Selasa, 3 Juni 2025 19:15:33 WIB
Makan Bergizi Gratis dan Diplomasi Pangan: Menyongsong Era Baru Kerja Sama Indonesia-Tiongkok dalam Pembangunan Sosial
Indonesia
OPINI/Muhammad Rizal Rumra

Presiden Prabowo Saat Meninjau Kantin Sekolah (Makan Bergizi Gratis) yang Ada di Beijing, Tiongkok (ANTARA/Ho-Tim Media Prabowo)
Pernyataan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), Anindya Novyan Bakrie, pada akhir Mei 2025 mengenai rencana pelibatan pengusaha asal Tiongkok dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi penanda penting dalam transformasi paradigma kerja sama pembangunan antara Indonesia dan Tiongkok.
Rencana ini bukan sekadar inisiatif Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) atau sumbangan filantropis, melainkan cerminan dari upaya membangun pola hubungan bilateral baru yang menggabungkan kepentingan strategis, investasi sosial, dan pembangunan manusia secara terintegrasi.
Program MBG sendiri merupakan program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk periode 2024–2029, dengan tujuan utama mengatasi masalah gizi kronis pada anak-anak, khususnya stunting, sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam jangka panjang. Pemerintah memproyeksikan program ini akan menjangkau jutaan anak di seluruh Indonesia dengan memberikan makanan sehat setiap hari.
Data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan bahwa pada tahun 2022, angka stunting di Indonesia masih berada di angka 21,6%, yang walaupun menurun dari tahun sebelumnya yakni 24,4%, hal itu masih tergolong tinggi. Dengan tantangan global seperti krisis pangan, perubahan iklim, dan kesenjangan sosial yang melebar, program MBG diposisikan sebagai investasi strategis dalam pembangunan sosial yang berkelanjutan.

Keterlibatan Tiongkok dalam program ini dilakukan melalui pembangunan 1.000 unit Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Gotong Royong yang dirancang untuk mendukung pelaksanaan MBG secara nasional. Yang menarik, lokasi SPPG ini direncanakan berdekatan dengan pusat-pusat investasi Tiongkok di Indonesia, sehingga memudahkan integrasi logistik, pemantauan langsung oleh investor, dan efisiensi distribusi.
Pelibatan pelaku usaha Tiongkok dilakukan bukan hanya dalam kerangka CSR, tetapi juga sebagai bentuk investasi sosial jangka panjang. Beberapa entitas bisnis bahkan tertarik pada konsep “MBG Gotong Royong,” yaitu sistem kontribusi operasional yang fleksibel dan dapat disesuaikan dengan profil investasi masing-masing.
Fenomena ini menunjukkan bahwa program sosial nasional tidak lagi berdiri sendiri dalam ruang domestik, melainkan telah menjadi kanal baru bagi diplomasi ekonomi dan soft power. Dari sudut pandang Tiongkok, keterlibatan dalam MBG sejalan dengan strategi luar negeri mereka dalam kerangka Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI), yang mendorong pembangunan bersama melalui investasi infrastruktur, pangan, dan teknologi pertanian.
Tiongkok memandang kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, sebagai mitra kunci dalam menciptakan stabilitas regional dan memperluas pasar ekspor teknologinya. Ketika Tiongkok mendukung program pangan di Indonesia, secara simultan mereka membuka jalur baru untuk pemasaran mesin pertanian, teknologi pengolahan makanan, dan logistik distribusi.
Keterlibatan ini dapat dianalisis menggunakan teori interdependensi dalam ekonomi politik internasional, yang menyatakan bahwa negara-negara akan saling bekerja sama dalam rangka meminimalkan risiko konflik dan meningkatkan manfaat ekonomi bersama. Dalam hubungan ini, Indonesia mendapat manfaat dari percepatan pembangunan infrastruktur sosial, sementara Tiongkok mendapatkan penguatan posisi diplomatik dan ekonomi.
Dalam konteks soft power yang dikemukakan oleh Joseph Nye, dukungan terhadap program MBG memberi Tiongkok citra baru sebagai mitra pembangunan yang peduli, bukan sekadar aktor ekonomi yang agresif. Hal ini penting mengingat sorotan negatif yang kerap diarahkan pada Tiongkok dalam konteks ekspansi pasar dan dominasi produk impor di berbagai negara berkembang.
Bagi Indonesia sendiri, manfaat dari kerja sama ini bersifat multidimensi. Dari sisi sosial, MBG menjadi alat strategis untuk memperbaiki kualitas kesehatan dan pendidikan anak. Studi Bank Dunia menunjukkan bahwa anak yang mengalami kekurangan gizi di usia dini berisiko mengalami penurunan fungsi kognitif dan produktivitas dewasa yang rendah.
Artinya, keberhasilan MBG tidak hanya menurunkan angka stunting, tetapi juga berkontribusi langsung terhadap peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia, terutama pada komponen kesehatan dan pendidikan. Dari sisi ekonomi, program ini mendorong permintaan terhadap bahan pangan lokal dan menciptakan pasar baru untuk sektor pertanian, peternakan, dan perikanan.
Presiden Prabowo telah menegaskan bahwa seluruh bahan makanan yang digunakan dalam MBG, termasuk wadah penyajian harus berasal dari produksi domestik. Ini merupakan strategi yang secara eksplisit ditujukan untuk menciptakan multiplier effect atau efek pengganda bagi petani, nelayan, peternak, serta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal. Dengan anggaran harian yang diproyeksikan mencapai Rp1,2 triliun, program MBG diharapkan menjadi penggerak utama ekonomi rakyat.
Pemerintah juga telah menyiapkan 1.336 koperasi lokal sebagai pelaksana dapur gotong royong, menjadikannya salah satu intervensi sosial paling besar dalam sejarah Indonesia dari sisi jumlah aktor lokal yang terlibat. Implementasi awal di daerah seperti Jakarta, Jawa Tengah, dan Sumatera Barat menunjukkan dampak yang menjanjikan. Anak-anak lebih semangat bersekolah karena mendapatkan makanan sehat, dan petani lokal mulai mengalami peningkatan permintaan hasil panen. Ini adalah bentuk nyata dari pendekatan partisipatif pembangunan yang melibatkan masyarakat sebagai subjek, bukan sekadar objek program.
Dari sisi teori pembangunan manusia seperti yang diajukan Amartya Sen, program ini merupakan bentuk ekspansi kapabilitas masyarakat, di mana negara berperan aktif dalam memastikan bahwa setiap anak memiliki akses pada gizi yang cukup dan masa depan yang lebih sehat. Ini menunjukkan bahwa pembangunan tidak semata-mata soal pertumbuhan ekonomi makro, tetapi tentang memperluas pilihan hidup dan kesempatan individu untuk berkembang.
Di sisi lain, jika dilihat dalam kerangka neoliberal institusionalisme, keberhasilan kerja sama ini akan sangat bergantung pada kekuatan institusi penghubung seperti KADIN dan Kamar Dagang Tiongkok yang mampu menciptakan tata kelola kolaborasi yang transparan, akuntabel, dan berkelanjutan.
Meski menjanjikan, tantangan program ini tidak kecil. Pemerintah harus memastikan bahwa integritas dan kedaulatan program tetap dijaga, terutama dalam hal distribusi manfaat agar tidak hanya dinikmati oleh wilayah atau kelompok tertentu. Risiko korupsi, ketimpangan akses, dan ketergantungan teknologi asing perlu diantisipasi dengan sistem pemantauan yang berbasis data dan partisipasi publik. Keterlibatan akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan media menjadi krusial untuk menjaga akuntabilitas dan mengevaluasi dampak program berdasarkan indikator nyata seperti status gizi anak, kehadiran sekolah, dan pendapatan petani.
Pada akhirnya, Program MBG dengan dukungan kerja sama Tiongkok tidak bisa dilihat sebagai sekadar proyek makan gratis atau program sosial biasa. Ia adalah cerminan dari transformasi paradigma pembangunan nasional yang semakin terintegrasi dalam sistem global, dan sekaligus menjadi uji coba bagaimana diplomasi pembangunan dapat dijalankan dalam bentuk yang konkret, inklusif, dan saling menguntungkan. Jika dikelola dengan cermat dan berpihak pada rakyat, kerja sama ini berpotensi menjadi model kolaborasi pembangunan antara negara berkembang dan kekuatan besar dunia, dalam menjawab tantangan zaman yang menuntut kerja kolektif lintas batas negara.
Komentar
Berita Lainnya
Inflasi September 2022 1,17 Persen, Tertinggi Sejak Desember 2014 Indonesia
Selasa, 4 Oktober 2022 14:34:54 WIB

