Selasa, 31 Januari 2023 12:59:44 WIB

Kho Ping Hoo, Penulis Silat yang Melegenda
Sosial Budaya

AP Wira

banner

Kho Ping Hoo alias Asmaraman Sukowati

Radio Bharata Online – Siapa tak kenal dengan Kho Ping Hoo, bagi Anda yang lahir di era 70an, nama ini tentu tidak asing. Ia merupakan penulis cerita silat yang sangat populer di Indonesia. Selama 30 tahun, ada sedikitnya 120 judul cerita yang telah ditulis oleh Kho Ping Hoo. Judul-judul itu digabungkan dalam berbagai serial. Beberapa serial itu di antaranya: Bu Kek Siansu, Pedang Kayu HarumPendekar SaktiDewi Sungai Kuning, Gelang KemalaPedang Naga Kemala dan banyak lagi.

Dikutip dari dari Kumparan.com, Kho Ping Hoo atau Asmaraman Sukowati adalah seorang pengarang cerita silat yang karyanya teramat banyak. Dalam satu judul, ia bisa membuatnya hingga puluhan jilid. Misalnya, kisah yang berjudul Sang Megatantra, ia membuatnya sampai 42 jilid.

Jauh sebelum banyak stasiun televisi dan radio mengudara, dan media sosial mengemuka, atau bahkan layanan streaming Spotify dan Netflix tersedia, cerita silat Kho Ping Hoo adalah konten yang digandrungi. Cerita silatnya bisa bersanding dengan sejumlah cerita epik dari penulis lain seperti Bastian Tito (Penulis Wiro Sableng) atau bahkan Ganes TH (Penulis Si Buta dari Gua Hantu). Cerita silat yang disuguhkan Kho Ping Hoo sendiri bercerita tentang tugas manusia dalam membasmi kejahatan. Dalam buku Kho Ping Hoo & Indonesia (2012), ia menyebut cerita silatnya sebagai upaya perlawanan.

“Dalam kehidupan sehari-hari, saya sering menjumpai ketidakadilan, penindasan, dan kerakusan. Tapi saya hanya bisa marah dalam hati. Untuk mengkritik, saya tidak memiliki keberanian. Lewat cerita silat, saya bisa mengkritik tanpa harus menyakiti perasaan siapa pun,” aku Kho Ping Hoo

Perjalanan Kho Ping Hoo 
Pada mulanya, Kho Ping Hoo tak pernah bercita-cita menjadi seorang penulis. Jangan pun menjadi penulis, mengenyam pendidikan SMP pun ia tak tamat. Ayahnya adalah seorang tengkulak gula yang banting setir mempelajari ilmu kebatinan, sejak saat itulah ekonomi keluarganya memburuk.

Kho Ping Hoo lahir 17 Agustus 1926 di Desa Sukowati, Sragen, Jawa Tengah. Ia merupakan anak ke-2 dari 12 bersaudara. Ayahnya bernama Kho Kim Po, ahli silat Sio -Lim, yang berasal dari Tiongkok. Ibunya bernama Sri Welas Asih, dari Desa Bakulo, Yogyakarta.

Masa kecil Kho Ping Hoo terbilang keras, ia hanya mengecap pendidikan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) - kini setara SMP - selama dua bulan. Ia putus sekolah lantaran kedua orangtuanya tak mampu membiayai pendidikannya. Pada usia 14 tahun, ia mulai bekerja sebagai kuli toko di Sragen, Jawa Tengah. Sejumlah pekerjaan kasar ia telah lakoni, mulai dari kuli bangunan, tukang becak, hingga penjual obat keliling. Hidupnya pun nomaden, berpindah-pindah kota: Kudus, Surabaya, hingga akhirnya terdampar di Taksimalaya pada tahun 1950. Di kota itulah nasib baik mulai menghampirinya.

