Sabtu, 23 Januari 2021 11:11:34 WIB

7 Fakta Suku Baduy yang Masih Nol Kasus Corona
Sosial Budaya

Agsan Prawira

banner

Suku Baduy di Lebak, Banten (Getty Images/Ulet Ifansasti)

Jakarta - 

Masyarakat adat Baduy tidak mendapati satu pun kasus virus Corona sejak awal wabah pada Maret 2020. Berikut fakta tentang Suku Baduy.

Sejak pemerintah mengumumkan pandemi virus Corona. masyarakat adat Baduy memang langsung menutup diri dari wisatawan. Selain itu, warga juga disiplin menerapkan protokol kesehatan, yakni dengan memakai masker, menjaga jarak, dan rajin mencuci tangan dengan sabun.

"Begitu Baduy tahu ada pandemi, Tangtu Tilu Jaro Tujuh mengadakan ritual, Tantu Tilu dan Puun berdoa," ujar Kepala Desa Kanekes, Jaro Saija, menggunakan bahasa Sunda.

Bahkan, tetua adat setempat mengimbau masyarakat Baduy tidak boleh ke luar daerah seperti Jakarta, Tangerang dan Bogor yang menjadi daerah penyebaran COVID-19.

Baca juga: Ini Rahasia Suku Baduy Tahan Pandemi, Masih 0 Kasus Corona di Sana

Selama COVID-19, warga Kanekes, yang ada di wilayah di selatan Banten di Kabupaten Lebak itu juga tetap bekerja sebagai petani. Mereka juga mengonsumsi ramuan tradisional.

Siapakah masyarakat Baduy dan bagaimana mereka bisa menjaga diri dari orang luar? detikTravel merangkum dari CNN Indonesia dan detikX tentang Suku Baduy.

Berikut tujuh fakta Suku Baduy.

1. Lokasi pemukiman Suku Baduy

Masyarakat adat Baduy tinggal di kaki pegunungan Kendeng di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Itu berjarak sekitar 40 km dari Rangkasbitung, pusat kota di Lebak, Banten.

Orang Baduy menyebut diri mereka Urang Kanekes atau Orang Kanekes. Kata 'baduy' merupakan sebutan dari peneliti Belanda, mengacu pada kesamaan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang gemar berpindah-pindah.

2. Tiga Lapisan Suku Baduy

Suku Baduy memiliki tiga lapisan, yakni Baduy Dangka, Baduy Luar, dan Baduy Dalam.

Warga Baduy Dangka sudah tinggal di luar tanah adat. Mereka tak lagi terikat oleh aturan atau kepercayaan animisme Sunda Wiwitan yang dijunjung Suku Baduy. Mereka juga sudah mengenyam pendidikan dan paham teknologi.

Lalu warga Baduy Luar merupakan yang tinggal di dalam tanah adat. Mereka masih menjunjung kepercayaan Sunda Wiwitan.

Di tengah kehidupan yang masih tradisional, mereka sudah melek pendidikan dan teknologi. Ciri khas mereka terlihat dari pakaian serba hitam dan ikat kepala biru.

Yang terakhir merupakan warga Baduy Dalam atau Baduy Jero. Mereka bermukim di pelosok tanah adat. Pakaian mereka serba putih.

Kepercayaan Sunda Wiwitan masih kental di Baduy Dalam. Warga di sini juga dianggap memiliki kedekatan dengan leluhur.

Mereka tak mengenyam pendidikan, melek teknologi, bahkan tak beralas kaki, karena hidup apa adanya dirasa sebagai cara untuk tetap dekat dengan Yang Maha Esa.

Eksistensi Baduy Dalam dilindungi oleh Baduy Dangka dan Baduy Luar. Kedua lapisan ini bertugas menyaring "hempasan informasi dari dunia luar" sehingga adat istiadat Suku Baduy tetap terjaga.

Jika warga Baduy Dangka banyak yang membuka usaha jasa pemandu wisata, tempat makan, dan penjual oleh-oleh, maka warga Baduy Luar dan Baduy Dalam masih banyak yang berternak dan bertani.

