Kamis, 30 Maret 2023 16:43:22 WIB

HAM ala AS Sudah Menjadi Mimpi Buruk AS
International

CRI/ Angga

banner

Sebuah sekolah dasar di Nashville, Tennessee terjadi kasus penembakan massal. /CCTV

Hari Senin tanggal 27 Maret yang lalu adalah hari yang sangat menyedihkan bagi sejumlah keluarga AS. Pada pagi hari itu, sebuah sekolah dasar di Nashville, Tennessee terjadi kasus penembakan massal. Tiga murid yang berusia 9 tahun dan tiga orang dewasa kehilangan nyawanya dalam tragedi tersebut. Penembakan di Nashiville tersebut adalah penembakan massal terburuk yang terjadi di kampus setelah penembakan massal yang terjadi di SD Robb, negara bagian Texas pada bulan Mei 2022. Presiden AS Joe Biden menyebut tragedi serupa sebagai ‘mimpi buruk yang paling mengerikan’ bagi setiap keluarga.

 

Terulangnya mimpi buruk serupa di AS berarti adanya kesalahan yang harus dibetulkan. Pihak resmi Tiongkok merilis Laporan Pelanggaran HAM AS Tahun 2022, yang telah mengungkapkan sebuah kenyataan kepada dunia.

Laporan yang berisi 18 ribu huruf Kanji itu merincikan kasus-kasus pelanggaran HAM dan kebebasan di AS sepanjang tahun 2022. Dari data-data detail tersebut terungkaplah kenyataan bahwa keadaan HAM di AS telah mengalami ‘kemunduran simbolis’. Dalam laporan itu disebut bahwa AS adalah negara yang paling sering mengalami penembakan massal di kampus. Menurut statistik, sepanjang tahun 2022, penembakan di kampus AS tercatat 302 kasus, mencetak rekor tertinggi sejak tahun 1970. Kini, kasus penembakan sudah menjadi penyebab nomor satu kematian anak-anak di AS. Cheryl Lero Jonson, seorang ahli kasus penembakan kampus AS meratapi nasib kaum muda AS sebagai ‘generasi penembakan massal’.

 

Satu per satu kasus penembakan massal yang terus terjadi di kampus tidak hanya telah menghancurkan kepercayaan warga AS terhadap negerinya sendiri, sekaligus menyingkap wajah asli AS yang munafik dan tidak terpuji.

Radio ABC AS melaporkan, hasil survei yang dirilis pada 9 November 2022 menunjukkan, 72 persen pemilih dari Partai Demokrat, 68 persen pemilih dari Partai Republik dan 70 persen pemilih independen sama-sama mengakui bahwa demokrasi kini telah terancam.

Mengapa masyarakat umumnya kecewa terhadap HAM demokratis ala AS? Dalam hal ini terdapat dua kata kunci, yakni uang dan kompetisi antar partai. Di AS, politik terbajak oleh kapitalisme dan memiliki hubungan ‘imbalan uang’ yang stabil. Menurut laporan Reuters, sejak tanggal 1 Januari 2021 hingga 30 September 2022, dana donasi politik dari kaum miliarder meliputi 15 persen dari semua sumbangan dana politik Federal, yang berarti dalam pemilihan umum AS kekurangan kekuatan rakyat. Memang pada dasarnya tiada kalangan mana pun yang ambil pusing terhadap kesengsaraan rakyat. Apa yang disebut sebagai ‘pemerintahan milik rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat’ sudah menjadi omong kosong belaka.

 

Adapun pertarungan antar partai atau polarisasi politik sudah berangsur-angsur berkembang menjadi salah satu ciri paling menonjol di AS selama hampir 30 tahun ini. Khususnya pada tahun-tahun belakangan ini, dari kekacauan Kongres, penggerebekan terhadap Resor Mar-a-Lago milik mantan Presiden AS Donald Trump hingga gembar-gembor Partai Republik soal penemuan dokumen rahasia di kediaman Joe Biden, konflik antar kedua partai di AS terus meluas dan telah memperuncing perpecahan masyarakat AS, sehingga roda politik AS berputar sia-sia.

Walaupun keadaan HAM AS sudah kacau balau, namun pemerintah AS tetap pura-pura tidak tahu, malah mempersenjatai hak asasi manusia untuk mencampuri urusan internal negara lain, menghasut perlawanan, serta menciptakan perpecahan dan kekacauan di masyarakat internasional. Tanggal 20 Maret adalah peringatan 20 tahun Perang Irak. Akan tetapi, di arena politik AS, hampir tidak ada politisi yang mau introspeksi terhadap perang tersebut. Mereka masih bersikeras menciptakan kerusuhan, menghasut ‘perang proksi’ dan menjatuhkan sanksi sepihak dengan alasan ‘demokrasi’ dan ‘HAM’. Dengan demikian AS sudah menjadi perusak perdamaian dan pembangunan global serta hambatan bagi kemajuan HAM.

Fakta sudah berkali-kali membuktikan bahwa seberapa indah dalihnya, pemerintah AS tidak bisa menutupi maksud sejatinya yang berusaha keras membela kepentingan kalangan khusus  dalam negeri dan mengusahakan hegemoninya di luar negeri. Menghadapi situasi HAM negerinya yang kacau balau, apakah para politikus AS masih mempunyai keberanian untuk menuding negara lain? HAM ala AS telah menjadi ‘mimpi terburuk’ masyarakat AS, sekaligus mimpi buruk rakyat sedunia.

Pewarta : CRI

Komentar

Berita Lainnya

Forum Pangan Dunia ke-2 Dibuka di Roma International

Selasa, 18 Oktober 2022 23:8:41 WIB

banner