Rabu, 27 Desember 2023 8:46:59 WIB
Jumlah Pecandu Game Online di Indonesia Diduga Tertinggi di Asia
Kesehatan
AP Wira
Kecanduan game dalam jangka panjang akan menjadi masalah nasional/Ilustrasi FKUI
JAKARTA, Radio Bharata Online - Kecanduan game online di kalangan anak dan remaja di Indonesia mungkin masih fenomena baru, dan belum dianggap sebagai masalah serius. Namun jumlahnya semakin meningkat dan dampaknya terhadap kondisi fisik dan psikologis mereka tidak bisa diremehkan.
Dr Kristiana Siste Kurniasanti, pakar adiksi yang juga Kepala Departemen Medik Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)- Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menyebut, “Ada orang tua yang datang karena anaknya sudah mau di-DO (Drop Out) dari universitasnya di Purwokerto. Akibatkecanduan game online”
Dr Kristiana Siste mengatakan bahwa pemerintah Indonesia perlu memiliki kebijakan nasional untuk mengantisipasi dampak adiksi game online demi melindungi kualitas sumber daya manusia di masa depan.
Ditambahkannya, prevalensi kecanduan game online di Tanah Air diduga lebih tinggi dari sejumlah negara maju di Asia. RSCM sejak tahun 2018 telah membuka klinik khusus adiksi perilaku, dan sampai sekarang sudah merawat puluhan pasien anak, remaja, dan dewasa dari berbagai daerah. Para pasien itu umumnya mengalami hendaya atau disfungsi serius akibat kecanduannya bermain game online.
Selain menangani para pasien tersebut, dr Siste juga mengkhawatirkan bahwa sejauh ini kesadaran masyarakat terhadap dampak adiksi online juga masih sangat rendah.
“Berbeda dengan kecanduan narkoba yang dekat dengan kriminalitas, orang tua banyak yang khawatir. ”
Selain kasus seperti yang terjadi pada mahasiswa yang hampir diberhentikan dari universitasnya, dr siste mengatakan pasiennya juga ada yang sudah mendapat teguran dari kantornya karena pekerjaannya terbengkalai dan ada juga yang sampai terjerat utang ratusan juta rupiah gara-gara kecanduan ikut judi bermain game bola online.
Kondisi ini terjadi karena pada bagian otak pecandu game terjadi kerusakan khususnya pada area yang berfungsi untuk mengendalikan diri dan perilakunya.
“Pada kasus adiksi ada bagian dari otak pecandu yang rusak, yakni area yang namanya pre-frontal cortex, dimana ketika dilakukan pencitraan otak, di daerah itu didapati rusak, ketimbang mereka yang tidak kecanduan.” ujar Dr Siste
“Ini dalam jangka panjang akan menjadi masalah nasional. Bisa dibayangkan seperti apa kualitas sumber daya manusia Indonesia nantinya.” ungkapnya.
Menyikapi bahaya dampak kecanduan game online ini, dr Siste menilai pemerintah perlu membuat kebijakan yang bersifat nasional untuk mencegah paparan dampak buruk adiksi game online. Ia mencontohkan Korea Selatan yang memiliki kebijakan nasional berupa UU pembatasan jam bermain game online sejak tahun 2011.
Korea Selatan termasuk salah satu negara dengan tingkat kecanduan internet termasuk di dalamnya kecanduan game online cukup tinggi di dunia.Dan dr. Siste memperkirakan problem kecanduan internet di Indonesia lebih besar dibandingkan Korea Selatan.
Karena berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya pada 2018 lalu menyimpulkan sekitar 14% remaja berstatus pelajar SMP dan SMA di ibukota saja mengalami kecanduan internet.
Seperti diketahui, Badan Kesehatan Dunia (WHO) sejak 2018 lalu telah menetapkan adiksi game online sebagai salah satu bentuk gangguan mental dan disebut dengan istilah gaming disorder. Gaming disorder ini termasuk dalam kategori kecanduan non zat atau kecanduan perilaku, seperti hanya juga adiksi gawai, judi online, media sosial, porno, dan lain-lain.
Klinik adiksi perilaku di RSCM ini merupakan klinik pertama dan satu-satunya di Indonesia yang khusus menangani masalah kecanduan jenis ini. Menurut dr. Siste, mayoritas pasien yang datang ke klinik ini cenderung mengarah pada adiksi games.
Pasien di klinik ini akan ditangani sesuai dengan kondisi kecanduannya. Dan metode yang diberikan tidak hanya konseling, obat-obatan tapi juga pemantauan aktivitas sehari-hari. [FKUI]
Komentar
Berita Lainnya
BPOM Temukan 718.791 Vitamin Ilegal Dijual di Online Shop Selama Pandemi Covid-19 Kesehatan
Kamis, 6 Oktober 2022 13:37:0 WIB
Singapura Hadapi Subvarian Omicron Baru XBB, Harian Naik Lagi 9 Ribu Kasus Kesehatan
Senin, 17 Oktober 2022 10:23:40 WIB
Jokowi: 80 Persen Vaksin COVID-19 yang Digunakan Indonesia Berasal dari RRT Kesehatan
Senin, 17 Oktober 2022 13:43:44 WIB
Wanita dengan Dada Besar Lebih Gampang Kena Kanker Payudara? Kesehatan
Selasa, 18 Oktober 2022 9:49:9 WIB
Kemenkes: Apotek-Nakes Setop Sementara Obat Sirup! Kesehatan
Rabu, 19 Oktober 2022 8:56:53 WIB
Daftar Obat Sirup yang Dilarang dan Ditarik BPOM Kesehatan
Jumat, 21 Oktober 2022 10:15:51 WIB
Kemenkes: Omicron XBB Terdeteksi di Indonesia Kesehatan
Minggu, 23 Oktober 2022 16:42:29 WIB
Shanghai Mulai Berikan Vaksin Booster COVID-19 yang Dihirup Kesehatan
Rabu, 26 Oktober 2022 16:8:34 WIB
Pemerintah Gratiskan Biaya Pengobatan Pasien Gagal Ginjal Akut Kesehatan
Rabu, 26 Oktober 2022 16:21:29 WIB
WHO Rilis Peringatan 8 Obat Sirup yang Dilarang BPOM RI Kesehatan
Jumat, 4 November 2022 15:32:48 WIB
Corona Kembali Meningkat, Pemerintah Prediksi Puncaknya 1-2 Bulan Lagi Kesehatan
Jumat, 4 November 2022 18:46:33 WIB
5 Kebiasaan Penyebab Sariawan, Bukan Kurang Makan Buah Kesehatan
Sabtu, 5 November 2022 7:23:52 WIB
5 Sarapan Bergizi untuk Menurunkan Berat Badan Kesehatan
Minggu, 6 November 2022 7:42:35 WIB
Vaksin Covid-19 Direkomendasikan Jadi Imunisasi Rutin Kesehatan
Minggu, 6 November 2022 7:47:25 WIB
Delta Sungai Yangtze Tingkatkan integrasi melalui digitalisasi Kesehatan
Sabtu, 27 Agustus 2022 1:59:36 WIB