Kamis, 5 Juni 2025 22:58:13 WIB
Lebih dari Sekadar Minuman: Strategi Budaya di Balik Teh Tiongkok yang Mendunia Jadi Pelajaran untuk Indonesia
Sosial Budaya
OPINI/Muhammad Rizal Rumra

Ilustrasi Teh
Teh bukan cuma soal rasa. Ia adalah soal sejarah, tradisi, bahkan strategi kebudayaan. Bagi Tiongkok, teh adalah identitas nasional yang dijaga rapi selama ribuan tahun, hingga berhasil menembus pasar global sebagai simbol budaya sekaligus diplomasi lunak. Tapi bagaimana dengan Indonesia, yang juga punya teh berkualitas dan tradisi minum teh yang tak kalah unik?
Teh telah menyatu dalam kehidupan masyarakat Tiongkok sejak lebih dari dua milenium silam. Di sana, minum teh bukan hanya aktivitas santai, tapi upacara penuh makna. Dalam tradisi Gong Fu Cha, proses menyeduh teh dilakukan dengan teknik, konsentrasi, dan ketenangan yang tinggi layaknya meditasi. Tiap jenis teh diolah dengan cara berbeda, mulai dari teh hijau yang segar tanpa fermentasi, hingga Pu’erh yang mengalami fermentasi panjang dan dihargai bak anggur langka.
Menariknya, pengetahuan tentang cara mengolah teh itu dijaga erat. Bukan lewat paten, tapi lewat sistem komunitas dan rahasia dagang. Beberapa jenis teh seperti Da Hong Pao bahkan disebut berasal dari pohon teh yang hanya tumbuh di tempat tertentu, dan proses pembuatannya diwariskan turun-temurun tanpa tertulis.
Tiongkok juga melindungi sumber daya tehnya secara serius. Tanaman-tanaman teh langka seperti Camellia petelotii dikategorikan sebagai tanaman yang dilindungi secara nasional. Pemerintah membentuk bank genetik teh dan aktif mengelola sistem pengetahuan tradisional yang terkait dengannya.
Tak heran, saat teh melati dari Fuzhou diakui Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO UN) sebagai warisan pertanian dunia yakni Globally Important Agricultural Heritage System (GIAHS), dunia melihat teh Tiongkok bukan lagi sekadar produk konsumsi, tapi simbol warisan budaya yang hidup.
Sementara itu, Indonesia juga punya tradisi teh yang panjang. Dari Teh Java Preanger yang harum dan khas, hingga budaya minum teh poci di Tegal yang begitu lekat dalam kehidupan masyarakat. Bahkan beberapa teh Indonesia sudah mendapat perlindungan Indikasi Geografis (IG), seperti teh dari Kayu Aro di Jambi yang ditanam di kaki Gunung Kerinci.
Namun pendekatan Indonesia terhadap teh masih banyak berfokus pada skala industri. Kebanyakan teh diproses dengan teknik Crush, Tear, Curl (CTC), yang cepat dan efisien tapi kurang menonjolkan nilai budaya. Tradisi minum teh kita cenderung informal, dan narasi budaya tentang teh belum dimanfaatkan secara maksimal dalam strategi nasional.
Padahal, peluang Indonesia sangat besar. Kita punya kebun teh tua, petani teh berpengalaman, dan cita rasa lokal yang unik. Kita juga punya tradisi teh yang bisa diangkat ke level dunia. Bayangkan jika teh tubruk atau teh poci dikemas layaknya Gong Fu Cha dengan filosofi, estetika, dan pengalaman menyeduh yang khas, maka hal itu bisa jadi daya tarik wisata, produk budaya, bahkan alat diplomasi yang ampuh.
Beberapa langkah bisa dilakukan. Pertama, Indonesia perlu memetakan varietas teh lokal dan melindunginya secara hukum, termasuk lewat bank genetik. Kedua, proses pengolahan tradisional perlu dikembangkan dan didokumentasikan, bukan hanya untuk dijaga, tapi juga dipromosikan. Ketiga, narasi budaya minum teh harus dikembangkan sebagai cerita yang bisa dijual, bukan cuma untuk ekspor, tapi juga untuk membentuk citra nasional.
Bahkan, dari sisi regulasi, kita sudah punya landasan. Pemerintah telah menerbitkan PP No. 56 Tahun 2022 tentang Kekayaan Intelektual Komunal (KIK). Tinggal bagaimana implementasinya diarahkan untuk mengangkat teh sebagai kekuatan budaya dan ekonomi.
Tiongkok sudah membuktikan bahwa secangkir teh bisa menjadi alat lunak untuk membentuk persepsi dunia. Indonesia tidak perlu meniru sepenuhnya. Cukup mulai dari mengenali apa yang sudah kita miliki, menghargai prosesnya, dan menyusun strategi besar agar teh tidak hanya menjadi produk, tapi juga warisan dan kekuatan budaya yang mendunia.
Karena pada akhirnya, siapa yang mampu membingkai rasa, tradisi, dan identitas dalam satu cangkir teh, maka dialah yang akan menyapa dunia dengan cara paling halus.
Komentar
Berita Lainnya
Impian Ren Zhe menggabungkan budaya melalui karyanya Sosial Budaya
Selasa, 4 Oktober 2022 17:3:36 WIB

