Minggu, 7 November 2021 0:15:58 WIB
Khawatirnya Ilmuwan Lautan Bakal Rendam Daratan Asia
Sosial Budaya
Agsan
Ilustrasi efek pemanasan global bikin es mencair (Foto: Getty Images/Mario Tama)
Para peneliti mengungkapkan kekhawatirannya soal kenaikan air laut akibat pemanasan global. Lautan diprediksi meluas hingga merendam sejumlah kota di daratan Asia.
Dilansir dari AFP, Sabtu (6/11/2021), para peneliti memperingatkan kenaikan air laut tetap terjadi meski manusia bisa membatasi kenaikan suhu global 1,5 derajat Celsius di atas level pra-industri. Kenaikan air laut pada kondisi itu diprediksi terjadi selama beberapa abad ke depan dan menggenangi kota-kota yang menjadi tempat tinggal setengah miliar orang.
Prediksi itu disampaikan dalam laporan para peneliti Environmental Research Letters. Laporan itu menyebut jika suhu global naik 2 derajat Celsius, maka 200 juta penduduk perkotaan lainnya akan mendapati tempat tinggal mereka terendam air laut hingga setinggi lutut. Wilayah mereka juga akan lebih rentan dilanda badai yang menghancurkan.
Menurut laporan itu, situasi terburuk diperkirakan berpotensi terjadi kawasan Asia yang menjadi lokasi dari sembilan kota besar yang berisiko tinggi. Para peneliti dari Princeton University dan Potsdam Institute for Climate Impact Research di Jerman ikut berkontribusi dalam laporan ini.
Para peneliti itu menyebut daratan yang menjadi rumah bagi separuh total populasi Bangladesh dan Vietnam diprediksi berada di bawah garis pasang tinggi untuk jangka panjang. Kondisi itu bakal terjadi jika suhu global naik 2 derajat Celsius. Area-area dengan pembangunan pesat di Tiongkok, India dan Indonesia juga diprediksi akan menghadapi kehancuran.
Sebagian besar proyeksi kenaikan permukaan air laut dan ancaman yang ditimbulkan pada kota-kota tepi pantai akan berlangsung hingga akhir abad ini. Kenaikan permukaan air laut diprediksi mencapai setengah meter, namun kondisi itu bisa lebih rendah atau lebih tinggi tergantung pada kondisi polusi karbon.
Menurut laporan para peneliti itu, lautan akan terus meluas selama ratusan tahun setelah tahun 2100 yang dipicu oleh pencairan lapisan es, panas yang terjebak di lautan dan dinamika air yang menghangat. Kondisi itu diprediksi tetap terjadi tidak peduli seberapa agresifnya emisi gas kaca diturunkan.
"Sekitar 5 persen dari total populasi dunia saat ini tinggal di daratan yang ada di bawah level air pasang yang diperkirakan akan naik berdasarkan karbon dioksida yang ditambahkan oleh aktivitas manusia ke dalam atmosfer," sebut CEO dan kepala peneliti Climate Central, Ben Strauss, yang memimpin penyusunan laporan Environmental Research Letters ini.
Konsentrasi CO2 saat ini disebut mencapai 50 persen lebih tinggi dibandingkan tahun 1800 dan suhu rata-rata permukaan Bumi naik 1,1 derajat Celsius. Strauss mengatakan situasi seperti ini cukup untuk menaikkan permukaan laut nyaris 2 meter dalam waktu dua hingga 10 abad.
Batas pemanasan global 1,5 derajat Celsius yang disepakati dalam Perjanjian Paris diterjemahkan menjadi hampir tiga meter kenaikan permukaan laut untuk jangka panjang. Hal itu disebut bisa dicegah jika para insinyur menemukan cara dengan cepat menghilangkan CO2 dari atmosfer.
Komitmen untuk mengurangi karbon secara nasional yang diatur dalam Perjanjian Paris tahun 2015, jika tetap dihormati, masih akan membuat Bumi mengalami pemanasan global hingga 2,7 derajat Celsius pada tahun 2100 mendatang. Jika upaya-upaya untuk mengendalikan gas rumah kaca goyah, maka suhu global akan bisa naik hingga 4 derajat Celsius atau lebih di atas level pertengahan abad ke-19.
Pemanasan global sebesar itu diprediksi menaikkan permukaan laut hingga 6-9 meter dalam jangka panjang. Situasi itu akan membuat kota-kota yang kini ditinggali nyaris 1 miliar orang untuk membuat pertahanan besar-besaran terhadap kenaikan permukaan laut di masa mendatang atau membangun kembali di dataran yang lebih tinggi.
