Senin, 3 Januari 2022 6:28:22 WIB

Pengaruh Budaya Tiongkok terhadap Batik Indonesia
Tiongkok

Muhammad Rizal Rumra

banner

goodnewsfromindonesia.id

Sejarah batik di Indonesia bermula sejak zaman kerajaan ratusan tahun lalu dan banyak dipakai oleh para bangsawan serta anggota kerajaan. Namun kini batik semakin populer dan banyak dipakai termasuk oleh anak muda secara kasual. Perpaduan budaya batik antara Indonesia dengan Tiongkok juga semakin tercermin ketika etnis tionghoa di Indonesia mulai memadukan budaya Tiongkok dan budaya Indonesia dalam batik buatan mereka.

\r\n\r\n

Secara historis, Indonesia dan Tiongkok memiliki sejarah batik yang cukup panjang. Walaupun keduanya berbeda dari segi teknik dan model pembuatan batik, namun akulturasi batik keduanya menghasilkan batik terbaik yang dipadukan dengan macam-macam motif dari kedua budaya setempat, seperti motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, atau unsur budaya lainnya yang dipadukan dengan satwa mitos Tiongkok, seperti naga, kilin (anjing berkepala singa), dan lainnya.

\r\n\r\n

Pengaruh budaya Tiongkok telah dirasakan sejak abad ke-13 pada kehidupan di bumi Nusantara sejak para perantau Tionghoa datang ke Pulau Jawa di sekitar pesisir utara. Para perantau kebanyakan berjenis kelamin pria karena perjalanan yang ditempuh sangat panjang dan berbahaya. Kemudian mereka banyak yang menikah dengan wanita setempat. Karena itulah anak cucu mereka disebut Tionghoa Peranakan.

\r\n\r\n

Di Jawa, banyak dari mereka yang mata pencahariannya adalah berdagang. Di akhir abad ke-17, diketahui banyak dari mereka yang juga berdagang batik buatan rakyat setempat. Mereka mengumpulkan batik-batik dari pengrajin kemudian menjual kepada konsumen. Hingga akhirnya pada awal abad ke-19, mereka membuat batik sendiri dan memulai usaha pembatikan hingga berkembang saat ini.

\r\n\r\n

Pengaruh Tiongkok pada zaman tersebut memengaruhi corak dan ragam motif batik yang melahirkan perpaduan karya seni batik oriental dan Nusantara yang sangat indah. Akulturasi budaya sejak ratusan tahun lalu dan terus berkembang sampai saat ini makin terasa seiring semakin dibukanya peluang masyarakat etnis Tionghoa untuk mengekspresikan budayanya.

\r\n\r\n

Orang-orang Tiongkok yang saat itu mendirikan permukiman-permukiman, terutama di Pulau Jawa, seperti Indramayu, Cirebon, Pekalongan, Lasem, dan Tuban, juga berbaur dengan penduduk asli. Uniknya, etnis Tiongkok di Nusantara tetap membawa adat istiadat, agama, dan budaya tanah leluhur mereka yang diselaraskan dengan budaya setempat. Banyak etnis Tiongkok yang akhirnya berpakaian dengan mengikuti cara berpakaian penduduk setempat. Para wanitanya mengenakan sarung batik, sedangkan prianya memakai celana dari bahan batik. Hal itulah yang menyebabkan munculnya kreasi batik-batik dengan ragam hias yang berasal dari budaya Tiongkok.

\r\n\r\n

Batik Tiongkok adalah jenis batik yang dibuat oleh orang-orang Tiongkok atau peranakan yang pada mulanya menampilkan pola-pola dengan ragan hias satwa mitos Tiongkok, seperti naga, singa, burung phoenix (burung hong), kura-kura, kilin (anjing berkepala singa), serta dewa dan dewi Konghucu. Ada pula ragam hias yang berasal dari keramik Tiongkok kuno serta ragam hias berbentuk mega dengan warna merah atau merah dan biru.

