Senin, 20 Desember 2021 3:48:59 WIB
Sejarah Kampung Tionghoa di Manado Tahun 1607
Sosial Budaya
agsan
Pecinan di Manado
Jakarta, Bolong.id – Pecinan adalah kawasan berpenghuni mayoritas Tionghoa. Pembantaian terhadap orang-orang Tionghoa oleh Belanda (Chinezenmoord) di Batavia tahun 1740, zaman Gubernur Jenderal Adriaan Valckenier, merupakan awal terbentuknya Pecinan di Nusantara.
Dilansir dari Tionghoa.info, Kebijakan pemerintah Hindia Belanda pasca peristiwa tahun 1740, yang memberlakukan wijkenstelsel, membuat orang Tionghoa bermukim di tempat yang sudah ditentukan agar mudah diawasi oleh Belanda.
Tempat inilah yang kemudian berkembang menjadi kampung Pecinan, yang dipimpin seorang Wijkmeester (Loh tia) atau hukum tua (istilah di Sulawesi Utara).
Adapun Pecinan merupakan sebutan khas di Pulau Jawa. Imigran atau perantau Tionghoa asal Tiongkok disebut Huaqiao (Hoa Kiau). Namun, Wang Gungwu (1985) mengelompokkan perantau asal Tiongkok ini dalam 4 kelompok, yakni :
1. Huashang
Huashang atau pedagang Tionghoa yang merupakan kelompok penting dalam sejarah migrasi imigran Tiongkok, yang kebanyakan dari sub etnis Hokkian dan Hakka.
2. Huagong
Huagong atau para pekerja, buruh, petani tanpa tanah, pengangguran, serta pekerja miskin di perkotaan Tiongkok.
3. Huaqiao
Huaqiao atau kelompok imigran yang datang dengan kesadaran meninggalkan Tiongkok untuk mengubah nasib.
4. Huayi
Huayi atau keturunan Tionghoa yang sudah menetap lama dan melahirkan keturunan atau generasi kesekian di Nusantara.
Interaksi perantau Tionghoa di Manado dimulai saat bangsa Eropa datang ke tanah Minahasa dengan membawa pekerja orang Tionghoa.
Bangsa Portugis yang dipimpin Simao d’abreu tiba di tanah Minahasa tahun 1523. Adapun bangsa Spanyol Tasikela (Kastela) menginjakkan kakinya di tanah Minahasa tahun 1530. Dari catatan sejarah, pemukiman orang Tionghoa di Manado berawal pada tahun 1607, saat Gubernur Maluku Admiral Mattelief de Jong mengirim sebuah Jung Tiongkok untuk membeli beras di tanah Minahasa.
Saat itu di Tiongkok, Dinasti Ming (1368-1643) sedang berkuasa. Tahun 1608, Kapal Belanda yang dipimpin Jan Lodewijkkz Rossinggeyn mendarat di tanah Minahasa, dan mendirikan Loji tempat mengumpulkan hasil bumi. Loji ini kemudian diberi nama Loji Manado, yang merupakan asal kota Manandou, tempat membuat garam bagi sub etnis Tombulu Minahasa.
Beberapa waktu kemudian, pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1655 membuat benteng kayu di Manado, dan diberi nama Nederlanche Vasticheijt. Tahun 1673, benteng dari kayu direnovasi, dan diganti dengan benteng yang terbuat dari beton, dan diberi nama Fort Amsterdam. Proses renovasi benteng ini selesai pada tahun 1703, yang dipimpin oleh Henry Duchiels.
Benteng Fort Amsterdam dilengkapi dengan pos penjagaan untuk mengawasi lintas perdagangan. Sekarang, lokasi benteng ini disebut Pasar 45. Interaksi perantau Tionghoa semakin intens, seiring waktu perantau Tionghoa terus berdatangan ke Manado.
Dibelakang benteng Fort Amsterdam ini, mulainya dibangun perkampungan (Loh Tia), yang merupakan sebuah kawasan pemukiman orang Tionghoa di Manado, yang kemudian disebut Kampung China. Bersebelahan dengan kampung China, terdapat kampung Arab.
