Rabu, 29 Desember 2021 3:46:53 WIB
India Perang Melawan Kebiasaan Meludah di Tempat Umum
Sosial Budaya
Angga Mardiansyah
Seorang perempuan berjalan di depan mural tentang bahaya meludah di tempat umum di Mumbai. (Getty Images)
Raja dan Priti Narasimhan memulai perjalanan keliling India dengan membawa satu pesan: berhenti meludah di tempat umum. Pasangan itu membawa pengeras suara dan menyuarakan pesan mereka dari dalam mobil yang dipenuhi slogan-slogan anti-meludah.
\r\n\r\nJika Anda pernah mengunjungi India, Anda pasti mengerti apa yang dihadapi Raja dan Priti Narasimhan. Di India, air liur menghiasi jalanan.
\r\n\r\nKadang-kadang polos dan berlendir, kadang-kadang berwarna merah seperti darah karena mengunyah sirih atau paan, campuran sirih dengan pinang atau tembakau. Air liur itu 'menghiasi' dinding-dinding, mulai dari yang sederhana sampai bangunan besar. Bahkan jembatan howrah yang bersejarah di kota Kolkata.
\r\n\r\nPasangan itu berkeliling India untuk melindungi jalan-jalan, gedung-gedung, dan jembatan dari air liur masyarakat. Raja dan Priti tinggal di kota Pune, dan telah ditunjuk sebagai pejuang melawan momok meludah sejak 2010.
\r\n\r\nLokakarya, kampanye daring dan luring, upaya pembersihan bersama kotamadya setempat, semuanya sudah mereka lakukan. Raja bercerita, suatu hari mereka mengecat dinding di stasiun kereta api Pune yang dipenuhi noda paan, tapi dalam tiga hari, orang-orang sudah meludahinya lagi.
\r\n\r\n"Tidak ada alasan untuk meludahi dinding!" kata Raja.
\r\n\r\nNamun, selama ini, orang-orang tidak peduli dengan teguran Raja dan Priti, beberapa bahkan marah. Raja ingat ada seorang pria yang bertanya kepadanya: "Apa masalahmu? Apakah bangunan ini milik ayahmu?"
\r\n\r\nNamun, gelombang Covid-19 yang melanda India telah mengubah beberapa hal, kata Raja. Beberapa orang yang terbiasa meludah bahkan telah meminta maaf.
\r\n\r\n"Ketakutan terhadap pandemi membuat mereka berpikir," katanya.
\r\n\r\n'Negara yang suka meludah'
\r\n\r\nPerjuangan India melawan kebiasaan orang-orang yang meludah di jalanan selalu setengah hati. Kota Mumbai pernah menerapkan tindakan keras.
\r\n\r\nSeorang pengawas memarahi orang agar tidak meludah, membuang sampah sembarangan, atau buang air kecil di tempat umum. Namun, pelanggaran meludah telah lama diabaikan.
\r\n\r\nGetty ImagesBeberapa kota memiliki petugas khusus yang menghapus bekas air liur di jalan.
\r\n\r\nKemudian datanglah Covid, yang bisa menyebar lewat udara, ditambah lagi kebiasaan para laki-laki India yang suka meludah di mana saja sesuka mereka.
\r\n\r\nPihak berwenang segera bertindak, menghukum orang yang suka meludah dengan denda yang lebih berat dan bahkan hukuman penjara, semuanya di bawah Undang-Undang Penanggulangan Bencana. Bahkan Perdana Menteri Narendra Modi menyarankan warganya untuk tidak meludah di tempat umum - sesuatu yang "kami selalu tahu itu salah".
\r\n\r\nKondisi ini sangat kontras jika dibandingkan dengan situasi 2016 lalu, ketika menteri kesehatan, menjawab pertanyaan tentang ancaman meludah.
\r\n\r\nWaktu itu, dia mengatakan kepada parlemen: "Tuan, India adalah negara yang penduduknya suka meludah. Kita meludah saat bosan; kita meludah saat lelah; kita meludah saat marah atau kita meludah begitu saja. Kita meludah di mana saja dan kita meludah setiap saat, bahkan pada jam-jam yang tidak lazim."
\r\n\r\nMenteri kesehatan itu ada benarnya juga. Meludah adalah yang yang biasa terjadi di jalan-jalan India. Para laki-laki yang bersantai di sisi jalan, dengan santai menggerakkan kepala mereka beberapa inci, dan membuang air liurnya. Laki-laki yang mengendarai mobil, sepeda, dan becak tidak ragu-ragu untuk meludahi lampu lalu lintas.
