Kamis, 5 Juni 2025 13:23:59 WIB

Tiongkok Tingkatkan Konservasi Keanekaragaman Hayati melalui Tata Kelola Sistematis dan Terobosan Teknologi
Tiongkok

Eko Satrio Wibowo

banner

Wang Yuyu, Profesor Madya Ekologi Air Tawar di Universitas Kehutanan Beijing (CMG)

Beijing, Radio Bharata Online - Taman sungai yang dulunya tandus di Beijing telah menjadi suaka ekologi yang berkembang pesat yang menampung 880 spesies, dan para ilmuwan di barat laut Tiongkok telah menggunakan teknologi pengambilan sampel udara yang revolusioner untuk melacak burung ibis jambul yang terancam punah, yang menyoroti upaya perlindungan keanekaragaman hayati Tiongkok.

Taman Sungai Wenyu, yang sebelumnya dikenal karena lanskapnya yang dipenuhi debu, kini berfungsi sebagai "paru-paru hijau" ibu kota setelah restorasi ekologi sistematis, menurut buku putih tentang pengembangan keanekaragaman hayati taman yang diterbitkan pada hari Kamis (5/6), menandai Hari Lingkungan Hidup Sedunia.

Buku putih tersebut melaporkan populasi burung langka yang stabil dengan indikator akuatik yang sensitif seperti ikan bitterling yang muncul kembali, serta peningkatan yang signifikan pada keanekaragaman kupu-kupu.

"Sejak 2021, berdasarkan pemantauan ekologi, kami telah melakukan berbagai praktik perlindungan ekologi seperti pengelolaan ketinggian air yang tepat, penetapan batas wilayah cagar alam yang ditutup, dan perlindungan garis tepi sungai alami, sehingga mencapai perlindungan keanekaragaman hayati taman," kata Wang Yuyu, Profesor Madya Ekologi Air Tawar di Universitas Kehutanan Beijing.

Jumlah pengunjung tahunan taman itu kini telah melampaui 8,5 juta. Taman tersebut akan dibuka lebih luas untuk umum setelah proyek tahap kedua selesai pada akhir September tahun ini.

Transformasi Taman Sungai Wenyu mencerminkan perubahan yang lebih luas di Beijing karena tingkat tutupan hutan kota telah mencapai 44,95 persen, dan 91 persen ruang hijau taman berada dalam radius 500 meter dari area pemukiman.

Dalam terobosan paralel, para ilmuwan di Kota Xianyang di Provinsi Shaanxi, barat laut Tiongkok menggunakan sampel DNA lingkungan (eDNA) untuk memantau burung ibis jambul yang terancam punah yang berada di bawah perlindungan negara kelas atas.

Teknik yang dikembangkan oleh Stasiun Pusat Pemantauan Lingkungan Provinsi Shaanxi ini mampu mengidentifikasi bahkan satu molekul DNA burung ibis jambul dari campuran sampel manusia dan burung lain dengan menggunakan metode qPCR (reaksi berantai polimerase kuantitatif).

"Metode pemantauan qPCR yang kami kembangkan kali ini dapat mendeteksi burung ibis jambul bahkan ketika hanya ada satu molekul DNA burung ibis jambul di lingkungan tersebut," kata Luo Yining, Wakil Direktur Kantor Pemantauan Kualitas Ekologi di Stasiun Pusat Pemantauan Lingkungan Provinsi Shaanxi.

Kumpulan gen untuk spesies yang terancam punah juga sangat penting dalam penerapan teknologi pemantauan eDNA. Sejauh ini, tim di stasiun pusat pemantauan telah mengumpulkan data genom burung ibis jambul dari lebih dari tiga kota, yang mencakup berbagai usia, jenis kelamin, dan populasi geografis.

"Teknologi ini memungkinkan pemantauan keberadaan burung ibis jambul tanpa menangkap hewan tersebut. Dengan terus berkembangnya teknologi ini, kami juga dapat memantau populasi burung ibis jambul dan distribusi regionalnya. Di masa mendatang, teknologi ini juga akan diterapkan untuk memantau spesies langka lainnya," ujar Zhang Cuirong, Wakil Direktur Pusat Pengujian Analitis di Stasiun Pemantauan Lingkungan Xianyang.

Komentar

Berita Lainnya