Di Tiongkok misalnya, daratan yang kini ditinggali oleh 200 juta orang akan berada di bawah garis air pasang dalam skenario pemanasan global 3 derajat Celsius. Ancaman itu tidak hanya jangka panjang.
Ketiadaan tembok laut besar diprediksi membuat kota-kota besar di Tiongkok, yang kini dihuni puluhan juta orang, akan menjadi tidak layak huni dalam kurun waktu 80 tahun.
"Pemanasan 1,5 derajat Celsius masih akan menyebabkan kenaikan permukaan laut yang menghancurkan, namun alternatif dengan suhu lebih panas akan jauh lebih buruk," sebut Strauss.
"Kita berada dalam situasi buruk, tapi tidak pernah terlambat untuk melakukan hal yang lebih baik, dan perbedaan yang kita buat sangat besar," cetusnya.
Para peneliti memperingatkan tingkat pemanasan global yang lebih tinggi bakal membuat bahaya yang lebih tinggi pula. Misalnya, disintegrasi lapisan es yang tidak bisa diubah hingga pelepasan simpanan alami CO2 dan metana di permafrost atau tanah beku abadi.
Strauss mengatakan membatasi pemanasan global serendah mungkin bisa memberikan manusia lebih banyak waktu untuk beradaptasi.
"Hampir dapat dipastikan bahwa permukaan laut akan naik lebih lambat di dunia yang menghangat 1,5 derajat Celsius hingga 2 derajat Celsius," ucapnya.
https://news.detik.com/internasional/d-5800300/khawatirnya-ilmuwan-lautan-bakal-rendam-daratan-asia.
Komentar
Berita Lainnya
Impian Ren Zhe menggabungkan budaya melalui karyanya Sosial Budaya
Selasa, 4 Oktober 2022 17:3:36 WIB
TING BAATAR Delegasi yang mengabdikan diri untuk membantu orang Sosial Budaya
Rabu, 5 Oktober 2022 17:36:8 WIB
Kanal Besar Menyaksikan Perubahan Hangzhou dari Pusat Industri Menjadi Permata Budaya Sosial Budaya
Rabu, 5 Oktober 2022 20:44:15 WIB
Demam Bersepeda Perkotaan Mencerminkan Pembangunan Yang direncanakan, Beralih ke Gaya Hidup Hijau Sosial Budaya
Rabu, 5 Oktober 2022 21:3:58 WIB
Bali memperingati Maulid Nabi 1444 H dengan menampilkan Tari Rodat Sosial Budaya
Sabtu, 8 Oktober 2022 13:18:8 WIB
Pelestarian Lingkungan Sungai Yangtze Sosial Budaya
Sabtu, 8 Oktober 2022 16:4:14 WIB
Meningkatnya Populasi panda penangkaran global Sosial Budaya
Rabu, 12 Oktober 2022 22:28:3 WIB
80 Persen kapas di Petik oleh Mesin Pemanen di Xinjiang Sosial Budaya
Rabu, 12 Oktober 2022 22:32:41 WIB
Musik Tradisional di Kota Es Harbin Daya Tarik Wisata Global Sosial Budaya
Selasa, 18 Oktober 2022 22:53:38 WIB
Transformasi Bekas Kompleks Industri di Liaoning Menjadi Taman Budaya Sosial Budaya
Rabu, 19 Oktober 2022 10:28:48 WIB
Hong Kong Freespace Jazz Fest hadir kembali, menampilkan Jill Vidal, Eugene Pao dan Ted Lo Sosial Budaya
Senin, 24 Oktober 2022 18:0:34 WIB
Perlindungan Digital Pada Situs Gua Berusia 1600 tahun Di Kota Zhangye Sosial Budaya
Jumat, 28 Oktober 2022 12:8:17 WIB
Situs Warisan Budaya, Memperkokoh Kepercayaan Bangsa Sosial Budaya
Minggu, 30 Oktober 2022 8:21:51 WIB
Hari Kota Sedunia dirayakan di Shanghai Sosial Budaya
Minggu, 30 Oktober 2022 15:32:5 WIB
Wang Yaping: Impian Terbesarku adalah Kembali Terbang ke Luar Angkasa Sosial Budaya
Jumat, 4 November 2022 18:6:41 WIB