Minggu, 3 Oktober 2021 11:54:15 WIB

Dilema Sekolah Tatap Muka
Tiongkok

Dewi Kinar Lestari

banner

Sekolah Atisa Dipamkara, Tangerang.

Dilema Sekolah Tatap Muka

 

Sejak pandemi Covid-19 melanda, dunia pendidikan terpaksa memindahkan proses belajar mengajar dari sekolah ke rumah untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona. Tak terasa, sudah hampir dua tahun kegiatan belajar dari rumah dilaksanakan secara online. Satuan pendidikan sudah melakukan kegiatan belajar melalui webinar, e-learning, radio dan televisi. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim mengatakan, saat ini ada 80 hingga 85 persen masyarakat yang mendukung kebijakan PTM (Pembelajaran Tatap Muka) di sekolah setelah pandemi Covid -19 mulai reda di Indonesia. Hal tersebut yang kemudian menjadi pegangannya dalam mendorong kebijakan PTM terbatas. Nadiem menilai wacana pelaksanaan PTM harus dilakukan setelah semua warga sekolah divaksinasi Covid-19.

Nadiem mengungkapkan kekhawatiran terbesarnya apabila PJJ terus dilakukan, mulai dari learning loss hingga dampak psikis yang bisa diterima oleh peserta didik.  Banyak pro dan kontra terkait persiapan PTM, dirinya kerap dikritik saat membuat kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ataupun saat mendorong kebijakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM).  Terkait hal tersebut,  ia mengaku tidak merasa keberatan jika semua kebijakan diperdebatkan. Lalu bagaimana situasi dan kondisi sesungguhnya yang ada dilapangan atau di sekolah? Apakah sekolah yang berada di zona hijau dan kuning sudah siap melaksanakan pembelajaran tatap muka?

Untuk menyambut sekolah tatap muka mendatang Dino Gunadi S.S M.M salah seorang guru SD di Atisa Dipamkara,Tangerang yang berada di zona kuning menjelaskan, sekolahnya sudah melakukan beberapa persiapan. Seperti penyediaan sarana sanitasi terutama tempat cuci tangan dengan sabun serta melakukan pembelian hand​ sanitizer untuk berjaga-jaga jika tempat cuci tangan yang disediakan mengalami hambatan. Sekolah juga memberikan masker kepada setiap siswa agar terbiasa menggunakan masker. Ia menambahkan, “Kami juga membeli thermogun​ agar setiap siswa secara dini dapat diidentifikasi suhu badannya, papar Dino.

Saat ditanya apa tantangan PJJ, berdasarkan pengalaman yang pernah dilakukan sebelumnya Dino mengatakan pembelajaran jarak jauh tidak dapat dilaksanakan secara maksimal. Banyak kendala yang dihadapi oleh tim pengajar seperti koneksi internet yang tidak stabil, fasilistas PJJyang kurang mendukung, siswa yang masih sulit beradaptasi dengan pola pembelajaran baru dan lain – lain.  “Berdasarkan hal tersebut sekolah kami, menyatakan siap melaksanakan PTM. Akan tetapi, apabila mendapatkan intruksi untuk kembali melaksanakan PJJ,  ia menegaskan sekolah Atisa Dipamkara juga siap. Semua tergantung keputusan ataupun izin yang diberikan oleh pemerintah daerah setempat, dalam hal ini Bupati dan Walikota, Dino menambahkan, keputusan terakhir dalam memilih PTM atau PJJ berada di tangan orang tua siswa. Keputusan kapan sekolah tatap muka dimulai melibatkan juga partisipasi orang tua, tegasnya.

Menurut penuturanDino, kehadiran siswa di satuan pendidikan dibatasi maksimal 50 persen dalam ruang kelas. Setiap kelas juga diwajib untuk melakukan rotasi, hingga wajib memerhatikan protokol kesehatan.




 

 

Komentar

Berita Lainnya