Sabtu, 10 Agustus 2024 12:50:48 WIB
KBRI Beijing Silaturahmi Warga "guiqiao" Jelang Peringatan HUT RI
Sosial Budaya
ANTARA/AP Wira
Duta Besar Republik Indonesia untuk Tiongkok dan Mongolia Djauhari Oratmangun (kedua dari kiri) menerima kenang-kenangan berupa lukisan dari perwakilan perkumpulan "guiqiao" Li Kuitang (kedua dari kanan) di Wisma Indonesia, KBRI Beijing, Tiongkok pada Jumat (9/8). (ANTARA/Desca Lidya Natalia)
BEIJING, Radio Bharata Online - Bersama dengan masyarakat "guiqiao" atau "friends of Indonesia" Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beijing menggelar silaturahmi menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 RI.
Duta Besar RI untuk Tiongkok dan Mongolia Djauhari Oratmangun di Wisma Indonesia, kompleks KBRI Beijing, Tiongkok pada Jumat malam mengatakan, "Tradisi kami di sini adalah mengundang 'friend of Indonesia' sebelum 17 Agustus, meski hujan lebat tapi kami senang tetap banyak yang datang dan kita bisa sama-sama menikmati masakan Indonesia,"
"Guiqiao" sendiri merujuk kepada mereka yang lahir dan telah tinggal di luar Tiongkok tapi kemudian bermigrasi ke negara asal leluhur mereka. Migrasi ditafsirkan pemerintah Tiongkok sebagai "kembali ke rumah" atau "gui", sedangkan "qiao" berarti perantau atau orang yang tinggal di luar negeri.
Istilah "guiqiao" ditetapkan oleh pemerintah Tiongkok merujuk kepada orang Tionghoa di perantauan yang kembali ke Tiongkok pada periode 1950-1960. Sedangkan istilah "Yinni Guiqiao" merujuk kepada mereka yang lahir atau tinggal di Indonesia kemudian pindah ke Tiongkok pada tahun tersebut dan kini telah menjadi warga negara Tiongkok setelah tinggal di Tiongkok selama sekitar 60 tahun.
Hadir sekitar 20 orang "guiqiao" yang sebagian besar berusia lebih dari 80 tahun, ada yang datang bersama pasangan maupun anak-anak mereka.
Tidak hanya bersilaturahmi, staf KBRI Beijing, pelajar Indonesia di Beijing dan perkumpulan "guiqiao" juga bernyanyi sejumlah lagu Indonesia, mulai dari Rayuan Pulau Kelapa hingga lagu-lagu tradisional termasuk "Sio Mama", "Lisoi", hingga lagu anak "Pepaya Mangga Pisang Jambu".
Duta Besar Republik Indonesia untuk Tiongkok dan Mongolia Djauhari Oratmangun bernyanyi bersama dengan perkumpulan "guiqiao" di Wisma Indonesia, KBRI Beijing, Tiongkok pada Jumat (9/8). (ANTARA/Desca Lidya Natalia)
Salah seorang "guiqiao" Li Kuitang (83) juga memberikan kenang-kenangan kepada Dubes Djauhari berupa lukisan karya istrinya untuk merayakan HUT ke-79 RI.
"Saya kembali ke Tiongkok pada 1960, saat berusia 19 tahun," kata Li kepada ANTARA menggunakan bahasa Indonesia.
Li yang sebelumnya tinggal di Bandung, Jawa Barat kemudian melanjutkan sekolah di Beijing dan kemudian bekerja di satu pabrik di Beijing bahkan menikah dengan istrinya yang adalah orang Beijing asli. Ia mengaku senang bisa datang ke KBRI Beijing setahun sekali untuk bertemu dengan Dubes Djauhari dan staf KBRI maupun berkumpul dengan warga "guiqiao" lainnya.
"Awal mula perkumpulan ini saya tidak tahu, tapi saya diajak orang Bandung juga. Saya senang, kadang kami juga piknik, bisa di Beijing tapi juga ke Hangzhou, Shanghai, sampai Nanjing," tambah Li.