Persawahan di Desa Kanekes masih terjaga keasriannya, meski sudah semakin banyak pabrik yang dibangun di Rangkasbitung.

Hasil pertanian mereka biasanya dijual di Pasar Kroya, Pasar Cibengkung, dan Ciboleger.

3. Pemerintahan Suku Baduy

Mengutip tulisan di situs resmi Pemprov Banten, Suku Baduy mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu:

1. Sistem nasional, yang mengikuti aturan negara Indonesia

2. Sistem adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya masyarakat

Kedua sistem tersebut digabung atau diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi benturan. Secara nasional, warga dipimpin oleh kepala desa yang disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah camat, sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat tertinggi, yaitu puun.

Jabatan puun berlangsung turun-temurun, namun tidak otomatis dari bapak ke anak, melainkan dapat juga kerabat lainnya.

Jangka waktu jabatan puun tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan tersebut.

Sebagai tanda kepatuhan kepada penguasa, Suku Baduy secara rutin melaksanakan tradisi Seba ke Kesultanan Banten.

Sampai sekarang, upacara seba tersebut terus dilangsungkan setahun sekali, berupa menghantar hasil bumi (padi, palawija, buah-buahan) kepada Gubernur Banten (sebelumnya ke Gubernur Jawa Barat), melalui Bupati Kabupaten Lebak.

4. Kampung Baduy Dalam dan Baduy Luar

Jumlah kampung di Baduy Luar terus berkembang. Dari catatan detikcom pada 2017, kampung di Baduy Luar berjumlah 65. Jumlah itu berkembang jauh lebih banyak ketimbang pada 1997 dengan cuma ada 35 kampung.

Warga Suku Baduy Luar menunjukan buah durian yang akan dijualnya di Desa Kenekes, Lebak, Banten, Rabu (20/1/2021). Memasuki musim buah durian pada bulan Januari hingga Februari, warga Suku Baduy menjual berbagai jenis buah durian lokal dari kawasan Baduy tersebut dengan harga Rp30-50 ribu per buah. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/wsj.\Warga Suku Baduy Luar menunjukan buah durian yang akan dijualnya di Desa Kenekes, Lebak, Banten, Rabu (20/1/2021). Memasuki musim buah durian pada bulan Januari hingga Februari, warga Suku Baduy menjual berbagai jenis buah durian lokal dari kawasan Baduy tersebut dengan harga Rp30-50 ribu per buah. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/wsj. Foto: ANTARA FOTO/MUHAMMAD BAGUS KHOIRUNAS

Sementara itu, jumlah kampung di Baduy dalam tidak pernah bertambah atau berkurang sejak awal hingga kelak, cuma tiga kampung. Yakni, Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik.

Pembagian tiga kampung Baduy Dalam sendiri juga memiliki makna penugasan adat.

Cibeo memiliki tugas urusan pelayanan masyarakat Baduy, sosial kemasyarakatan, dan terkait wilayah. Tugas pemerintahan, pertanian, dan komunikasi dengan warga luar selalu diampu oleh Cibeo.

Adapun, Cikertawana bertugas sebagai penasihat urusan-urusan keamanan, ketertiban, kesejahteraan, dan pembinaan warga Baduy.

Terakhir, Cikeusik bertugas soal keagamaan, pelaksanaan kalender adat, seperti Kawalu, Ngalaksa, atau Seba, serta pengadil atas hukum adat. Tapi. aturan tersebut menjadi satu kesatuan adat Baduy.

5. Kepercayaan Suku Baduy

Menurut kepercayaan yang mereka anut, Suku Baduy mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa yang diutus ke bumi.

Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama.

Adam dan keturunannya, termasuk Suku Baduy, mempunyai tugas bertapa demi menjaga harmoni dunia.

Oleh sebab itu Suku Baduy sangat menjaga kelestarian lingkungannya dalam upaya menjaga keseimbangan alam semesta. Tak ada eksploitasi air dan tanah yang berlebihan bagi mereka. Cukup adalah batasannya.

Objek kepercayaan terpenting bagi Suku Baduy adalah Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral.

