Selasa, 12 Agustus 2025 23:58:39 WIB

Shenzhen Lagi Hits! Rahasia Visa Bebas Tiongkok yang Bikin Dunia Datang
Tiongkok

OPINI/Muhammad Rizal Rumra

banner

Suasana ramai di Bandara Shenzhen dengan antrean wisatawan domestik maupun internasional

Perluasan kebijakan bebas visa yang dilakukan Tiongkok pada tahun 2025 menjadi salah satu langkah strategis yang menarik perhatian, tidak hanya karena dampak ekonominya yang langsung terlihat, tetapi juga karena implikasinya yang jauh lebih luas dalam konteks hubungan internasional, diplomasi publik, dan ekonomi global.

Pada 30 Juli 2025, Wakil Menteri Keamanan Publik Tiongkok yang juga Kepala Administrasi Imigrasi Nasional, Wang Zhizhong, mengumumkan bahwa Tiongkok kini telah memperkenalkan perjanjian bebas visa unilateral dan perjanjian pembebasan visa bersama dengan 75 negara.

Langkah ini merupakan bagian dari upaya menyederhanakan aturan visa dan mendorong pertukaran internasional yang lebih intensif. Kebijakan ini seketika memberi efek nyata di lapangan, terutama di kota-kota pintu masuk utama seperti Shenzhen, yang berdekatan dengan Hong Kong dan menjadi salah satu destinasi favorit wisatawan internasional pada musim panas ini.

Sejak kebijakan ini diterapkan, arus kedatangan wisatawan asing ke Shenzhen meningkat pesat. Bandara Internasional Bao’an Shenzhen, yang kini melayani rute ke 33 negara dan 47 kota, mencatat lonjakan signifikan penumpang internasional. Salah satu pendorong utamanya adalah pembukaan rute baru Emirates Airlines dari Dubai ke Shenzhen pada musim panas tahun ini.

Rute tersebut tidak hanya menarik wisatawan dari Timur Tengah, seperti turis asal Arab Saudi yang memanfaatkan konektivitas feri dan kereta cepat untuk menjelajahi berbagai kota di Tiongkok, tetapi juga menjadi jalur transit strategis bagi wisatawan Eropa dan Amerika yang masuk ke Tiongkok melalui Dubai.

Data Stasiun Inspeksi Perbatasan Shenzhen menunjukkan bahwa jumlah penumpang yang bepergian ke dan dari Uni Emirat Arab melalui Bandara Shenzhen meningkat lebih dari 155,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya selama musim panas, sementara secara keseluruhan, sejak awal musim panas hingga 7 Agustus 2025, tercatat lebih dari 127.000 perjalanan penumpang asing, naik 32,3 persen dari tahun lalu.

Dari jumlah tersebut, perjalanan bebas visa menyumbang hampir 60 persen dan meningkat lebih dari 145,3 persen secara tahunan. Menariknya, tren ini tidak hanya didorong oleh pelancong individu atau bisnis, tetapi juga wisatawan keluarga, dengan peningkatan signifikan pada kelompok anak-anak di bawah 14 tahun dan lansia di atas 65 tahun.

Lonjakan ini tidak hanya terjadi di bandara. Pos pemeriksaan darat Luohu, yang menghubungkan Shenzhen dengan Hong Kong, juga melaporkan arus wisatawan asing yang tinggi, dengan lebih dari 104.000 penumpang asing pada awal liburan musim panas, naik sekitar 41 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Komposisi wisatawan pun semakin beragam. Selain pasar tradisional seperti Korea Selatan, Malaysia, Jepang, Singapura, dan Thailand, ada peningkatan signifikan wisatawan dari Amerika Serikat, Rusia, dan Spanyol. Bahkan wisatawan asal Indonesia pun semakin sering terlihat, banyak di antaranya merupakan pengunjung berulang yang datang untuk menikmati kuliner, pemandangan kota, dan pengalaman budaya yang berbeda di setiap kunjungan.

Fenomena ini dapat dipahami melalui berbagai perspektif hubungan internasional. Dari sudut pandang liberalisme, kebijakan bebas visa memperdalam interdependensi antarnegara dengan mendorong pertukaran orang-ke-orang. Semakin banyak interaksi langsung antara warga negara, semakin besar pula peluang terbentuknya kepentingan bersama dan berkurangnya potensi konflik.

