Minggu, 22 Januari 2023 8:1:42 WIB

Akibat Ambruknya Ekonomi, Kelas Menengah di Lebanon Punah
International

AP Wira

banner

Suasana sudut Ibu kota Lebanon, Beirut,

JAKARTA, Radio Bharata Online - Ibu kota Lebanon, Beirut, tidak kekurangan kontras. Ketika deretan mobil mewah diparkir rapi di depan restoran dan bar ber-AC, di luar sekumpulan pengemis lintas usia mengorek tempat sampah mencari makanan.

Anna Fleischer, Direktur Yayasan Heinrich Bll Jerman di Beirut mengatakan, "Sekarang semakin banyak orang yang mengemis di jalan, terutama anak-anak atau juga kaum lansia," "Sebagian besar dari mereka merupakan pengungsi Suriah, tapi banyak juga warga negara Lebanon."

Tahun-tahun penuh gejolak politik dan krisis ekonomi – yang diperparah oleh pandemi Covid-19 dan ledakan di Pelabuhan Beirut pada Agustus 2020 lalu – menyeret seisi negeri ke jurang kebangkrutan.

Menurut Bank Dunia, Lebanon tidak cuma "termasuk negara dengan krisis paling parah di dunia sejak pertengahan abad ke-19," tetapi juga dipastikan mengalami "vakumnya lembaga-lembaga negara yang semakin memperlambat resolusi krisis dan reformasi kritis,"

Punahnya kelas menengah
Kontraksi ekonomi yang dibarengi devaluasi mata uang Pound sebesar 95 persen berakibat pada anjloknya populasi kelas menengah. Terhitung sejak Maret 2020 lalu, Bank Dunia mendegradasi status Lebanon ke kelompok negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Hussein Cheaito, ekonom di The Policy Initative, sebuah lembaga wadah pemikir di Beirut.
menyebut, "Sebelum krisis, warga yang berpenghasilan 1.500 Pound Lebanon punya uang setara USD 1.000. Sekarang nilainya kurang dari USD 200,"

Salah satu sumber ketimpangan adalah sistem perpajakan yang sangat regresif. "Lebanon termasuk surga pajak karena minimnya pajak kemakmuran atau korporasi," kata Hussein Cheaito, peneliti The Tahrir Institute for Middle East Policy kepada DW.

Artinya, "hanya sedikit sekali persentase kemakmuran yang mengalir untuk kemaslahatan bersama,"

Lembaga riset Arab, Barometer pada September lalu menemukan, hampir separuh penduduk Lebanon mengaku mengalami rawan pangan lantaran lonjakan harga.

Lena Simet, peneliti Human Rights Watch (HRW) bahkan menyebut  "Jutaan warga Lebanon jatuh miskin dan terpaksa berhemat makanan,"


Ambruknya ekonomi Libanon
Ambruknya sektor swasta dan kontraksi pada kas negara mendorong lonjakan angka pengangguran. Lebanon kini sedang menjalani dolarisasi perekonomian nasional." Dalam artian, keluarga kini menggantungkan pemenuhan kebutuhan mereka, dari kiriman uang sanak keluarganya yang bekerja di luar negeri.

Saat ini pemerintah di Beirut sudah mengamankan pinjaman senilai USD 3 miliar dari Dana Moneter Internasional. Tapi rencana pemulihan ekonomi yang digodok pemerintah tidak mencantumkan bantuan bagi warga miskin.


(detik.com)

 

 

Komentar

Berita Lainnya

Forum Pangan Dunia ke-2 Dibuka di Roma International

Selasa, 18 Oktober 2022 23:8:41 WIB

banner