Suku Baduy mengunjungi lokasi tersebut untuk melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima, yang pada tahun 2003 bertepatan dengan bulan Juli.

Hanya puun (ketua adat tertinggi) dan beberapa anggota masyarakat terpilih saja yang mengikuti rombongan pemujaan tersebut.

Di kompleks Arca Domas tersebut terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan.

Apabila pada saat pemujaan ditemukan batu lumpang tersebut ada dalam keadaan penuh air yang jernih, itu merupakan pertanda bahwa hujan pada tahun tersebut akan banyak turun, dan panen akan berhasil baik.

Sebaliknya, apabila batu lumpang kering atau berair keruh, maka merupakan pertanda kegagalan panen.

6. Angklung Buhun

Suku Baduy memiliki angklung spesial, namanya angklung buhun atau angklung kuno. Angklung itu berukuran 50-150 cm. Satu set angklung ini berisi sembilan buah angklung dan tiga beduk.

Angklung khas Baduy\Angklung khas Baduy Foto: Muhammad Zaky Fauzi Azhar/detikX

Sembilan buah angklung itu bernama Indung, Ringkung, Dongdong, Gunjung, Indung Leutik, Engklok, Trolok, dan dua buah Roer.

Angklung buhun punya makna magis di Baduy. Bunyi angklung ini diyakini akan membuat panen berlimpah. Dewi Sri, dewi kesuburan, akan datang dan membantu merawat tanaman padi gogo ketika mendengar alunan angklung.

Angklung ini tak sembarang waktu boleh dimainkan. Hanya saat-saat tertentu, di antaranya ketika penanaman padi adat, yakni saat nyacar serang (ngaseuk serang).

7. Aturan berkunjung ke pemukiman Suku Baduy

Desa Kanekes bisa dikunjungi melalui Ciboleger. Ciboleger merupakan batas desa di luar Baduy. Kampung itu menjadi gerbang Baduy.

Di sini terdapat Terminal Ciboleger, yang merupakan pemberhentian terakhir berbagai angkutan pedesaan dari Kota Rangkasbitung, yang berjarak sekitar 40 kilometer.

Dari sini pemandu akan mengajak wisatawan melintasi bukit masuk ke dalam hutan hingga menemukan desa warga Baduy Luar.

Bagi yang sempat mengunjungi Suku Baduy pasti bakal terkagum-kagum dengan pemandangan alamnya yang indah dan perilaku warganya yang ramah tamah.

Namun selama kunjungan, turis wajib menjaga adat istiadat Suku Baduy.

Aturan berkunjung yang paling utama ialah menjaga kelestarian alam, dengan tak membuang sampah sembarang, menggunakan barang dalam kemasan sekali pakai, dan menggunakan pasta gigi dan sabun di sungai.

Aturan lain tergantung wilayah yang bakal didatangi, Baduy Luar atau Baduy Dalam.

Karena Suku Baduy punya konsep menjauh dari hal yang berbau duniawi, sebaiknya datang dengan pakaian tertutup serta melupakan gadget yang dibawa, seperti telepon genggam atau kamera. Warga Baduy Dalam juga dikenal tak suka dipotret.

Kalau masih bingung dengan aturan berkunjung ke sana, sebaiknya datang bersama pemandu wisata yang merupakan warga Suku Baduy. Selain bisa menjelaskan adat istiadat lebih lengkap, usaha ini juga sebagai bentuk memajukan perekonomian Suku Baduy.

Namun, Desa Kanekes tetap terlarang bagi warga negara asing. Beberapa wartawan asing yang mencoba masuk untuk mengenal Suku Baduy sampai sekarang selalu ditolak masuk.

https://travel.detik.com/domestic-destination/d-5345468/7-fakta-suku-baduy-yang-masih-nol-kasus-corona/3

Komentar

Berita Lainnya

Pelestarian Lingkungan Sungai Yangtze Sosial Budaya

Sabtu, 8 Oktober 2022 16:4:14 WIB

banner
Hari Kota Sedunia dirayakan di Shanghai Sosial Budaya

Minggu, 30 Oktober 2022 15:32:5 WIB

banner