Li pun mengaku sudah pernah beberapa kali mengunjungi Bandung bersama istrinya, setelah kembali ke Tiongkok Mengenai lukisan yang diberikan istrinya, Li menyebut sang istri bukanlah pelukis, tapi suka melukis dan pernah belajar melukis.
Sementara Tang, perempuan berusia 83 tahun yang tidak bisa berbahasa Indonesia juga mengaku senang datang ke kegiatan tersebut karena kebetulan berkenalan dengan Benny, mahasiswa Indonesia program doktoral di Universitas Tsinghua, Beijing.
Tang yang menghabiskan masa kecilnya di Palembang, Sumatera Selatan, bertemu dengan Benny yang juga berasal dari Palembang. Teman Tang, ternyata adalah kawan dari ayah Benny yang pernah sama-sama mengurus satu klenteng di Palembang. Leluhur Tang dan Benny juga sama-sama berasal dari Anxi, provinsi Fujian.
Kalangan "guiqiao" kembali ke Tiongkok didorong dengan berdirinya Republik Rakyat China pada 1949 namun juga kebijakan pemerintah Indonesia saat itu yang ingin "mengembalikan" etnis Tionghoa.
Ada sekitar 600 ribu orang China di perantauan dari Indonesia, Malaysia, Myanmar dan negara lain di Asia Tenggara yang kembali ke Tiongkok pada periode 1960-an tanpa memandang kewarganegaraan, usia, waktu kepulangan, dan apakah kepulangan tersebut bersifat sukarela atau terpaksa. [ANTARA]
Komentar
Berita Lainnya
Impian Ren Zhe menggabungkan budaya melalui karyanya Sosial Budaya
Selasa, 4 Oktober 2022 17:3:36 WIB
TING BAATAR Delegasi yang mengabdikan diri untuk membantu orang Sosial Budaya
Rabu, 5 Oktober 2022 17:36:8 WIB
Kanal Besar Menyaksikan Perubahan Hangzhou dari Pusat Industri Menjadi Permata Budaya Sosial Budaya
Rabu, 5 Oktober 2022 20:44:15 WIB
Demam Bersepeda Perkotaan Mencerminkan Pembangunan Yang direncanakan, Beralih ke Gaya Hidup Hijau Sosial Budaya
Rabu, 5 Oktober 2022 21:3:58 WIB
Bali memperingati Maulid Nabi 1444 H dengan menampilkan Tari Rodat Sosial Budaya
Sabtu, 8 Oktober 2022 13:18:8 WIB
Pelestarian Lingkungan Sungai Yangtze Sosial Budaya
Sabtu, 8 Oktober 2022 16:4:14 WIB
Meningkatnya Populasi panda penangkaran global Sosial Budaya
Rabu, 12 Oktober 2022 22:28:3 WIB
80 Persen kapas di Petik oleh Mesin Pemanen di Xinjiang Sosial Budaya
Rabu, 12 Oktober 2022 22:32:41 WIB
Musik Tradisional di Kota Es Harbin Daya Tarik Wisata Global Sosial Budaya
Selasa, 18 Oktober 2022 22:53:38 WIB
Transformasi Bekas Kompleks Industri di Liaoning Menjadi Taman Budaya Sosial Budaya
Rabu, 19 Oktober 2022 10:28:48 WIB
Hong Kong Freespace Jazz Fest hadir kembali, menampilkan Jill Vidal, Eugene Pao dan Ted Lo Sosial Budaya
Senin, 24 Oktober 2022 18:0:34 WIB
Perlindungan Digital Pada Situs Gua Berusia 1600 tahun Di Kota Zhangye Sosial Budaya
Jumat, 28 Oktober 2022 12:8:17 WIB
Situs Warisan Budaya, Memperkokoh Kepercayaan Bangsa Sosial Budaya
Minggu, 30 Oktober 2022 8:21:51 WIB
Hari Kota Sedunia dirayakan di Shanghai Sosial Budaya
Minggu, 30 Oktober 2022 15:32:5 WIB
Wang Yaping: Impian Terbesarku adalah Kembali Terbang ke Luar Angkasa Sosial Budaya
Jumat, 4 November 2022 18:6:41 WIB