Minggu, 9 Juni 2024 14:45:9 WIB

Lomba Perahu Naga Di Kota Tangerang Dan Asal Mula Festival Peh Cun
Sosial Budaya

Endro

banner

Perahu naga saat akan dimandikan pada hari Minggu (9/5) di Pendopo Peh Cun Tanah Gocap, dalam rangkaian Festival Perahu Naga 2024. FOTO: ANTARA/HO-Pemkot Tangerang

JAKARTA, Radio Bharata Online - Festival Peh Cun atau yang dikenal sebagai Dragon Boat Festival (Festival Perahu Naga), merupakan perayaan penting yang dilakukan masyarakat Tionghoa. Perayaan ini dimeriahkan dengan kegiatan mendayung perahu naga.

Perayaan yang selalu diperingati setiap tanggal 5 bulan 5 dalam penanggalan Imlek, selalu dirayakan di berbagai negara termasuk Indonesia. Perayaan Peh Cun dilaksanakan di berbagai daerah, seperti Semarang, Yogyakarta, Pangkal Pinang, dan kota-kota lain, termasuk salah satunya di Kota Tangerang Provinsi Banten.

Perayaan Peh Cun yang dipusatkan di Sungai Cisadane, merupakan salah satu Festival Budaya Etnis Tionghoa di Kota Tangerang, dan merupakan salah satu budaya tertua di Indonesia.   Perayaan atau Festival ini meliputi lomba perahu naga, ritual mendirikan telur, lomba menangkap bebek, serta disajikannya hidangan khas berupa kue bacang.

Sejarawan dari Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung, Rosyadi, dalam tulisannya FESTIVAL PEH CUN, Menelusuri Tradisi Etnis Tionghoa di Kota Tangerang, mengungkapkan salah satu bukti mengenai keberadaan tradisi Peh Cun.   

Awal mula sejarah Festival Perahu Naga, khusus di Kota Tangerang, menurutnya bermula dari perahu naga Empeh Pe Cun, yang disumbangkan oleh Kapitan Oey Khe Tay kepada Kelenteng Boen Tek Bio pada tahun 1900 masehi.

Perayaan yang digelar rutin oleh komunitas Boen Tek Bio ini selalu diisi oleh berbagai ritual dan tradisi unik.  Sebelum diadakan di sungai Cisadane, festival ini biasanya diadakan di kawasan Kali Besar Batavia (Jakarta Kota). Tapi karena sungainya mengalami pendangkalan, sejak tahun 1910, perayaan Peh Cun akhirnya dipindahkan ke Sungai Cisadane, sampai sekarang.

Sejarah mencatat tahun 1911, perahu Empeh Pe Cun diikutkan dalam lomba perahu naga, namun mengalami kecelakaan sehingga patah menjadi dua bagian, tapi masih bisa melanjutkan perlombaan hingga keajaiban pun terjadi. Perahu yang patah ini berhasil memenangkan lomba. 

Perahu dan Peh Cun adalah satu kesatuan. Peh Cun terdiri dari dua kata yaitu “Peh” dan “Cun”. “Peh” artinya mendayung, dan “Cun” artinya perahu. Dua kata tersebut, Peh Cun, kemudian didefinisikan sebagai sebuah tradisi lomba mendayung perahu.

Festival Perahu Naga ini, kendatipun ditujukan sebagai peringatan dan upacara persembahan kepada leluhur mereka di negeri asalnya, yaitu Qu Yuan, akan tetapi dalam pelaksanaannya melibatkan orang banyak, tidak terbatas hanya kalangan warga keturunan Tionghoa saja. 

Para peserta festival ini adalah mereka yang memiliki keahlian dan keterampilan dalam mendayung perahu. Mereka tidak hanya berasal dari Kota Tangerang saja, tetapi juga banyak peserta dari luar Kota, seperti Cirebon, Indramayu, Bekasi, dan kota-kota lainnya di Jawa Barat dan Banten. Mereka umumnya adalah para nelayan yang sudah terbiasa hidup di laut.

Dikutip dari indonesiakaya.com, menurut legenda asalnya, peristiwa Sungai Mi Luo, mengisahkan seorang menteri besar yang dikenal tangguh dan berpengaruh bernama Qu Yuan.  Qu Yuan ini dikenal karena berhasil menyatukan enam negeri bersama negeri Chu, untuk menyerang Negeri Jin. Orang-orang dari negeri Jin kemudian menyerang balik dengan menyebarkan fitnah kepada Qu Yuan. Qu Yuan akhirnya terusir dan mengalami pengkhiatan dari negerinya sendiri.

Setelah sekian lama, Qu Yuan akhirnya mendengar kabar bahwa Ibukota Negeri Chu hancur diserang negeri Jin.  Dalam kesedihannya setelah sembahyang Twan Yang, didepan banyak orang, Qu Yuan membacakan sajak yang berjudul “Li Sao” yang berarti “Jatuh Dalam Kesukaran”.  Orang-orang tertegun mendengar sajak Qu Yuan, yang mencurahkan perasaan cinta terhadap tanah air dan rakyatnya.

Selesai membacakan sajak, dengan menggunakan perahu, Qu Yuan menyusuri Sungai Mi Luo, menjauh dari keramaian orang, lalu diam-diam menceburkan diri ke dalam arus sungai yang mengalir deras. Beberapa orang yang sempat melihatnya berusaha menolong dan mencari, tapi usaha tersebut gagal.

Rakyat dan pengikut setia Qu Yuan yang merasa sedih, kemudian berusaha mencari jenazah Qu Yuan di sungai tersebut. Mereka melemparkan nasi dan makanan lain ke dalam sungai, dengan maksud agar ikan dan udang yang ada di sungai tidak mengganggu jenazah Qu Yuan. Selain itu, untuk menghindar dari naga yang ada di dalam sungai, maka mereka membungkus makanan tersebut dengan dedaunan.  Inilah asal-usul singkat bakcang, yang sekarang identik dengan tradisi Peh Cun. Bakcang diartikan sebagai simbol penghormatan. Karena bangsa Tionghoa juga mempercayai betapa pentingnya tubuh seseorang, meskipun sudah meninggal.

Selain itu, usaha para nelayan mencari jenazah sang menteri dengan perahu, akhirnya menjadi cikal bakal lomba perahu naga, yang selalu diadakan saat perayaan peh cun. (dari berbagai sumber)

Komentar

Berita Lainnya

Pelestarian Lingkungan Sungai Yangtze Sosial Budaya

Sabtu, 8 Oktober 2022 16:4:14 WIB

banner
Hari Kota Sedunia dirayakan di Shanghai Sosial Budaya

Minggu, 30 Oktober 2022 15:32:5 WIB

banner