Dari kacamata soft power, seperti yang dikemukakan Joseph Nye, keterbukaan akses wisata dan kenyamanan mobilitas berfungsi sebagai alat diplomasi publik yang efektif. Wisatawan yang datang tidak hanya membawa pulang suvenir, tetapi juga pengalaman positif yang membentuk persepsi baru tentang Tiongkok. Hal ini memperkuat daya tarik budaya dan citra internasional negara tersebut, yang kerap dibingkai secara sempit dalam konteks geopolitik.

Dari perspektif economic statecraft, kebijakan ini adalah bentuk pemanfaatan instrumen ekonomi untuk tujuan strategis. Lonjakan kedatangan wisatawan berarti peningkatan konsumsi di sektor jasa, pariwisata, transportasi, dan perhotelan. Ini mendukung upaya pemerintah Tiongkok untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi domestik melalui konsumsi dan layanan, sekaligus mendiversifikasi pasar pariwisata sehingga tidak terlalu bergantung pada sumber tradisional di Asia Timur dan Asia Tenggara.

Konektivitas baru seperti rute Dubai–Shenzhen juga memperluas jaringan global Tiongkok, memanfaatkan hub transportasi strategis untuk menjangkau pasar Eropa, Amerika, dan Afrika tanpa bergantung pada pusat transit di negara-negara Barat. Dari sudut pandang konstruktivisme, interaksi langsung antara wisatawan asing dan masyarakat lokal berpotensi membentuk ulang norma, persepsi, dan identitas kolektif yang pada gilirannya memengaruhi hubungan antarnegara di masa depan.

Kebijakan bebas visa ini juga memiliki dimensi geopolitik yang tidak bisa diabaikan. Dengan membangun jalur konektivitas baru yang melibatkan pusat-pusat non-Barat, Tiongkok secara bertahap mengurangi ketergantungan pada rute dan jaringan transportasi yang dikuasai negara-negara Barat.

Dengan mengedepankan kota seperti Shenzhen sebagai gerbang masuk utama, Tiongkok menawarkan wajah modern, urban, dan teknologi tinggi yang berbeda dari citra klasik Beijing atau Xi’an. Selain itu, dalam konteks integrasi Greater Bay Area, meningkatnya lalu lintas lintas batas dengan Hong Kong mendukung agenda integrasi ekonomi, infrastruktur, dan sosial yang lebih erat di kawasan tersebut.

Namun, di balik manfaatnya, keterbukaan ini membawa tantangan yang harus dikelola. Lonjakan wisatawan dapat menekan kapasitas infrastruktur, meningkatkan beban pada layanan publik, dan menimbulkan dampak lingkungan. Jika tidak diantisipasi, kenaikan permintaan akomodasi dapat memengaruhi harga sewa dan ketersediaan perumahan bagi penduduk lokal. Selain itu, manajemen keamanan dan pengendalian arus masuk tetap menjadi isu penting untuk memastikan bahwa keterbukaan tidak dimanfaatkan oleh pihak yang memiliki niat buruk.

Karena itu, kebijakan bebas visa memerlukan pendekatan manajemen yang terintegrasi. Perencanaan kapasitas infrastruktur, pengelolaan arus turis berbasis data, kampanye soft power yang autentik, dan penerapan standar keberlanjutan menjadi prasyarat agar manfaat kebijakan ini dapat bertahan jangka panjang. Kerja sama internasional dengan negara-negara asal wisatawan juga penting untuk memastikan keamanan, kenyamanan, dan pengalaman positif selama berkunjung.

Pada akhirnya, apa yang terjadi di Shenzhen pada musim panas tahun 2025 menunjukkan bahwa kebijakan bebas visa Tiongkok adalah bagian dari strategi besar yang menggabungkan diplomasi, ekonomi, dan soft power untuk memperluas pengaruh di panggung global. Ini bukan sekadar lonjakan angka kunjungan, tetapi perubahan pola interaksi manusia lintas batas yang dapat membentuk arah hubungan internasional di masa depan.

Jika dikelola dengan visi dan tanggung jawab, kebijakan ini bisa menjadi instrumen transformasi yang menggeser fokus hubungan internasional dari dominasi isu militer dan ekonomi ke arena di mana mobilitas manusia, pertukaran budaya, dan jejaring sosial menjadi sumber kekuatan dan pengaruh yang tak kalah penting.

 

Komentar

Berita Lainnya

Petani di wilayah Changfeng Tiongkok

Selasa, 4 Oktober 2022 14:51:7 WIB

banner
Pembalap Formula 1 asal Tiongkok Tiongkok

Selasa, 4 Oktober 2022 15:19:35 WIB

banner