\r\n\r\nKebiasaan itu seringkali didahului dengan peringatan berupa suara serak yang unik saat mereka hendak mengeluarkan air liur yang bercampur dahak.
\r\n\r\nDan kebiasaan itu sangat banyak dilakukan oleh laki-laki. Mereka merasa nyaman dengan tubuh mereka, kata kolumnis Santosh Desai, "dan segala sesuatu yang keluar dari tubuh."
\r\n\r\n"Mereka merasa tidak mementingkan diri sendiri dengan melepaskan diri di depan umum," katanya. "Jika saya tidak nyaman, saya akan segera bertindak, gagasan menahan diri sebenarnya tidak ada."
\r\n\r\nMeludah juga dianggap sebagai sesuatu yang 'keren' yang berkaitan dengan maskulinitas, kata Uddalak Mukherjee, editor asosiasi di surat kabar India Telegraph.
\r\n\r\nGetty ImagesSeorag pengendara motor meludah di jalan di New Delhi.
\r\n\r\nTapi mengapa meludah di ruang publik?
\r\n\r\nRaja Narasimhan menemukan alasannya. Kebanyakan orang melakukannya karena marah atau hanya mengisi waktu luang karena mereka tidak punya hal yang lebih baik untuk dilakukan. Sebagian lagi merasa meludah merupakan hak, katanya.
\r\n\r\nMenurut sejarawan Mukul Kesavan, meludah juga berasal dari "obsesi orang India terhadap kotoran dan cara menghilangkannya".
\r\n\r\nBeberapa sejarawan percaya bahwa obsesi ini berhubungan dengan kasta atas dalam Agama Hindu, yaitu kemurnian tubuh bisa dijaga dengan membuang sesuatu yang kotor di luar rumah.
\r\n\r\n"Kebiasaan meludah tidak hanya terkait dengan kebersihan," kata Mukherjee. "Seorang sopir taksi pernah mengatakan kepada saya, 'Saya mengalami hari yang buruk dan saya ingin mengeluarkan keburukan itu.'"
\r\n\r\nPerang melawan orang-orang yang meludah
\r\n\r\nTernyata, ada masa orang-orang di seluruh dunia meludah di mana-mana. Di India, meludah dirayakan di istana kerajaan, dan tempat ludah besar menjadi pusat perhatian di banyak rumah.
\r\n\r\nDi Eropa pada abad pertengahan, Anda bisa meludah saat makan, asalkan di bawah meja. Erasmus menulis bahwa "menghisap kembali air liur" adalah perilaku yang "tidak sopan".
\r\n\r\nPada 1903, British Medical Journal menyebut Amerika sebagai salah satu "pusat meludah dunia".
\r\n\r\nSeorang pengawas kesehatan di Massachusetts, pada 1908, bertanya, "Mengapa penjahit meludahi lantai di setiap pabrik yang dikunjungi?" dan jawabannya, "Tentu saja mereka meludah di lantai. Anda berharap mereka meludah di mana? Di saku mereka?"
\r\n\r\nKeadaan di Inggris tidak lebih baik. Meludahi trem adalah hal yang biasa, sehingga akhirnya orang-orang didenda karena meludah dan komunitas medis menuntut undang-undang mengatur soal hal itu.
\r\n\r\n\r\n\r\nSekitar 1880an, New York menjadi kota pertama di AS yang melarang orang meludah sembarangan. (Getty Images)
\r\n\r\nPenyebaran tuberkulosis lah yang akhirnya menghapus kebiasaan meludah di negara-negara Barat.
\r\n\r\nTumbuhnya kesadaran akan teori kuman di akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 memainkan peran penting, kata jurnalis Vidya Krishnan, penulis buku mendatang Phantom Plague: How Tuberculosis Shaped History.
\r\n\r\n"Kesadaran tentang bagaimana kuman menyebar memunculkan kebiasaan sosial baru. Orang-orang belajar untuk menutup mulut dan hidung ketika bersin dan batuk, menolak berjabat tangan, bahkan kebiasaan mencium bayi tidak lagi dilakukan. Kesadaran akan kebersihan juga menyebar ke luar."
\r\n\r\nKrishnan mengatakan peningkatan kesadaran menyebabkan "perubahan perilaku" pada laki-laki, karena "kebiasaan mereka meludah di tempat umum bisa menyebabkan penyakit menular seperti TB menyebar."
\r\n\r\nNamun India memiliki sejumlah kendala, kata Krishnan. Negara-negara bagiannya tidak pernah berusaha keras untuk mengakhiri kebiasaan itu. Meludah masih dapat diterima secara sosial, baik itu mengunyah tembakau, olahragawan meludah di depan kamera, atau penggambaran Bollywood tentang laki-laki yang meludah saat berkelahi satu sama lain.