\r\n\r\n

Sejak 1910-an, berkembang pula batik Tiongkok yang mengandug ragam hias buketan atau bunga-bunga, karena batik Tiongkok mulai dipengaruhi pola batik Belanda yang pada saat itu sangat laku di pasaran.

\r\n\r\n

Kepandaian orang-orang Tiongkok berdagang serta keuletan dalam berusaha akhirnya membuat mereka dapat menempatkan batik sebagai mata dagangan ekspor. Tiongkok dapat dikatakan merupakan lingkungan pertama yang mengembangkan batik sebagai kebutuhan busana dan gaya berpakaian serta pola-pola batik di lingkungan mereka, sehingga lahirlah apa yang disebut batik Tiongkok.

\r\n\r\n

Selain sebagai bahan busana, sebagian besar batik yang mereka hasilkan digunakan sebagai perlengkapan keagamaan, seperti kain altar (tok-wi) dan taplak meja (muk-li). Sarung-sarung batik yang mereka hasilkan berupa batik-batik dengan pola yang bentuknya sangat mirip dengan pola tekstil ataupun hiasan pada keramik Tiongkok, seperti banji yang melambangkan kebahagian ataupun kelelawar yang melambangkan nasib baik.

\r\n\r\n

Pada perkembangannya, batik Tiongkok menampakkan pola-pola yang lebih beragam, antara lain pola-pola dengan pengaruh ragam hias batik keraton seperti yang terlihat pada batik dua negeri dan tiga negeri.

\r\n\r\n

Daerah perkembangan batik Tiongkok meliputi daerah pesisir ataupun pedalaman dengan nuansa yang dipengaruhi lingkungan. Daerah tersebut adalah Cirebon, Pekalongan, Lasem, Demak, dan Kudus. Di Cirebon, budaya Tionghoa juga berbaur dengan budaya setempat hingga akhirnya menampilkan hasil karya seperti motif mega mendung yang menggambarkan awan mendung yang akan turun hujan sebagai lambang pengharapan akan berkah. Lasem terkenal dengan selendang lokcan-nya (burung phoenix) sebagai ragam hias utamanya, sedangkan Demak dan Kudus mempunyai ciri khas dalam seni latar, antara lain gabah sinawur, dele kecer, dan mrutu sewu. Pekalongan, sebagai tempat terdapatnya perusahaan-perusahaan batik Tiongkok, menghasilkan karya-karya, seperti Oey Soe Tjoen, The Tie Siet, dan Oey Kok Sing, mempunyai ciri khas produk yang terpengaruh budaya Belanda.

\r\n\r\n

Hingga kini, Motif Batik Peranakan masih terus berkembang. Di Pekalongan dan Lasem, pembatikan lama diturunkan pada generasi berikutnya, dan masih meneruskan gaya khas motif lawasannya. Di Cirebon, motif mega mendung masih menjadi ikon batik kota tersebut. Pembatikan di Cirebon banyak terdapat di daerah Trusmi.

\r\n\r\n

Oleh karena itu, apa yang terjadi dalam perkembangan batik Indonesia saat ini sangat dipengaruhi seni dan budaya Tiongkok, walaupun sebenarnya yang membatik juga adalah bangsa kita sendiri. Meskipun motif-motif batik Tiongkok telah berkembang di Indonesia, di negara Tiongkok sendiri tidak ada batik tulis atau cap yang dibuat seperti di Indonesia. Di Tiongkok adanya hanya batik printing seperti yang juga dibuat di Indonesia dan itu sebagian besar juga pesanan dari para pedagang Indonesia karena di Tiongkok lebih murah.

\r\n\r\n

Meski demikian, batik Tiongkok yang dibuat mereka tetap mengandung nilai filosofis Tiongkok. Hal itu sesuai dengan paham yang dianut orang Tiongkok bahwa usia menentukan apa yang dipakai. Kini batik Tiongkok masih meninggalkan jejaknya di dunia perbatikan Indonesia dan terkenal dengan karya batik yang merupakan adikarya batik Indonesia.

Komentar

Berita Lainnya