PARIS, Radio Bharata Online - Platform digital telah mengubah cara kita berinteraksi, dan tindakan mendesak diperlukan untuk menghentikan manipulasi pengguna dan ujaran kebencian.
Sebuah Konferensi PBB di Paris Prancis pada Rabu (22 Februari), dihadiri oleh ratusan pejabat, perwakilan perusahaan teknologi, akademisi, dan anggota masyarakat sipil, bertukar pikiran tentang cara terbaik memeriksa konten sambil menegakkan hak asasi manusia.
Direktur jenderal UNESCO Audrey Azoulay dalam sambutan pembukaan konfrensi itu mengatakan,"Platform digital telah mengubah cara kita terhubung dan menghadapi dunia, termasuk cara kita menghadapi satu sama lain."
Terlepas dari manfaatnya dalam komunikasi dan berbagi pengetahuan, UNESCO telah memperingatkan bahwa platform media sosial bergantung pada algoritma, yang "seringkali lebih memprioritaskan keterlibatan, daripada keselamatan dan hak asasi manusia".
Azoulay mengatakan, terlalu sedikit sumber daya yang ditugaskan untuk mengedukasi pengguna atau memoderasi konten."
Wartawan investigasi dari Filipina Maria Ressa, yang bersama-sama memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada 2021 karena mengungkap pelanggaran di bawah mantan presiden Rodrigo Duterte, mengatakan media sosial telah memungkinkan kebohongan untuk berkembang.
Maria mengatakan, sistem komunikasi kita hari ini, secara diam-diam telah memanipulasi kita sendiri.
Dia mengatakan, pada puncak kampanye online yang menentang pekerjaannya, dia telah menerima hingga 98 pesan kebencian dalam satu jam. Separuh diantara pesan itu berusaha merusak kredibilitasnya sebagai seorang jurnalis, termasuk klaim palsu bahwa dia menjajakan "berita palsu".
Sisanya adalah serangan pribadi yang menargetkan jenis kelaminnya, "warna kulit dan seksualitas" - atau bahkan "ancaman pemerkosaan dan pembunuhan".
Sebelumnya, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula menyampaikan pidato tertulis di konferensi tersebut, mengatakan, bagaimana para pendukung mantan presiden Jair Bolsonaro yang tidak puas pada 8 Januari, menyerbu istana presiden, Kongres dan Mahkamah Agung di Brasilia.
Menurut Lula, apa yang terjadi hari itu adalah puncak dari kampanye yang dimulai jauh sebelumnya, dan digunakan sebagai amunisi, kebohongan dan disinformasi.
Sebagian besar dari kampanye ini ditampung, diatur, dan disebarluaskan melalui beberapa platform digital dan aplikasi perpesanan.
Lula mengatakan, bahwa ini harus dihentikan. Menurutnya, komunitas internasional mulai dari sekarang, perlu bekerja untuk memberikan jawaban yang efektif atas pertanyaan menantang di zaman ini.
Whistleblower Facebook, Christopher Wylie juga berkontribusi dalam diskusi.
Ilmuwan data telah mengungkapkan bagaimana dia membantu Cambridge Analytica, yang didirikan oleh mantan tangan kanan presiden AS Donald Trump, Steve Bannon, untuk menggunakan data pribadi tidak sah yang diambil dari Facebook, untuk membantu pemilihan, termasuk kemenangan Trump sebagai presiden AS pada 2016.
Dalam sebuah pernyataan menjelang Konfrensi, UNESCO menyebutkan, banyak negara di dunia telah mengeluarkan, atau sedang mempertimbangkan undang-undang nasional untuk mengatasi penyebaran konten berbahaya.
Tetapi "beberapa undang-undang ini berisiko melanggar hak asasi manusia, terutama hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi."
Sebagai hasil dari konferensi tersebut, UNESCO akan menyusun pedoman global, untuk memerangi disinformasi dan ujaran kebencian bagi pemerintah, badan relulator, dan perusahaan digital pada pertengahan 2023. (Channel News Asia)