Sabtu, 1 Maret 2025 10:39:10 WIB
Tiongkok Tolak Tarif Tambahan AS dengan Alasan Fentanil
Ekonomi
Antara / AP Wira

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian (ANTARA/Desca Lidya Natalia)
BEIJING, Radio Bharata Online - Tiongkok menyebut Amerika Serikat hanya menggunakan isu fentanil sebagai alasan untuk mengenakan tarif tambahan terhadap barang-barang asal Tiongkok.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing, pada Jumat (28/2) mengatakan, "AS sekali lagi menggunakan isu fentanil sebagai dalih untuk mengancam Tiongkok dengan tarif tambahan atas ekspornya ke AS,"
Tiongkok sangat menyesalkan dan menentang langkah ini dan akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk membela kepentingan Tiongkok yang sah, katanya.
Dalam pesan yang diunggah di akun Truth Social pada Kamis (27/2), Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa penerapan tarif 25 persen untuk barang-barang Meksiko dan Kanada akan mulai berlaku pada 4 Maret 2025, bersamaan dengan tambahan tarif 10 persen untuk impor barang Tiongkok karena masih beredarnya fentanil di AS.
Dengan tambahan tarif terhadap Tiongkok tersebut, maka total tarif yang akan dikenakan ke barang-barang asal Tiongkok menjadi 20 persen setelah pada awal Februari pemerintahan Trump sudah mengenakan tarif impor 10 persen.
Keputusan itu dilakukan Trump karena ia merasa tindakan yang diambil oleh Meksiko dan Kanada untuk mengatasi aliran fentanil ke AS belum cukup. Trump pun mengatakan bahwa sebagian besar narkoba itu dibuat di Tiongkok .
"Kenaikan tarif sepihak oleh AS sangat melanggar aturan WTO, dan merugikan kepentingan kedua negara dan dunia. Tiongkok adalah salah satu negara paling ketat di dunia dalam hal pemberantasan narkoba baik dari segi kebijakan maupun implementasinya," kata Lin Jian menambahkan.
Lin Jian menyebut isu fentanil adalah masalah AS sendiri dan bahkan Tiongkok sudah memberikan dukungan kepada AS dalam isu fentanil atas dasar semangat kemanusiaan.
"Atas permintaan AS, Tiongkok mengumumkan pada 2019 untuk secara resmi memasukkan zat-zat terkait fentanil sebagai suatu kelompok zat terlarang. Kami adalah negara pertama di dunia yang melakukannya. Tiongkok juga telah melakukan kerja sama antinarkotika dengan AS secara luas dan mendalam," jelas Lin Jian.
Masalah fentanil, ungkap Lin Jian, hanyalah alasan yang digunakan AS untuk mengenakan tarif, menekan, memeras Tiongkok dan ingin menghukum Tiongkok meski Tiongkok membantu AS.
"Hal ini tidak akan menyelesaikan masalah mereka dan bahkan akan kontraproduktif dan akan memberikan pukulan berat bagi dialog dan kerja sama dengan Tiongkok di bidang dalam antinarkotika. Tekanan, paksaan, dan ancaman bukanlah cara yang tepat untuk menghadapi Tiongkok ," kata Lin Jian.
Tiongkok , ungkap Lin Jian, mendesak AS untuk memperbaiki kesalahannya dan kembali ke jalur yang benar dalam menangani masalah masing-masing melalui konsultasi yang saling menghormati.
"Kami berharap AS akan sungguh-sungguh melaksanakan kesepahaman bersama yang dicapai oleh kedua kepala negara dalam percakapan telepon mereka dan bekerja sama dengan Tiongkok menuju arah yang sama," kata Lin Jian.
Terkait pengenaan tarif karena alasan peredaran Fentanil tersebut, Kanada telah membentuk sebuah badan khusus pemberantasan fentanil dan bahkan menginvestasikan lebih dari satu miliar dolar Kanada untuk meningkatkan keamanan perbatasan. Sementara Meksiko sudah menempatkan 10.000 anggota Pasukan Garda Nasional di perbatasannya dengan Amerika Serikat.
Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum dan Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau sebelumnya mengatakan mereka akan mengenakan tarif balasan kepada AS jika Gedung Putih meneruskan rencananya.
Meksiko, Kanada dan Tiongkok diketahui sebagai tiga mitra dagang utama AS, yang menyumbang lebih dari 40 persen impor ke AS tahun lalu. [Antara]
Komentar
Berita Lainnya
Investasi Banyak Masuk ke Jateng, Ganjar: Tingkat Layanan Kita Sangat Serius Ekonomi
Selasa, 4 Oktober 2022 18:8:39 WIB

Perdagangan Jerman mengalahkan ekspektasi pada Agustus , meski ekonomi melambat Ekonomi
Rabu, 5 Oktober 2022 18:2:24 WIB

Krisis Ekonomi 1997 Kembali Bayangi Asia Ekonomi
Kamis, 6 Oktober 2022 13:29:54 WIB

Pakar: Tren konsumsi sehat mencerminkan kepercayaan konsumen yang kuat Ekonomi
Jumat, 7 Oktober 2022 19:14:0 WIB

Perkiraan uang penjualan pembuat chip TSMC, persaingan melambat Ekonomi
Jumat, 7 Oktober 2022 19:44:54 WIB

Mentan-Menkeu G20 & Bank Dunia Kumpul di AS, Cari Solusi Atasi Krisis Pangan Ekonomi
Rabu, 12 Oktober 2022 9:9:53 WIB

Lebih dari Setengah Mobil Baru akan Menggunakan Listrik pada Tahun 2025 Ekonomi
Kamis, 13 Oktober 2022 21:21:32 WIB

Tibet Melihat Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Tahunan Dua Digit Ekonomi
Kamis, 13 Oktober 2022 21:23:14 WIB

Gara-gara Hujan, Petani Risau Harga Cabai dan Beras Naik Ekonomi
Sabtu, 15 Oktober 2022 8:37:6 WIB

PLN: Infrastruktur Listrik Kereta Cepat Rampung Juni 2023 Ekonomi
Sabtu, 15 Oktober 2022 8:43:54 WIB

Antisipasi Resesi Gelap, Sandiaga Uno: Perkuat UMKM dan Kolaborai Ekonomi
Minggu, 16 Oktober 2022 18:8:23 WIB

Huawei akan mendirikan pusat layanan cloud Eropa pertama di Irlandia Ekonomi
Kamis, 20 Oktober 2022 10:1:4 WIB

14 Negara Tandatangani 100 Kerja Sama Dagang dengan Indonesia Ekonomi
Kamis, 20 Oktober 2022 15:36:8 WIB

Sri Mulyani Pede Ekonomi RI Tembus 5,5 Persen pada Kuartal III 2022 Ekonomi
Sabtu, 22 Oktober 2022 11:45:9 WIB
