Beijing, Radio Bharata Online - Peter Lam Both, Sekretaris Jenderal Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan (SPLM), mengatakan tidak ada lagi perpanjangan yang diharapkan untuk pemilihan umum di Sudan Selatan karena negara itu bersiap untuk pergi ke tempat pemungutan suara tahun depan untuk pertama kalinya sejak memperoleh kemerdekaannya pada tahun 2011.
Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan (SPLM) akan bersaing untuk mempertahankan statusnya sebagai partai yang berkuasa dalam pemilu yang dijadwalkan pada Desember 2024 mendatang.
Peter Lam Both mengunjungi Tiongkok pada pertengahan April 2023 bersama dengan delegasi partai tingkat tinggi untuk menjajaki kerja sama yang lebih dalam dengan Tiongkok.
Dalam sebuah wawancara baru-baru ini, dia mengatakan negara Afrika timur itu sekarang menghadapi perjuangan besar yang akan menentukan pemilu mendatang.
"Kami menghadapi dua tantangan besar. Salah satunya adalah konflik, yaitu perang yang terjadi di negara ini pada tahun 2013. Untuk mengatasinya kami melalui perjanjian damai. Saat ini, ada stabilitas dan perdamaian di negara kami saat kami menerapkan kesepakatan," ungkap Both.
"Tantangan lainnya adalah bencana alam. Kami sekarang mengalami banjir yang datang ke Sudan Selatan dan hancurkan banyak desa dan banyak kabupaten, dan sebagian besar orang mengungsi di tempat-tempat di mana hujan turun. Itu adalah bagian dari perubahan iklim," imbuhnya.
Both juga menyatakan penghargaan atas bantuan kemanusiaan Tiongkok di Sudan Selatan dan mengatakan negara itu sedang mencoba mencari solusi untuk meningkatkan curah hujan.
Menurutnya, perpanjangan pemilu sebelumnya pada Agustus 2022 diperlukan mengingat lambannya pelaksanaan kesepakatan untuk menyelesaikan konflik di Tanah Air.
"Yang menyebabkan perpanjangan adalah sulitnya mengimplementasikan perjanjian damai dalam waktu singkat, karena ada beberapa ketentuan dalam perjanjian damai yang sangat sulit dan membutuhkan bantuan internasional. Misalnya, ketika kita berbicara tentang pengaturan keamanan, kami menggunakan pasal dua dari perjanjian. Itu membutuhkan pelatihan ulang pasukan pemberontak, menggabungkan mereka bersama dengan pasukan pemerintah, dan kemudian memberi mereka senjata," jelas Both.
Ia juga mengatakan tekanan eksternal adalah akar dari kesulitan dalam mengimplementasikan perjanjian tersebut.
"Sekarang, pelatihan, bagian pertama telah selesai, tetapi kami tidak memiliki senjata karena dunia barat telah memberlakukan embargo senjata di Sudan Selatan. Ini adalah salah satu masalah yang sebenarnya berdampak pada para pihak dalam perjanjian untuk memperpanjang selama 24 bulan ke depan sehingga memberikan waktu bagi kami guna menyelesaikan bab-bab selanjutnya dari perjanjian tersebut. Kami percaya bahwa pada bulan Desember 2024, akan ada pemilihan di mana pemerintah Sudan Selatan akan dengan senang hati muncul dari pemilu itu," katanya.
Both pun= menekankan semua pihak kini sedang bersiap-siap untuk pemilu yang akan datang.
"Tidak akan ada perpanjangan lagi, sejauh yang saya tahu. Saya datang ke sini ke Beijing datang dari daerah akar rumput di mana kami melakukan pendaftaran dan mobilisasi partai. Jadi kami sudah mempersiapkan landasan untuk itu sebagai partai politik. Kami berharap bahwa pada saat itu, kita semua akan siap untuk mengadakan pemilihan," ujar Sekjen.
Sudan Selatan dilanda kekerasan pada Desember 2013 menyusul perselisihan politik antara Salva Kiir Mayardit, yang merupakan presiden negara saat ini, dan wakilnya saat itu, Riek Machar.
Konflik tersebut telah menewaskan puluhan ribu orang dan membuat lebih dari 2 juta orang mengungsi baik secara internal maupun eksternal.