Minggu, 12 Juni 2022 0:47:53 WIB

Menilik Warisan Budaya di Pantjoran Tea House Glodok
Sosial Budaya

Agsan

banner

Pantjoran Tea House Glodok.

Jakarta - Cita rasa dan tradisi yang masih terjaga membuatnya menjadi salah satu destinasi kuliner favorit di ibu kota. Budaya minum teh, misalnya yang masih kerap dilakukan oleh warga di kawasan Pecinan.

Menempati sebuah gedung tua yang sudah berdiri sejak tahun 1635 di depan Plaza Glodok, rumah teh ini sebelumnya merupakan toko obat tertua kedua di Jakarta yang didirikan sekitar tahun 1928. Alih fungsi menjadi rumah teh sendiri baru dilakukan pada tahun 2016 lalu.

Review: Menilik Warisan Budaya di Pantjoran Tea House Glodok\

Pantjoran Tea House Glodok. (Foto: Safira Maharani/kumparan)

 

Suasana oriental sangat kental terasa saat kumparan (kumparan.com) memasuki kedai teh ini. Dekorasi lampion dan ukiran pada pintu, jendela, serta penyekatnya tampak serasi dengan arsitektur bangunan kolonial yang masih tetap dipertahankan.

Tak hanya menyajikan beragam menu teh, Pantjoran Tea House juga menyediakan berbagai menu masakan Tionghoa. Untuk menu pembuka, kumparan memilih menu Sup Fishmaw Pantjoran (Rp 35 ribu).

Review: Menilik Warisan Budaya di Pantjoran Tea House Glodok (1)\

Pantjoran Tea House Glodok. (Foto: Safira Maharani/kumparan)

 

Terbuat dari perut ikan, sup ini memiliki cita rasa gurih dan tekstur yang sangat lembut. Daging perut ikan juga masih terasa kenyal saat dikunyah.

Pilihan kedua jatuh pada menu rekomendasi restoran ini, yaitu Ayam Saus Pantjoran (Rp 50 ribu). Ayam goreng yang dibalut dengan tepung ini disiram menggunakan saus khas Pantjoran Tea House.

Review: Menilik Warisan Budaya di Pantjoran Tea House Glodok (2)\

Pantjoran Tea House Glodok. (Foto: Safira Maharani/kumparan)

 

Cita rasa asam manis dari saus sangat terasa, ditambah dengan tekstur renyah dari ayam goreng membuatnya semakin lezat. Kami juga mencoba hidangan rekomendasi lainnya, yaitu Lumpia Udang Kulit Tahu Goreng (Rp 26 ribu).

Dimsum dari kedai teh ini disajikan bersama saus asam manis sebagai pelengkap. Tekstur udang yang lembut dibalut dengan kulit tahu yang renyah memiliki cita rasa gurih.

Review: Menilik Warisan Budaya di Pantjoran Tea House Glodok (3)\

Pantjoran Tea House Glodok. (Foto: Safira Maharani/kumparan)

Rasa asam manis dan gurih menyatu saat menyantapnya bersama dengan saus pendamping. Tak lupa, kami juga memesan satu set menu teh Jasmine yang disajikan dengan menggunakan metode jamuan teh ala Tionghoa, yaitu Gong Fu Cha (Rp 75 ribu).

Sajian kue kering sebagai pendamping juga dihidangkan. Teh yang disajikan terasa ringan dan segar. Apalagi, tidak adanya penambahan gula dalam proses pembuatannya membuat rasa asli dari teh sangat terasa.

Review: Menilik Warisan Budaya di Pantjoran Tea House Glodok (4)\

Pantjoran Tea House Glodok. (Foto: Safira Maharani/kumparan)

Menariknya, kedai teh ini juga masih menyimpan beberapa tradisi yang telah ada sejak dulu, salah satunya adalah tradisi patekoan. Tradisi meletakkan delapan teko teh yang disajikan untuk para pejalan kaki ini masih dilestarikan hingga saat ini.

Selain itu, berbagai acara kebudayaan seperti seni melukis dari Tiongkok dan workshop seni kerajinan juga sering diadakan di Pantjoran Tea House. Buka mulai pukul 7 pagi hingga 9 malam, Pantjoran Tea House bisa menjadi pilihan untuk menikmati secangkir teh hangat yang khas saat sedang berkunjung ke Pecinan Glodok.

https://kumparan.com/kumparanfood/review-menilik-warisan-budaya-di-pantjoran-tea-house-glodok-1519798394250/full

Komentar

Berita Lainnya

Pelestarian Lingkungan Sungai Yangtze Sosial Budaya

Sabtu, 8 Oktober 2022 16:4:14 WIB

banner
Hari Kota Sedunia dirayakan di Shanghai Sosial Budaya

Minggu, 30 Oktober 2022 15:32:5 WIB

banner