Nasib baik itu bermula dari kecintannya membaca buku. Meski Kho Ping Hoo tak sekolah, ia memang suka sekali membaca. Baca apa saja yang ia temukan. Waktu luang yang ia miliki, selalu dipakai untuk membaca. Suatu ketika, ia tengah membaca satu cerpen di sebuah majalah. Saat membacanya, Kho Ping Hoo rupanya keberatan dengan si penulis. Ia menilai, dirinya bisa lebih baik dalam menulis cerpen itu,dibandingkan dengan si penulis aslinya. Kesal dengan si penulis, akhirnya Kho Ping Hoo mencoba menuliskan ceritanya sendiri. Ide cerita Kho Ping Hoo pun tak pernah jauh dari ketimpangan sosial. Salah satunya, cerpen berjudul ‘Di Bawah Kolong Jembatan’ yang ia tulis untuk majalah Star Weekly pada tahun 1950-an.

Cerpennya itu ternyata laku. Membuat ia semakin penasaran dengan kegiatan tulis menulis. Hingga kemudian namanya malang melintang di media cetak Surabaya Post, Panca Warna, atau Monalisa. Menulis benar-benar membawa berkah bagi dia.

Cerita Silat Kho Pin Hoo
Silat adalah denyut nadi dari seorang Kho Ping Hoo. Ayahnya, mengajarkan seni bela diri khas Tiongkok kepada anaknya. Kelak, jurus-jurus yang diajarkan ayahnya itu diselipkan ke dalam cerita dia tulis. Gayung bersambut pada tahun 1959, redaksi Majalah Teratai meminta Kho Ping Hoo untuk menulis cerita silat saduran. Kala itu, cerita silat lazim disebut sebagai "cersil". Di Majalah Teratai, cersil lazim pula berasal dari kisah-kisah saduran dari penulis Tiongkok.

Lantaran tak bisa berbahasa mandarin, Kho Ping Hoo jelas tak bisa menyadur. Namun, bukan Kho Ping Hoo jika ia tak putar otak. Alih-alih menyadur, ia justru menuliskan idenya sendiri. Meski sempat diragukan kemampuannya, Kho Ping Hoo ternyata mendulang sukses besar. Cerita pertamanya yang berjudul Pedang Pusaka Naga Putih laris manis di pasaran. Sejak saat itulah Kho Ping Hoo mulai kebanjiran pesanan dari surat kabar atau majalah untuk menulis cerita.

Cara menulis Kho Pin Ho pun terbilang sederhana dan mudah dipahami. Menurut sebuah tesis sarjana berjudul Cerita Silat Kho Ping Hoo (2012) yang ditulis mahasiswa Sastra Indonesia UI Arnita Setiawati, disebutkan bahwa Kho Ping Hoo selalu menyelipkan pesan kebajikan yang tak menggurui.  Pesannya universal, tak lekang oleh zaman. Tak terbatas oleh usia, kelas sosial, atau bahkan jenis kelamin pembacanya.

Sebagaimana yang ditunjukan Arnita misalnya, dalam Pedang Pusaka Naga Putih, Kho Ping Hoo mengisahkan tentang dua orang pemegang pedang pusaka yang saling jatuh cinta. Keduanya lantas berjuang untuk menurunkan pemerintahan yang semena-mena. Dikisahkan bahwa ada penguasa dalam kekaisaran Tiongkok yang berlaku tak adil. Kekaisaran yang tak disebutkan namanya itu hanya memikirkan nasibnya sendiri, tanpa memikirkan rakyat kecil. Tidak cukup di situ, Kho Ping Hoo juga memberikan porsi yang besar bagi perempuan. Dalam karyanya itu, pendekar perempuan digambarkan memiliki kekuatan silat yang tak kalah dari laki-laki.

Dalam buku Sastra Peranakan Tionghoa Indonesia (1996), Leo Suryadinata mencatat bahwa Kho Ping Hoo sekurangnya memiliki 180 judul buku. Jumlah itu belum termasuk cerpennya yang berserakan di sejumlah surat kabar dan majalah waktu itu.  Kho Ping Hoo meninggal dunia pada 22 Juli 1994 di Surakarta. (Kumparan.com)

 

Komentar

Berita Lainnya

Pelestarian Lingkungan Sungai Yangtze Sosial Budaya

Sabtu, 8 Oktober 2022 16:4:14 WIB

banner
Hari Kota Sedunia dirayakan di Shanghai Sosial Budaya

Minggu, 30 Oktober 2022 15:32:5 WIB

banner