\r\n\r\nRaja Narasimhan menyesalkan kurangnya tempat ludah modern. "Bahkan jika saya harus meludah, di mana saya harus meludah?" dia berkata.
\r\n\r\n"Waktu saya kecil, di Kolkata, saya ingat ada tempat ludah yang diikat ke tiang lampu berisi pasir. Tempat ludah itu hilang dan orang-orang meludah sembarangan."
\r\n\r\nGetty ImagesUpaya untuk melarang orang meludah sembarangan telah memudar di India.
\r\n\r\nAda tantangan yang lebih besar. "Tidak ada perubahan perilaku skala besar atau intervensi kesehatan masyarakat yang dapat mengesampingkan kasta, kelas, dan gender," kata Krishnan.
\r\n\r\n"Di India, akses ke kamar mandi, air mengalir, dan pipa ledeng yang bagus semuanya merupakan hak istimewa."
\r\n\r\nPakar kesehatan memperingatkan bahwa menghukum orang-orang tanpa berusaha memahami mengapa mereka meludah, tidak akan berhasil melawan kebiasaan tersebut.
\r\n\r\nSelama dua tahun pandemi Covid-19, semangat untuk menyembuhkan kecanduan khusus ini berkurang, tapi Raja dan Priti Narasimhan tidak gentar memerangi kebiasaan itu di jalan-jalan.
\r\n\r\nKebanyakan orang tetap tidak menyadari bahwa kebiasaan meludah bisa berkontribusi dalam penyebaran Covid-19, kata mereka, dan setidaknya mereka bisa mengubah perilakunya sedikit, jika tidak bisa memperbaikinya.
\r\n\r\n"Tidak apa-apa jika kami dianggap membuang-buang waktu, kami akan mencoba," kata Raja Narasimhan. "Jika kami bisa membuat perubahan sikap pada 2% orang saja, itu berarti kita telah membuat perubahan."detiknews
Komentar
Berita Lainnya
Impian Ren Zhe menggabungkan budaya melalui karyanya Sosial Budaya
Selasa, 4 Oktober 2022 17:3:36 WIB
TING BAATAR Delegasi yang mengabdikan diri untuk membantu orang Sosial Budaya
Rabu, 5 Oktober 2022 17:36:8 WIB
Kanal Besar Menyaksikan Perubahan Hangzhou dari Pusat Industri Menjadi Permata Budaya Sosial Budaya
Rabu, 5 Oktober 2022 20:44:15 WIB
Demam Bersepeda Perkotaan Mencerminkan Pembangunan Yang direncanakan, Beralih ke Gaya Hidup Hijau Sosial Budaya
Rabu, 5 Oktober 2022 21:3:58 WIB
Bali memperingati Maulid Nabi 1444 H dengan menampilkan Tari Rodat Sosial Budaya
Sabtu, 8 Oktober 2022 13:18:8 WIB
Pelestarian Lingkungan Sungai Yangtze Sosial Budaya
Sabtu, 8 Oktober 2022 16:4:14 WIB
Meningkatnya Populasi panda penangkaran global Sosial Budaya
Rabu, 12 Oktober 2022 22:28:3 WIB
80 Persen kapas di Petik oleh Mesin Pemanen di Xinjiang Sosial Budaya
Rabu, 12 Oktober 2022 22:32:41 WIB
Musik Tradisional di Kota Es Harbin Daya Tarik Wisata Global Sosial Budaya
Selasa, 18 Oktober 2022 22:53:38 WIB
Transformasi Bekas Kompleks Industri di Liaoning Menjadi Taman Budaya Sosial Budaya
Rabu, 19 Oktober 2022 10:28:48 WIB
Hong Kong Freespace Jazz Fest hadir kembali, menampilkan Jill Vidal, Eugene Pao dan Ted Lo Sosial Budaya
Senin, 24 Oktober 2022 18:0:34 WIB
Perlindungan Digital Pada Situs Gua Berusia 1600 tahun Di Kota Zhangye Sosial Budaya
Jumat, 28 Oktober 2022 12:8:17 WIB
Situs Warisan Budaya, Memperkokoh Kepercayaan Bangsa Sosial Budaya
Minggu, 30 Oktober 2022 8:21:51 WIB
Hari Kota Sedunia dirayakan di Shanghai Sosial Budaya
Minggu, 30 Oktober 2022 15:32:5 WIB
Wang Yaping: Impian Terbesarku adalah Kembali Terbang ke Luar Angkasa Sosial Budaya
Jumat, 4 November 2022 18:6:41 WIB