Adapun tujuan pemukiman berdasarkan etnis ini menurut pemerintah kolonial, adalah lebih mempermudah pengawasan. dan untuk menjaga ketertiban di Kampung, maka diangkat seorang Wijkmeester. Adapun sebutan untuk pemimpin Tionghoa yang lebih tinggi dari seorang Wijkmeesrer adalah Luitenant dan Kapitein der Chinezeen.
Beberapa nama yang pernah menjabat Wijkmeester di Kampung China (Letter G) diataranya Pauw Djoe, Tjoa Tjaoe Hoei, dan Tjia Pak Liem.
Adapun yang menjabat pemimpin Tionghoa di Manado dengan sebutan Luitenant, diantaranya Que Ing Hin, Ong Bond Jie, dan Tan Bian Loe.
Sementara beberapa nama pemimpin Tionghoa dengan sebutan Kapiten China (Kapitein der Chinezeen) adalah The Tjien Tjo, Sie Sieuw, Ong Seng Hie, Lie Tjeng Lok, Tan Tjin Bie, Oei Pek Yong, Lie Goan Oan, dan Yjia Goan Tjong. (*)
https://bolong.id/mg/1221/sejarah-kampung-china-di-manado-tahun-1607-begini
Komentar
Berita Lainnya
Impian Ren Zhe menggabungkan budaya melalui karyanya Sosial Budaya
Selasa, 4 Oktober 2022 17:3:36 WIB
TING BAATAR Delegasi yang mengabdikan diri untuk membantu orang Sosial Budaya
Rabu, 5 Oktober 2022 17:36:8 WIB
Kanal Besar Menyaksikan Perubahan Hangzhou dari Pusat Industri Menjadi Permata Budaya Sosial Budaya
Rabu, 5 Oktober 2022 20:44:15 WIB
Demam Bersepeda Perkotaan Mencerminkan Pembangunan Yang direncanakan, Beralih ke Gaya Hidup Hijau Sosial Budaya
Rabu, 5 Oktober 2022 21:3:58 WIB
Bali memperingati Maulid Nabi 1444 H dengan menampilkan Tari Rodat Sosial Budaya
Sabtu, 8 Oktober 2022 13:18:8 WIB
Pelestarian Lingkungan Sungai Yangtze Sosial Budaya
Sabtu, 8 Oktober 2022 16:4:14 WIB
Meningkatnya Populasi panda penangkaran global Sosial Budaya
Rabu, 12 Oktober 2022 22:28:3 WIB
80 Persen kapas di Petik oleh Mesin Pemanen di Xinjiang Sosial Budaya
Rabu, 12 Oktober 2022 22:32:41 WIB
Musik Tradisional di Kota Es Harbin Daya Tarik Wisata Global Sosial Budaya
Selasa, 18 Oktober 2022 22:53:38 WIB
Transformasi Bekas Kompleks Industri di Liaoning Menjadi Taman Budaya Sosial Budaya
Rabu, 19 Oktober 2022 10:28:48 WIB
Hong Kong Freespace Jazz Fest hadir kembali, menampilkan Jill Vidal, Eugene Pao dan Ted Lo Sosial Budaya
Senin, 24 Oktober 2022 18:0:34 WIB
Perlindungan Digital Pada Situs Gua Berusia 1600 tahun Di Kota Zhangye Sosial Budaya
Jumat, 28 Oktober 2022 12:8:17 WIB
Situs Warisan Budaya, Memperkokoh Kepercayaan Bangsa Sosial Budaya
Minggu, 30 Oktober 2022 8:21:51 WIB
Hari Kota Sedunia dirayakan di Shanghai Sosial Budaya
Minggu, 30 Oktober 2022 15:32:5 WIB
Wang Yaping: Impian Terbesarku adalah Kembali Terbang ke Luar Angkasa Sosial Budaya
Jumat, 4 November 2022 18:6:41 WIB