indonesia
Selasa, 4 Oktober 2022 14:34:54 WIB
HUT ke-77 TNI, Jokowi Beri Tanda Kehormatan Bagi Tiga Prajurit TNI Indonesia
Rabu, 5 Oktober 2022 10:4:36 WIB
Naik-Turun Bus TransJakarta Wajib Tempel Kartu, Saldo Minimum Rp5.000 Indonesia
Rabu, 5 Oktober 2022 10:12:43 WIB
BMKG Minta Warga Waspada Gelombang 2,5 Meter di Empat Wilayah Laut NTT Indonesia
Rabu, 5 Oktober 2022 10:33:18 WIB
Presiden Ingatkan TNI untuk Selalu Siap Hadapi Tantangan Geopolitik Global Indonesia
Rabu, 5 Oktober 2022 14:31:19 WIB
Mesir Gelar Kegiatan Interaktif Belajar Bahasa Mandarin Indonesia
Rabu, 5 Oktober 2022 15:20:17 WIB
Memperkuat Ketahanan Pangan Nasional Indonesia
Rabu, 5 Oktober 2022 17:33:33 WIB
Pertemuan P20 di Buka Indonesia
Kamis, 6 Oktober 2022 14:20:55 WIB
Seluruh Biaya Perawatan Korban Kanjuruhan DItanggung Pemkab Malang Indonesia
Kamis, 6 Oktober 2022 14:48:18 WIB
Direktur PT Liga Indonesia Baru Jadi Tersangka Tragedi Kanjuruhan Indonesia
Jumat, 7 Oktober 2022 10:59:49 WIB
Kronologi Tragedi Kanjuruhan, 11 Tembakan Gas Air Mata Dilepaskan Indonesia
Jumat, 7 Oktober 2022 11:9:42 WIB
Jokowi Minta Dewan Direksi BPJS Ketenagakerjaan Kelola Dana dengan Hati-Hati Indonesia
Jumat, 7 Oktober 2022 14:43:21 WIB
Sekjen PBB Prihatin Atas Insiden Penembakan di Thailand Indonesia
Jumat, 7 Oktober 2022 15:55:21 WIB
Kirab Kebangsaan Merah Putih di Kota Pekalongan Indonesia
Jumat, 7 Oktober 2022 16:3:8 WIB
Mahfud Md Tidak Mempermasalahkan Media Asing Investigasi Tragedi Kanjuruhan Indonesia
Sabtu, 8 Oktober 2022 8:53:51 WIB