Jumat, 21 Maret 2025 16:43:56 WIB

Kebijakan "Ekonomi Wali Kota" di Tiongkok Berhasil Memajukan Ekonomi Daerah
Tiongkok

OPINI/Muhammad Rizal Rumra

banner

Wali Kota Shanghai Gong Zheng bersama Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono di Balai Kota DKI Jakarta

Ekonomi Tiongkok telah mencatatkan salah satu kisah sukses paling fenomenal dalam sejarah modern. Ketika membahas kebangkitan ekonomi negara ini, perhatian sering terfokus pada kebijakan nasional, seperti reformasi pasar yang diprakarsai oleh Deng Xiaoping atau program Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI). Namun ada aspek penting lain yang sering kurang mendapat perhatian, yaitu peran pemerintah daerah dalam mendorong roda perekonomian melalui kebijakan yang dikenal dengan sebutan "Ekonomi Wali Kota".

Pendekatan ini memberikan perspektif menarik mengenai bagaimana desentralisasi dapat berfungsi sebagai pendorong inovasi dan transformasi ekonomi. Dalam konteks ini, "Ekonomi Wali Kota" merujuk pada model pemerintahan di mana wali kota memegang peranan utama dalam perencanaan, investasi, dan pengelolaan ekonomi di wilayah kekuasaannya. Ini mencakup berbagai sektor, mulai dari infrastruktur, teknologi, hingga sektor bisnis lainnya.

Di Tiongkok, model ini muncul sebagai hasil dari desentralisasi ekonomi pada tahun 1980-an, yang memberikan otonomi lebih kepada pemerintah daerah untuk menarik investasi dan mengelola sumber daya. Dengan adanya kebebasan ini, pemerintah daerah memiliki fleksibilitas untuk berkreasi sesuai dengan peraturan yang berlaku, baik dalam jangka pendek maupun dalam visi jangka panjang.

Model ini tidak hanya berkaitan dengan perencanaan ekonomi jangka pendek, tetapi juga mencakup perumusan kebijakan yang mendukung pembangunan berkelanjutan, inovasi, dan peningkatan kualitas hidup warga. Oleh karena itu, tidak jarang wali kota di Tiongkok diberikan kekuasaan untuk merumuskan kebijakan lokal yang berfokus pada pembangunan ekonomi dan pengelolaan sumber daya secara terkoordinasi dan terencana.

Dalam banyak kasus, wali kota berfungsi sebagai inovator, pemimpin pembangunan, dan pengelola risiko ekonomi. Model ini mendorong terjadinya kompetisi sehat antar daerah yang menghasilkan transformasi kota-kota menjadi pusat industri modern dan teknologi. Pada pandangan pertama, model ini mungkin terlihat sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan ekonomi melalui desentralisasi. Namun, pendekatan ini berbeda dengan praktik serupa di negara lain.

Biasanya, desentralisasi sering kali dikaitkan dengan melemahnya kontrol pusat, tetapi di Tiongkok, desentralisasi justru dipergunakan sebagai alat strategis untuk mendukung kontrol pusat melalui kompetisi antar daerah. Perbedaan lainnya adalah fokus pada transformasi struktural. Wilayah yang sebelumnya bergantung pada pertanian tradisional kini telah bertransformasi menjadi pusat teknologi tinggi berkat kebijakan lokal yang inovatif.

Melalui model ini, Tiongkok mengintegrasikan visi nasional dengan kebijakan lokal yang fleksibel. Hal ini memungkinkan pemerintah daerah untuk merespons perubahan pasar lebih cepat daripada birokrasi pusat yang terkadang lambat dalam bertindak. Sinergi antara kebijakan lokal dan nasional inilah yang menghasilkan inovasi teknologi, pembangunan infrastruktur, serta peningkatan daya saing wilayah. Salah satu contoh paling menonjol dari keberhasilan "Ekonomi Wali Kota" ini adalah Shenzhen.

Dikenal sebagai sebuah desa nelayan kecil, Shenzhen kini menjadi salah satu pusat teknologi paling maju di dunia. Transformasi ini tidak lepas dari kebijakan yang diambil pemimpin lokal yang memanfaatkan status Zona Ekonomi Khusus (ZEK) yang menarik tiap perusahaan teknologi global. Kebijakan yang mendukung pengembangan ekosistem inovasi, termasuk kemitraan antara perusahaan lokal dan universitas riset, serta dukungan penuh dari pemerintah pusat dalam hal regulasi yang memungkinkan eksperimen ekonomi, berperan besar dalam kesuksesan Shenzhen.

Kini, Shenzhen telah menjadi rumah bagi perusahaan besar seperti Tencent dan Huawei. Dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat, pendapatan per kapita yang tinggi, dan kontribusinya yang signifikan terhadap industri teknologi, seperti kecerdasan buatan (AI), robotika, dan bioteknologi, Shenzhen menjadi bukti keberhasilan model ekonomi wali kota yang diterapkan di Tiongkok.

