Selasa, 7 Februari 2023 10:48:17 WIB
Mengapa gempa Turki-Suriah begitu mematikan?
International
Endro
Gempa bumi yang dahsyat menyapu sebagian kota-kota Turki. (Foto: AFP/Omar Haji Kadour)
JAKARTA, Radio Bharata Online – Menurut para ahli, kombinasi multi faktor, membuat gempa kuat yang melanda Turki dan Suriah pada Senin pagi (6 Januari) sangat mematikan, termasuk waktu, lokasi, garis patahan yang relatif tenang, dan lemahnya konstruksi bangunan yang runtuh.
Lebih dari 4.300 orang tewas akibat gempa berkekuatan 7,8 SR di dekat perbatasan Suriah Turki, dengan jumlah korban diperkirakan akan bertambah karena gempa susulan terjadi sepanjang hari.
Gempa ini adalah yang terkuat melanda Turki sejak 1939, dan melanda wilayah berpenduduk padat.
Roger Musson, peneliti kehormatan di British Geological Survey, kepada AFP mengatakan, alasan lainnya adalah bahwa saat gempa itu terjadi pada pukul 4.17 pagi, yang berarti orang-orang sedang tidur, terperangkap ketika rumah mereka tiba-tiba runtuh.
Sementara konstruksi bangunan juga tidak "benar-benar memadai untuk daerah yang rawan gempa besar", kata penulis buku The Million Death Quake itu.
Hal itu sebagian mungkin disebabkan oleh fakta bahwa garis patahan tempat gempa terjadi, relatif tenang.
Turki berada di salah satu zona gempa paling aktif di dunia. Sebuah gempa di sepanjang garis patahan Anatolia Utara di wilayah Turki utara, menewaskan lebih dari 17.000 orang pada tahun 1999.
Tapi gempa Senin terjadi di sisi lain negara itu, di sepanjang patahan Anatolia Timur.
Sesar Anatolia Timur tidak memiliki gempa berkekuatan 7 selama lebih dari dua abad, yang bisa berarti orang "mengabaikan betapa berbahayanya" itu.
Menurut teori Musson, karena sudah begitu lama sejak gempa besar terakhir, "cukup banyak energi" mungkin telah terkumpul.
Kekuatan gempa susulan pada hari Senin, termasuk gempa berkekuatan 7,5 skala Richter, mendukung teori Musson tersebut. (CNA)
Komentar
Berita Lainnya
Politisi Jerman Kritik Parlemen Eropa karena Tetap Operasikan Dua Kompleksnya di Tengah Krisis Energi International
Jumat, 7 Oktober 2022 8:37:55 WIB
Patung Kepala Naga dari Batu Pasir Berusia Ratusan Tahun Ditemukan di Taman Angkor Kamboja International
Jumat, 7 Oktober 2022 16:2:20 WIB
Tiga Ekonom Internasional Raih Hadiah Nobel Ekonomi 2022 International
Selasa, 11 Oktober 2022 12:41:19 WIB
Peng Liyuan serukan upaya global untuk meningkatkan pendidikan bagi anak perempuan International
Rabu, 12 Oktober 2022 8:34:27 WIB
Sekjen PBB Serukan Cakupan Sistem Peringatan Dini Universal untuk Bencana Iklim International
Sabtu, 15 Oktober 2022 8:59:46 WIB
Jokowi Puji Kepemimpinan Xi Jinping: Dekat dengan Rakyat, Memahami Betul Masalah yang Dihadapi Rakyat International
Senin, 17 Oktober 2022 13:29:21 WIB
Forum Pangan Dunia ke-2 Dibuka di Roma International
Selasa, 18 Oktober 2022 23:8:41 WIB
Australia Janji Pasok Senjata Buat Indonesia International
Jumat, 21 Oktober 2022 9:11:43 WIB
AS Pertimbangkan Produksi Senjata Bersama Taiwan International
Sabtu, 22 Oktober 2022 9:6:52 WIB
Pemimpin Sayap Kanan Giorgia Meloni Jadi PM Wanita Pertama Italia International
Sabtu, 22 Oktober 2022 11:57:58 WIB
Krisis Di Inggris Membuat Jutaan Warga Sengaja Tidak Makan Biar Hemat International
Minggu, 23 Oktober 2022 7:54:8 WIB
Gunung Kilimanjaro di Tanzania Dilanda Kebakaran International
Minggu, 23 Oktober 2022 15:24:53 WIB
Para Pemimpin Negara Ucapkan Selamat atas Terpilihnya Kembali Xi Jinping International
Senin, 24 Oktober 2022 11:47:39 WIB
Menlu ASEAN Akan Gelar Pertemuan Khusus di Indonesia Bahas Myanmar International
Senin, 24 Oktober 2022 16:57:17 WIB
Konser di Myanmar Berubah Menjadi Horor Saat Serangan Udara Militer Tewaskan Sedikitnya 60 Orang International
Selasa, 25 Oktober 2022 10:2:29 WIB