TING BAATAR Delegasi yang mengabdikan diri untuk membantu orang Sosial Budaya
Rabu, 5 Oktober 2022 17:36:8 WIB

Kanal Besar Menyaksikan Perubahan Hangzhou dari Pusat Industri Menjadi Permata Budaya Sosial Budaya
Rabu, 5 Oktober 2022 20:44:15 WIB

Demam Bersepeda Perkotaan Mencerminkan Pembangunan Yang direncanakan, Beralih ke Gaya Hidup Hijau Sosial Budaya
Rabu, 5 Oktober 2022 21:3:58 WIB

Bali memperingati Maulid Nabi 1444 H dengan menampilkan Tari Rodat Sosial Budaya
Sabtu, 8 Oktober 2022 13:18:8 WIB

Pelestarian Lingkungan Sungai Yangtze Sosial Budaya
Sabtu, 8 Oktober 2022 16:4:14 WIB

Meningkatnya Populasi panda penangkaran global Sosial Budaya
Rabu, 12 Oktober 2022 22:28:3 WIB

80 Persen kapas di Petik oleh Mesin Pemanen di Xinjiang Sosial Budaya
Rabu, 12 Oktober 2022 22:32:41 WIB

Musik Tradisional di Kota Es Harbin Daya Tarik Wisata Global Sosial Budaya
Selasa, 18 Oktober 2022 22:53:38 WIB

Transformasi Bekas Kompleks Industri di Liaoning Menjadi Taman Budaya Sosial Budaya
Rabu, 19 Oktober 2022 10:28:48 WIB

Hong Kong Freespace Jazz Fest hadir kembali, menampilkan Jill Vidal, Eugene Pao dan Ted Lo Sosial Budaya
Senin, 24 Oktober 2022 18:0:34 WIB

Perlindungan Digital Pada Situs Gua Berusia 1600 tahun Di Kota Zhangye Sosial Budaya
Jumat, 28 Oktober 2022 12:8:17 WIB

Situs Warisan Budaya, Memperkokoh Kepercayaan Bangsa Sosial Budaya
Minggu, 30 Oktober 2022 8:21:51 WIB

Hari Kota Sedunia dirayakan di Shanghai Sosial Budaya
Minggu, 30 Oktober 2022 15:32:5 WIB

Wang Yaping: Impian Terbesarku adalah Kembali Terbang ke Luar Angkasa Sosial Budaya
Jumat, 4 November 2022 18:6:41 WIB
