Selasa, 8 November 2022 17:53:16 WIB

Pakar Ilmu Falak Muhammadiyah Jelaskan Hubungan Gerhana Bulan dan Kalender Islam
Sosial Budaya

Endro - Radio Bharata Online

banner

Ilustrasi (muhammadiyah.or.id)

YOGYAKARTA, Radio Bharata Online – Bagi umat Islam, peristiwa gerhana matahari maupun gerhana bulan, sama-sama memiliki arti penting untuk merenungkan kebesaran Sang Maha Pencipta. Karena itu dianjurkan untuk menunaikan salat dan khutbah gerhana.

Pakar Falak Muhammadiyah Susiknan Azhari mengatakan, bahwa pada Selasa, 08 November 2022 akan terjadi gerhana bulan. Persoalan ini sering dikaitkan dengan problematika penyatuan kalender Islam.

"Peristiwa gerhana merupakan bagian penting dalam studi astronomi Islam. Seringkali orang bertanya dan mengaitkan dengan persoalan penyatuan kalender Islam. Mengapa dalam kasus hilal perdebatan tidak kunjung selesai?" ucap Susiknan pada Selasa (08/11) dikutip dari situs resmi Muhammadiyah.

Menurut Susiknan, peristiwa gerhana sudah dapat diprediksi jauh-jauh hari, dan hasilnya selalu sesuai dengan realitas, termasuk yang terakhir peristiwa Gerhana Matahari Sebagian pada 25 Oktober 2022 silam.  Kecanggihan teknologi dan perkembangan studi astronomi telah memungkinkan manusia dapat memprediksi kapan terjadinya gerhana, bahkan untuk ratusan tahun yang akan datang. Lantas, mengapa dalam kasus hilal perdebatan seolah tak kunjung berakhir?

"Kegelisahan yang wajar. Meskipun demikian untuk menjawabnya tentu tidak semudah membalikkan tangan. Di sini diperlukan berbagai pendekatan agar pihak-pihak yang 'bersebrangan' bisa saling memahami dan dicari formulasi yang 'menyenangkan' semua pihak," ucap Susiknan.

Sepanjang pengamatannya, Susiknan mengatakan bahwa selama era reformasi ketika hasil perhitungan menunjukkan posisi hilal di bawah ufuk (-), tidak ada laporan keberhasilan melihat hilal. Dengan kata lain, semua pihak meyakini bahwa hilal tidak mungkin terlihat. Meskipun ada yang melapor pasti ditolak. Dalam praktiknya selama ini, ketika posisi hilal di bawah ufuk umur bulan, bulan selalu digenapkan menjadi 30 hari. Sementara itu, jika hasil hisab menunjukkan bahwa posisi hilal di atas ufuk (+) maka muncul beragam pandangan. Dan disinilah titik krusial yang selama ini terjadi.

"Apakah titik krusial itu tidak bisa dikompromikan dalam perspektif syar’i dan sains? Jawabannya sangat mungkin dipertemukan. Sesungguhnya para pihak terkait sangat memahami bahwa benda-benda langit sangat teratur, tertib, dan bergerak sesuai tempat edarnya," ucap Susiknan.

Bukti konkret benda langit selalu bergerak rapi ialah, bahwa gerhana yang terjadi selama ini senantiasa bersesuaian. Karenanya, konsep 'hilal persatuan' yang diupayakan, memerlukan 'keseimbangan pemahaman' dan tidak boleh berat sebelah seperti penentuan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.

Selain itu, Susiknan menerangkan bahwa dalam konteks penyatuan kalender Islam, peristiwa gerhana dapat menjadi acuan memahami nas secara dinamis sesuai perkembangan zaman. Sehingga upaya penyatuan tidak hanya fokus pada persoalan kriteria. Aspek lain terkait kalender Islam perlu memperoleh perhatian. Umat Islam saatnya memiliki satu sistem kalender Islam yang dapat diterima semua pihak, agar ada kepastian dalam sistem transasksi uang di perbankan, jadwal penerbangan, internasional untuk jamaah haji, dan kepentingan lainnya.

"Untuk itu menurut Moedji Raharto (Pakar/Dosen Astronomi ITB - Red), umat Islam perlu mewujudkan kalender Islam yang mapan berbasiskan hisab. Dan tidak meninggalkan historikal rukyat untuk menjadi bahan evaluasi terhadap kriteria hilal yang dipedomani," pungkas Susiknan.

Komentar

Berita Lainnya

Pelestarian Lingkungan Sungai Yangtze Sosial Budaya

Sabtu, 8 Oktober 2022 16:4:14 WIB

banner
Hari Kota Sedunia dirayakan di Shanghai Sosial Budaya

Minggu, 30 Oktober 2022 15:32:5 WIB

banner