Senin, 7 April 2025 15:49:5 WIB

Pakar: Tindakan Balasan Tiongkok Tunjukkan Tidak Adanya Toleransi terhadap Unilateralisme dan Proteksionisme AS
Ekonomi

Eko Satrio Wibowo

banner

Wang Yaojing, Asisten Profesor Ekonomi di Universitas Peking (CMG)

Beijing, Radio Bharata Online - Menurut seorang pakar, tindakan balasan tajam Tiongkok terhadap "tarif timbal balik" AS menunjukkan negara itu tidak menoleransi tindakan yang merusak sistem perdagangan multilateral global.

Di tengah pertentangan yang meluas, Presiden AS, Donald Trump, pada hari Rabu (2/4) menandatangani perintah eksekutif tentang apa yang disebut "tarif timbal balik", yang mengenakan "tarif dasar minimum" sebesar 10 persen pada semua barang impor dan tarif yang lebih tinggi pada mitra dagang tertentu. Perintah tersebut mulai berlaku sejak Sabtu (5/4).

Bagi Tiongkok, mereka menghadapi tarif sebesar 34 persen dari Amerika Serikat. Tarif tersebut di atas tarif yang berlaku saat ini sebesar 20 persen.

Menyusul keputusan AS untuk mengenakan "tarif timbal balik" pada ekspor Tiongkok ke Amerika Serikat, Komisi Tarif Bea Cukai Dewan Negara Tiongkok mengatakan pada hari Jum'at (4/4) bahwa langkah yang diambil oleh AS tidak sesuai dengan aturan perdagangan internasional, secara serius merusak hak dan kepentingan sah Tiongkok, dan merupakan tindakan intimidasi sepihak yang umum.

Ia juga mengumumkan bahwa Tiongkok akan mengenakan tarif tambahan sebesar 34 persen pada semua produk yang diimpor dari Amerika Serikat mulai 10 April 2025.

Wang Yaojing, Asisten Profesor ekonomi di Universitas Peking, mengemukakan bahwa tindakan balasan Tiongkok menunjukkan pendiriannya yang jelas dalam menentang unilateralisme dan proteksionisme.

"Tindakan balasan Tiongkok dengan jelas menunjukkan tidak adanya toleransi terhadap tindakan yang berupaya merusak ekosistem perdagangan multilateral global. Tindakan yang merugikan ini memiliki konsekuensi yang luas bagi ekonomi global. Dan tindakan balasan Tiongkok dipersiapkan dengan baik dan tepat waktu," tegas Wang.

Komentar

Berita Lainnya

Krisis Ekonomi 1997 Kembali Bayangi Asia Ekonomi

Kamis, 6 Oktober 2022 13:29:54 WIB

banner