Kamis, 8 Juni 2023 10:47:19 WIB

Pendapatan Per kapita Vietnam Hampir Menyalip Indonesia
Ekonomi

Koran Jakarta/Endro

banner

Gedung-gedung tinggi di Ho Chi Minh City, Vietnam, tumbuh sangat pesat dalam 20 tahun terakhir, menunjukkan pesatnya pertumbuhan ekonomi di Vietnam. Foto : NHAC NGUYEN/AFP

JAKARTA, Radio Bharata Online - Pendapatan per kapita Indonesia saat ini hampir disalip oleh Vietnam. Padahal pada 1990, pendapatan per kapita Indonesia masih lima kali lebih besar dari Vietnam, tapi sekarang hampir sama, hanya 1,1 kali.

Parahnya lagi, pendapatan perkapita Indonesia saat ini terbilang semu, karena terlalu banyak disumbang oleh seglintir orang kaya yang banyak menguasi sumber daya.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, di Jakarta, belum lama ini mengatakan, perhitungan pendapatan per kapita saat ini, didasarkan Metoda Atlas, di mana angkanya terus berubah.

Target dalam lima tahun ke depan, dengan asumsi pendapatan per kapita bisa tumbuh 6 persen setiap tahun, maka bisa mencapai 7.000 dollar AS.

Saat ini, pendapatan per kapita Indonesia baru 4.140 dollar AS, atau 5,9 persen dari pendapatan per kapita AS. Menurut Suharso, kita ingin menjadi 20 persen dari pendapatan per kapita AS pada masa yang akan datang, dan itu artinya naiknya 3,4 kali lipat."

Dia mengakui untuk menaikkan pendapatan per kapita, tidak mudah. Sebab, Indonesia masih masuk di dalam Lower Middle Income, dengan pendapatan antara 1.000 sampai 4.000 dollar AS, atau sedikit lagi masuk ke Upper Middle Income, dengan pendapatan 4.250 sampai 13.000 dollar AS.

Menanggapi hal itu, pakar ekonomi dari Universitas Indonesia, Eugenia Mardanugraha, mengatakan, Indonesia merupakan negara besar dengan penduduk dari berbagai macam budaya, sehingga menghasilkan perilaku ekonomi yang beraneka ragam.

Menurut Eugenia, Pola konsumsi dan produksi yang beraneka ragam inilah yang membuat pemerintah Indonesia lebih sulit dalam merumuskan kebijakan ekonomi, dibandingkan Tiongkok dan Vietnam.

Tiongkok dan Vietnam lebih mudah mengarahkan masyarakatnya untuk beraktivitas produksi lebih banyak dibandingkan konsumsi, sementara Indonesia tidak semudah itu.

Eugenia mengatakan, Indonesia adalah negara tersantai di dunia. Pemerintah tidak bisa memaksa masyarakatnya untuk mengurangi “Leisure,” karena banyak sekali aktivitas yang berkaitan dengan budaya atau agama, misalnya mengurangi jam kerja, menambah hari libur nasional/cuti bersama.

Sedangkan perekonomian Tiongkok dan Vietnam masih banyak dikendalikan oleh pemerintah (ekonomi terpimpin), sementara Indonesia lebih diserahkan kepada pasar.

Secara historis dan budaya pun, Tiongkok lebih nyaman bertransaksi dengan Vietnam, karena memiliki lebih banyak kesamaan dibandingkan Indonesia.

Dengan demikian, Vietnam dapat dengan cepat menyalip pendapatan per kapita Indonesia, karena banyak sekali aktivitas produksi dengan modal dari Tiongkok yang bisa dilakukan di Vietnam.  Tiongkok juga banyak membuka pabrik di Vietnam.

Selain itu, birokrasi untuk membuka usaha di Indonesia lebih rumit dan berjenjang. Perizinan harus dilakukan pada tiap provinsi, kabupaten, bahkan camat dan lurah, sehingga investasi di Indonesia mahal, sementara di Vietnam hanya satu langkah saja.  Itu sebabnya modal Tiongkok akan lari ke Vietnam, bukan ke Indonesia.

Belum lagi melihat perilaku masyarakat Indonesia masih lebih mengutamakan aktivitas konsumsi dibandingkan produksi, sementara masyarakat Vietnam lebih mengutamakan kegiatan produksi. Hal ini membuat impor Indonesia tinggi, dan impor Vietnam rendah.

Begitu pula jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk Vietnam jauh lebih kecil dari Indonesia, sehingga pendapatan per kapita dapat meningkat cepat, dan dengan mudah menyalip Indonesia. (Koran Jakarta)

Komentar

Berita Lainnya

Krisis Ekonomi 1997 Kembali Bayangi Asia Ekonomi

Kamis, 6 Oktober 2022 13:29:54 WIB

banner