BEIJING, Radio Bharata Online – Ditengah kenaikan suku bunga global, banyak negara harus waspada terhadap potensi risiko keuangan.
Pejabat keuangan Tiongkok pada Sabtu mengatakan, menyusul kegagalan bank AS baru-baru ini, mereka menyarankan agar Tiongkok membangun sistem tata kelola keuangan internasional yang baru, di sepanjang Belt and Road Initiative (BRI).
Wakil Menteri Keuangan Tiongkok, Xia Xiande pada Forum Manajemen Aset Global yang diadakan di Beijing selama akhir pekan, kepada Thepaper.cn mengatakan, menyusul kegagalan Silicon Valley Bank [SVB] baru-baru ini dan beberapa bank lain di AS dan Eropa, semua negara harus waspada terhadap risiko keuangan, karena suku bunga tinggi di seluruh dunia kemungkinan akan bertahan.
Liang Haiming, dekan Institut Riset Sabuk dan Jalan Universitas Hainan, kepada Global Times pada hari Minggu mengatakan, kegagalan SVB hanyalah puncak gunung es, karena banyak bank kecil di AS menghadapi masalah yang sama. Sementara itu, suku bunga dolar AS yang tinggi, terus mendorong arus keluar modal dari pasar negara berkembang, dan akan banyak negara menghadapi biaya utang yang lebih tinggi, yang dapat memicu krisis keuangan.
Namun, mengingat operasi ekonomi makro Tiongkok yang sehat, peraturan perbankan yang tepat dan strategi operasi bank komersial Tiongkok yang stabil, risiko keuangan yang mirip dengan runtuhnya SVB dan Credit Suisse yang bermasalah, tidak akan terjadi di Tiongkok.
Cao Cao Heping, seorang ekonom di Universitas Peking, kepada Global Times mengatakan, dalam menghadapi tantangan seperti epidemi COVID-19 dan kenaikan suku bunga yang belum pernah terjadi sebelumnya yang diadopsi oleh negara maju, Tiongkok selalu berpegang pada kebijakan moneter yang hati-hati, dan lebih mengandalkan stimulus fiskal untuk meningkatkan perekonomian, yang memastikan suku bunga stabil.
Pelajaran dari runtuhnya SVB adalah bahwa Tiongkok harus mengeksplorasi sistem manajemen risiko keuangan, berdasarkan situasi domestik dengan mempertimbangkan dampak faktor eksternal. (GT)