Rabu, 13 Agustus 2025 11:36:5 WIB
Penjaga Satwa Liar Ini Jadikan Alam Liar sebagai Rumahnya untuk Lindungi Spesies Langka di Tibet
Tiongkok
Eko Satrio Wibowo

Tserang Tarchin, seorang penjaga hutan di Cagar Alam Nasional Siling Co (CMG)
Tibet, Radio Bharata Online - Sekelompok penjaga satwa liar yang terus bertambah di Daerah Otonomi Tibet, barat daya Tiongkok, menjadikan alam liar sebagai rumah mereka, mendedikasikan hidup mereka untuk melindungi ekosistem dan spesies ikonis Dataran Tinggi Qinghai-Tibet, yang dikenal sebagai atap dunia.
Di antara mereka adalah Tserang Tarchin, seorang penjaga hutan di Cagar Alam Nasional Siling Co (Danau) yang terletak di wilayah Kabupaten Xainza.
Upayanya yang tak kenal lelah membuahkan hasil. Populasi spesies yang terancam punah, yang dulunya berada di ambang kepunahan, kini pulih kembali.
"Dulu, kami harus menggunakan teropong saat berpatroli dan mencari di mana-mana untuk menemukan burung bangau leher hitam. Sekarang, mereka tidak takut lagi pada manusia," ujar Tserang baru-baru ini kepada seorang reporter dari China Central Television.
Lahan basah dan padang rumput pegunungan Siling Co menyediakan tempat perlindungan yang sempurna bagi burung-burung langka yang populasinya tertekan itu akibat hilangnya habitat dan ancaman lainnya.
Setiap bulan Juni 202, sepasang burung bangau leher hitam kembali untuk berkembang biak di sana dan, di bawah pengawasan ketat para penjaga hutan, tingkat kelangsungan hidup anak-anaknya telah mencapai 98 persen yang mencengangkan.
Pada bulan Juli 2025, lanskap tersebut juga menjadi tempat pembibitan alami yang luas bagi spesies ikonik lainnya, yaitu antelop Tibet.
"Ini adalah area kelahiran antelop Tibet terbesar di bagian Xainza, Cagar Alam Nasional Siling Co. Ada sekitar 10.000 antelop Tibet di area ini. Sebelumnya tidak seperti ini. Sepuluh tahun yang lalu, hanya ada 3.000 hingga 4.000 ekor. Populasinya terus bertambah sekarang," ungkap Tserang.
Dulunya di ambang kepunahan, antelop Tibet -- hewan kelas satu yang dilindungi negara -- telah pulih secara luar biasa. Di seluruh Tibet, populasi mereka telah melonjak menjadi lebih dari 300.000, yang mendorong negara tersebut untuk menurunkan statusnya dari "terancam punah" menjadi "hampir terancam".
"Kami selalu membawa susu. Setiap kali menemukan bayi antelop yang hilang, kami harus memberinya makan. Setelah diberi makan, kami akan melepaskannya kembali ke alam. Selama ia bisa berlari dan makan rumput sendiri, ia akan baik-baik saja," ujar Tserang.
Selama 16 tahun terakhir, Tserang dan rekan-rekan penjaga hutannya memperkirakan mereka telah berjalan lebih dari 1 juta kilometer melintasi medan terjal -- bertahan dalam suhu beku, udara tipis, dan berbulan-bulan jauh dari keluarga. Upaya mereka membuahkan hasil.
Menurut data pemantauan tahun lalu, Kabupaten Xainza kini menjadi rumah bagi lebih dari 1.000 burung bangau leher hitam, lebih dari 40.000 antelop Tibet, sekitar 150 macan tutul salju, dan populasi domba argali, beruang, dan rubah yang terus bertambah.
"Lihat, rubah. Serigala, itu serigala. Dan macan tutul salju, ada dua," kata Tserang sambil menunjukkan rekaman hewan liar yang tertangkap kamera pengawas kepada reporter.
Teknologi kini mendukung upaya mereka. Selain patroli jalan kaki, para penjaga satwa liar menggunakan drone, kamera pencitraan termal, dan sistem satelit navigasi BeiDou untuk memantau dan melacak spesies yang terancam punah di wilayah terpencil itu.
Untuk memastikan keharmonisan antara manusia dan satwa liar, pemerintah daerah Tibet telah menerapkan program kompensasi yang kuat bagi para penggembala yang kehilangan ternak akibat predator liar.
Sejak 2021, lebih dari 476 juta yuan (sekitar 1,1 triliun rupiah) telah dibayarkan, membantu masyarakat setempat hidup berdampingan dengan hewan-hewan yang dulu mereka anggap sebagai ancaman.
Saat ini, menjadi penjaga satwa liar bukan lagi sekadar pekerjaan—melainkan sebuah kebanggaan. Sejak 2016, Tibet telah mempekerjakan lebih dari 500.000 pekerja perlindungan ekologi setiap tahun, memberikan peningkatan pendapatan tahunan rata-rata lebih dari 3.500 yuan (sekitar 7,9 juta rupiah) bagi penduduk setempat.
Komentar
Berita Lainnya
Produsen kereta api Tiongkok, CRRC Changke Co., Ltd. membuat generasi baru kereta antarkota hibrida di Tiongkok pada Minggu (2/10). Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 14:26:6 WIB

Wakil Duta Besar Tiongkok untuk PBB Geng Shuang pada hari Jumat 30 September lalu mengatakan Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 14:48:4 WIB

Petani di wilayah Changfeng Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 14:51:7 WIB

Pembalap Formula 1 asal Tiongkok Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 15:19:35 WIB

Tiongkok mendesak AS untuk mengakhiri kekerasan polisi terhadap orang kulit hitam Amerika selama sesi PBB Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 16:45:29 WIB

Pemasangan Atap Beton Pertama Terowongan Jalan Raya Terpanjang di Provinsi Jiangsu Tiongkok Telah dimulai Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 17:25:54 WIB

Tiongkok ingin mengoptimalkan struktur ekonomi negara Tiongkok
Selasa, 4 Oktober 2022 17:30:30 WIB
