Selasa, 5 Oktober 2021 8:5:7 WIB

Pemerintah Tegaskan Proyek PLTU Batu Bara Tak Lagi Jadi Opsi
Tiongkok

Dewi Kinar Lestari

banner

Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan pembangunan PLTU batu bara ke depan tidak lagi menjadi opsi seiring dengan komitmen beralih ke energi bersih. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Andry Novelino).

Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan pembangunan PLTU batu bara tidak lagi menjadi opsi pemerintah. Hal tersebut ditunjukkan lewat kebijakan energi nasional yang beralih dari fosil ke energi baru terbarukan yang lebih bersih, minim emisi, dan ramah lingkungan.

"Pembangunan PLTU yang baru tidak lagi menjadi opsi kecuali yang saat ini sudah committed dan dalam tahap konstruksi. Hal ini juga untuk membuka peluang dan ruang cukup besar untuk pengembangan energi baru terbarukan," ungkapnya dikutip dari Antara, Selasa (5/10).

Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 PT PLN (Persero), Arifin menjelaskan penambahan kapasitas pembangkit energi fosil dalam 10 tahun ke depan hanya sebesar 19,6 gigawatt atau 48,4 persen.

Sementara itu, rencana tambahan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan lebih besar, yakni mencapai 20,9 gigawatt atau sekitar 51,6 persen.

Dia menyebut dalam percepatan penambahan pembangkit sebesar 40,6 gigawatt selama satu dekade ke depan, pemerintah akan membuka peran perusahaan listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) untuk pengembangan pembangkit berbasis energi baru terbarukan.

Menurut Arifin, arah kebijakan energi nasional telah sejalan dengan komitmen Indonesia pada Paris Agreement, yaitu penurunan emisi gas rumah kaca sesuai dengan National Determined Contribution (NDC) pada 2030 sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional.

"Saat ini komitmen untuk mengatasi perubahan iklim disikapi dengan road map menuju net zero emission," imbuh dia.

Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa salah satu tantangan yang harus dihadapi menuju net zero emission adalah menyediakan listrik dari sumber energi yang rendah karbon.

Komitmen itu berdampak terhadap keharusan mengurangi dominasi fosil terutama batu bara pada sektor pembangkitan yang saat ini cukup besar, tapi memiliki harga yang relatif murah.

"Selain itu, industri juga dituntut untuk menggunakan energi yang rendah karbon agar produknya dapat diserap oleh pasar internasional," pungkas Arifin.

Komentar

Berita Lainnya