HUT ke-77 TNI, Jokowi Beri Tanda Kehormatan Bagi Tiga Prajurit TNI Indonesia
Rabu, 5 Oktober 2022 10:4:36 WIB

Naik-Turun Bus TransJakarta Wajib Tempel Kartu, Saldo Minimum Rp5.000 Indonesia
Rabu, 5 Oktober 2022 10:12:43 WIB

BMKG Minta Warga Waspada Gelombang 2,5 Meter di Empat Wilayah Laut NTT Indonesia
Rabu, 5 Oktober 2022 10:33:18 WIB

Presiden Ingatkan TNI untuk Selalu Siap Hadapi Tantangan Geopolitik Global Indonesia
Rabu, 5 Oktober 2022 14:31:19 WIB

Mesir Gelar Kegiatan Interaktif Belajar Bahasa Mandarin Indonesia
Rabu, 5 Oktober 2022 15:20:17 WIB

Memperkuat Ketahanan Pangan Nasional Indonesia
Rabu, 5 Oktober 2022 17:33:33 WIB

Pertemuan P20 di Buka Indonesia
Kamis, 6 Oktober 2022 14:20:55 WIB

Seluruh Biaya Perawatan Korban Kanjuruhan DItanggung Pemkab Malang Indonesia
Kamis, 6 Oktober 2022 14:48:18 WIB

Direktur PT Liga Indonesia Baru Jadi Tersangka Tragedi Kanjuruhan Indonesia
Jumat, 7 Oktober 2022 10:59:49 WIB

Kronologi Tragedi Kanjuruhan, 11 Tembakan Gas Air Mata Dilepaskan Indonesia
Jumat, 7 Oktober 2022 11:9:42 WIB

Jokowi Minta Dewan Direksi BPJS Ketenagakerjaan Kelola Dana dengan Hati-Hati Indonesia
Jumat, 7 Oktober 2022 14:43:21 WIB

Sekjen PBB Prihatin Atas Insiden Penembakan di Thailand Indonesia
Jumat, 7 Oktober 2022 15:55:21 WIB

Kirab Kebangsaan Merah Putih di Kota Pekalongan Indonesia
Jumat, 7 Oktober 2022 16:3:8 WIB

Mahfud Md Tidak Mempermasalahkan Media Asing Investigasi Tragedi Kanjuruhan Indonesia
Sabtu, 8 Oktober 2022 8:53:51 WIB