Selain Shenzhen, kota-kota lain di Tiongkok, seperti Chengdu, Hangzhou, Chongqing, dan Shanghai, juga telah berhasil menerapkan model ini dengan sukses. Chengdu, misalnya, telah berkembang menjadi pusat inovasi di bidang logistik dan teknologi pertanian, menarik investasi asing, dan memperkuat posisinya sebagai kota dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat di Tiongkok Barat. Kebijakan yang mendukung integrasi global melalui jalur perdagangan internasional dan inovasi teknologi memungkinkan Chengdu untuk menjadi kota yang lebih terhubung dan berdaya saing tinggi di dunia.

Kota Hangzhou, yang dikenal sebagai markas besar Alibaba, menjadi contoh lain dari keberhasilan ekonomi wali kota. Dengan dukungan kebijakan yang mendukung pengembangan infrastruktur digital dan teknologi, Hangzhou berhasil menjadi pusat ekonomi digital dan e-commerce di Tiongkok. Kemajuan dalam teknologi smart city, termasuk penggunaan kecerdasan buatan untuk manajemen lalu lintas dan infrastruktur kota, membuat Hangzhou menjadi kota yang lebih efisien dan berkembang pesat di sektor digital.

Berikutnya kota Chongqing yang terletak di barat daya Tiongkok, juga mengalami perkembangan pesat berkat kebijakan yang mendukung sektor manufaktur, energi, dan infrastruktur. Wali kota Chongqing memfokuskan pembangunan kota ini pada industri otomotif, logistik, dan infrastruktur, menjadikannya salah satu pusat transportasi utama di Tiongkok dan bagian penting dalam rantai pasokan global.

Contoh lain yang menonjol dalam bidang keuangan adalah kota Shanghai. Kebijakan yang mendukung sektor perbankan, asuransi, dan pasar saham, serta pembentukan Shanghai Free-Trade Zone pada tahun 2013, mengubah Shanghai menjadi pusat keuangan terbesar di Tiongkok. Ini menjadikan Shanghai sebagai pusat perdagangan internasional yang sangat penting dan menarik bagi perusahaan multinasional serta investor asing.

Keberhasilan model ekonomi wali kota di Tiongkok memberikan pelajaran berharga bagi Indonesia, yang juga menghadapi tantangan pembangunan daerah. Dalam konteks pemerintahan yang desentralistik, Indonesia dapat belajar dari pengalaman Tiongkok untuk memberikan lebih banyak otonomi kepada pemerintah daerah sambil memastikan akuntabilitas.

Sebagai contoh, inisiatif wali kota di beberapa daerah di Indonesia, seperti Surabaya dan Makassar, menunjukkan bahwa pendekatan berbasis kepemimpinan lokal dapat efektif jika didukung oleh kebijakan nasional yang kuat. Begitu pula, pengembangan ekonomi kreatif di Kota Bandung yang pernah dipimpin oleh Ridwan Kamil serta kebijakan pembangunan yang inovatif di Kota Banyuwangi menunjukkan potensi besar dalam model pembangunan berbasis lokal.

Di tingkat global, keberhasilan ekonomi wali kota Tiongkok turut memberikan dampak positif, terutama bagi negara-negara berkembang lainnya. Negara-negara di Afrika, misalnya, menunjukkan minat terhadap pendekatan ini, dengan dukungan Tiongkok melalui BRI, yang memungkinkan wilayah di Afrika mencoba meniru strategi pembangunan berbasis pemerintah daerah. Hal ini menciptakan peluang baru bagi investasi global serta memperluas pasar untuk produk dan jasa.

Model ekonomi wali kota juga menunjukkan bahwa desentralisasi tidak harus berarti melemahnya kontrol pusat. Sebaliknya, dengan strategi yang tepat, desentralisasi dapat menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan daya saing nasional secara keseluruhan. Dalam konteks global, model ini memperlihatkan bagaimana pemerintah daerah dapat menjadi penggerak utama inovasi, bukan hanya pelaksana kebijakan pusat.

Oleh karena itu, penerapan kebijakan "Ekonomi Wali Kota" di Tiongkok telah terbukti berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi yang pesat, menciptakan lapangan pekerjaan, dan mempercepat transformasi struktural yang berkelanjutan. Model ini menunjukkan pentingnya peran pemerintah daerah dalam mendorong inovasi dan pembangunan ekonomi, dengan tetap menjaga sinergi antara kebijakan lokal dan nasional.

Keberhasilan ini tidak hanya memberikan dampak positif bagi Tiongkok, tetapi juga menawarkan pelajaran bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk mengoptimalkan potensi ekonomi daerah melalui kebijakan yang inovatif dan desentralisasi yang terkelola dengan baik.

Komentar

Berita Lainnya