BEIJING, Radio Bharata Online – Tiongkok mengutuk keras setiap kunjungan politisi Eropa ke pulau Tiongkok Taiwan, sebagai tindakan "mengerikan."
Diplomat dan Kementerian Luar Negeri Tiongkok mendesak mereka untuk berhenti berinteraksi dengan Taiwan, dan berhenti mengirim sinyal yang salah ke pasukan kemerdekaan Taiwan, atau menggunakan masalah Taiwan sebagai alasan, untuk mencampuri urusan dalam negeri Tiongkok.
Pengamat Tiongkok mengatakan, kunjungan oleh setiap politisi ke pulau itu adalah untuk memenuhi keinginan AS tentang masalah Taiwan. Itu adalah bagian dari strategi AS untuk mengekang dan menekan Tiongkok.
Pengamat memperingatkan bahwa tindakan provokatif semacam itu berpotensi mengguncang fondasi politik antara Tiongkok dan Eropa.
Juru bicara Kedutaan Besar Tiongkok di Jerman menyebut kunjungan seorang pejabat Jerman ke Taiwan sebagai "mengerikan," setelah Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengutuk kunjungan tersebut pada hari yang sama.
Baik kedutaan besar maupun kementerian Luar Negeri Tiongkok, meminta pihak Jerman untuk mematuhi prinsip satu-Tiongkok, segera berhenti berinteraksi dan mengirimkan sinyal yang salah kepada pasukan kemerdekaan Taiwan, dan berhenti memanfaatkan masalah Taiwan sebagai dalih untuk mencampuri urusan internal Tiongkok.
Jerman dan pulau itu menandatangani kesepakatan tentang sains dan teknologi, setelah Menteri Pendidikan dan Riset Federal Jerman Bettina Stark-Watzinger berkunjung ke pulau itu.
Channel News Asia melaporkan, Bettina Stark adalah menteri Jerman pertama yang mengunjungi Taiwan dalam 26 tahun.
Demikian pula, ketua majelis rendah Parlemen Ceko, Marketa Pekarova Adamova mengumumkan, dia akan memimpin delegasi besar yang terdiri dari sekitar 150 orang, untuk kunjungan lima hari ke pulau Taiwan.
Zhao Junjie, seorang peneliti di Institut Studi Eropa Akademi Ilmu Sosial Tiongkok, kepada Global Times mengatakan, atas desakan AS, suara-suara anti-Tiongkok telah terdengar oleh beberapa wadah pemikir di Eropa. Melalui wacana anti Tiongkok, mereka berusaha untuk memprovokasi dan menguji reaksi Beijing. (Global Times)