Jumat, 8 November 2024 12:33:8 WIB

Eks Pejabat Tiongkok Bela Globalisasi sebagai Hal yang Menguntungkan bagi Perekonomian
Ekonomi

Eko Satrio Wibowo

banner

Yi Xiaozhun, mantan Wakil Menteri Perdagangan Tiongkok (CMG)

Shanghai, Radio Bharata Online - Globalisasi yang dipromosikan oleh mekanisme perdagangan multilateral masih menguntungkan perekonomian di seluruh dunia, kata seorang mantan pejabat Tiongkok di Forum Ekonomi Internasional Hongqiao ke-7 di Shanghai, Selasa (5/11) lalu.

Yi Xiaozhun, mantan Wakil Menteri Perdagangan Tiongkok, menyampaikan pernyataan tersebut pada sesi paralel forum tersebut tentang sejarah Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan perkembangan yang telah dicapai Tiongkok selama beberapa dekade terakhir sejak bergabung dengan organisasi internasional tersebut pada tahun 2001.

Mengutip laporan dari Bloomberg, Yi mengatakan sebagai promotor globalisasi, Tiongkok akan tetap menjadi kontributor terbesar bagi pertumbuhan ekonomi global di tahun-tahun berikutnya.

"Tiongkok bergabung dengan WTO pada tahun 2001, berpartisipasi aktif dalam putaran globalisasi ekonomi ini dan telah memperoleh manfaat darinya. Sebuah laporan dari Bloomberg membuat estimasi berdasarkan Prospek Ekonomi Dunia yang dirilis oleh Dana Moneter Internasional (IMF). Laporan tersebut menyatakan bahwa dari tahun 2024 hingga 2029, Tiongkok akan menyumbang sekitar 21 persen dari aktivitas ekonomi baru dunia, lebih besar dari gabungan aktivitas ekonomi negara-negara Kelompok Tujuh. Artinya, selama periode lima tahun, Tiongkok akan tetap menjadi kontributor terbesar bagi pertumbuhan ekonomi dunia," kata Yi.

Para pakar yang hadir dalam acara tersebut menyoroti pentingnya WTO dan mekanisme perdagangan multilateral dalam meningkatkan perdagangan global dan membantu negara-negara berkembang untuk tumbuh.

Para pakar mengatakan WTO telah membantu 55 negara berkembang, termasuk Tiongkok, menjadi bagian dari mekanisme perdagangan multilateral dan nilai perdagangan barang dan jasa global meningkat dari enam triliun dolar AS (sekitar 94 ribu triliun rupiah) pada tahun 1995 menjadi 30 triliun dolar AS (sekitar 470 ribu triliun rupiah) pada tahun 2023.

Menanggapi keluhan terhadap globalisasi dari negara-negara maju, Yi mengatakan bahwa mereka juga termasuk di antara banyak penerima manfaat karena barang-barang murah yang diimpor menjaga tingkat inflasi mereka tetap rendah.

"Banyak negara maju sekarang mengeluh bahwa globalisasi tidak adil bagi mereka. Mereka mengatakan globalisasi ekonomi menyebabkan banyak kerugian bagi mereka. Saya pikir kita harus menyadari fakta bahwa negara-negara maju, dalam putaran globalisasi ini dan dalam kerangka perdagangan multilateral, telah menikmati tingkat inflasi yang rendah, biaya rendah, dan efisiensi tinggi. Misalnya, barang-barang konsumsi yang murah telah membantu menjaga tingkat inflasi global tetap sangat rendah," ujar Yi.

Komentar

Berita Lainnya

Krisis Ekonomi 1997 Kembali Bayangi Asia Ekonomi

Kamis, 6 Oktober 2022 13:29:54 WIB

banner